Berpikir membumi, dibantu dengan meditasi, menjadi kunci para atlet untuk menjaga kesehatan mentalnya di tengah situasi sulit akibat pandemi. Layanan memperkuat mental lewat "mindfulness" pun bisa menjadi pilihan atlet.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·3 menit baca
Mengatasi masalah kesehatan mental dilakukan dengan cara berbeda-beda, baik oleh individu maupun lembaga. Klub sepak bola besar di Eropa misalnya, memantau kondisi pemain melalui staf bidang kesejahteraan pemain, pelatih mental, atau psikolog olahraga. Adapun klub-klub kecil hanya memberikan arahan seadanya, tanpa komunikasi yang intens.
Peraturan penutupan wilayah membuat klub menerapkan kebijakan berbeda-beda, terutama untuk pemain asing. Ada yang membiarkan mereka kembali ke negara asalnya sambil menanti berakhirnya krisis pandemi Covid-19, ada pula yang meminta tetap bertahan di klub. Peraturan menetap di klub dilakukan agar tidak kesulitan memanggil para pemain asing itu saat liga kembali bergulir.
Meski berada di habitat yang cenderung aman, pemain asing yang menetap di klub tak lepas dari kekhawatiran akan keluarganya yang ditinggalkan. Dalam hal inilah para pengurus dan staf klub berperan, termasuk di bagian logistik. Kedekatan mereka untuk memberi perhatian ke pemain menjadi hal kecil yang penting.
”Saya bukan psikolog. Akan tetapi, saya mencoba sebisanya untuk membantu mereka (pemasin asing) hanya dengan ngobrol, mengirim pesan, atau menelepon karena sekarang tak bisa lagi berkumpul atau nonton film bersama,” ujar salah satu staf klub yang enggan disebutkan namanya,
Di tenis, pekan lalu, Asosiasi Tenis Profesional (ATP) mengumumkan kerja sama dengan dua lembaga untuk membantu kesehatan mental pemain dan staf mereka.
Para terapis dari Sporting Chance, yang bisa dihubungi 24 jam, akan membantu mengatasi masalah psikologis seperti gangguan kecemasan dan depresi. Sporting Chance, yang didirikan mantan pemain Arsenal dan kapten Timnas Inggris Tony Adams, adalah penyedia layanan kesehatan mental untuk para atlet elite dan profesional.
Layanan "Mindfulness"
Adapun Headspace, lembaga kesehatan lainnya, menyediakan layanan memperkuat mental melalui mindfulness (meningkatkan kualitas kesadaran) dan meditasi dari konten aplikasi. Mereka menyediakan akses gratis 1200 jam untuk meditasi dan latihan kesehatan mental lainnya.
Geir Jordet, ahli ilmu keolahrgaan dari Norwegia yang juga konsultan psikologi pesepak bola profesional, saat ini mendampingi 12 atlet di Eropa. Dari interaksi dengan pemain, Jordet menyimpulkan, berada jauh dari keluarga serta ketidakpastian situasi adalah faktor utama pemicu stres dan kecemasan, apalagi setelah liga sepak bola dihentikan.
Namun, ada secercah harapan ketika Liga Jerman bergulir kembali sejak 16 Mei. Itu lantas disusul dengan negara lainnya seperti Inggris, Italia, dan Spanyol. Pemain dari liga lainnya kini juga menantikan hal yang sama.
”Sejak muda, rutinitas dan perencanaan dalam menjalani aktivitas setiap harinya sangat vital bagi saya. Sekarang, struktur itu berkurang. Saya, bahkan, melihat karier saya menjauh. Jadi, ide memulai kembali Bundesliga memberi kami harapan” ujar salah seorang pemain berpengalaman.
”Saya tahu seorang atlet pasti akan pensiun. Tetapi, bukan karena pandemi. Bukan ini yang saya inginkan,” lanjutnya.
Atlet memang terbiasa dengan jadwal yang menawarkan konsistensi. Pola itu membuat mereka merasa lebih baik dan bisa mempermudah mengatur kegiatan lain di luar rutinitas. Ketika harus membuat jadwal baru di luar biasanya, butuh kemampuan menjaga kondisi mentalnya.
Adapun untuk menjaga kesehatan mental dalam situasi pandemi, kuncinya adalah membumi dan benar-benar sadar diri.
”Caranya, mereka bisa tetap aktif secara fisik di rumah dan melanjutkan kebiasaan makan dan tidur yang sehat. Atlet bisa tetap menjalankan fondasi yang dibutuhkan seperti saat akan menjalani kompetisi,” kata Rebecca Colasanto, Direktur Kesehatan Perilaku di Bristol Health, klinik kesehatan mental di Utah, Amerika Serikat.
Adapun untuk menjaga kesehatan mental dalam situasi pandemi, Colasanto mengatakan, kuncinya adalah membumi dan benar-benar sadar diri. Untuk mencapai ini, setiap orang bisa berlatih melalui berbagai aplikasi mindfulness.
“Fokus hanya pada hal-hal yang bisa kita kontrol, serta menaati peraturan yang dibuat untuk keselamatan. Juga, jangan meremehkan resiko, serta jangan bersikap terlalu berlebihan,” katanya.