Hanya sedikit petenis top bisa bermain dengan baik di lapangan tanah liat yang licin seperti di lapangan Perancis Terbuka. Rafael Nadal adalah petenis yang mampu menjadi "raja lapangan tanah liat".
Oleh
yulia sapthiani
·4 menit baca
Akhir pekan ini, penggemar tenis seharusnya bisa menyaksikan laga puncak Perancis Terbuka, Grand Slam dengan permainan tenis yang didominasi adu reli panjang dalam setiap pukulan. Punya daya tahan yang prima serta sliding (meluncur) di atas licinnya lapangan tanah liat menjadi tuntutan yang ternyata tak mudah dilakukan.
Roger Federer merasa tak begitu percaya diri ketika akan kembali ke Roland Garros, Paris, pada 2019 setelah absen di Perancis Terbuka selama tiga tahun beruntun sebelumnya. “Saya lupa bagaimana caranya meluncur,” katanya.
Sebelum membawa pulang trofi Suzanne Lenglen pada 2012 dan 2014, yang merupakan lambang juara tunggal putri Perancis Terbuka, Maria Sharapova selalu merasa tak nyaman bermain di lapangan tanah liat.
Pete Sampras, mantan petenis AS dengan 14 gelar juara Grand Slam, tak pernah mendapatkannya dari Perancis Terbuka. Hasil terbaiknya di sana adalah semifinal 1996. Dari 64 gelar juara, hanya tiga gelar yang didapat dari turnamen tanah liat, dari lima final.
Petenis yang bisa dibilang paling mahir berseluncur di lapangan yang terbuat dari tumbukan batu bata itu adalah Rafael Nadal. Petenis Spanyol itu membuktikannya dengan 12 kali meraih Coupe de Mousqueaires, pada 2005-2008, 2010-2014, dan 2017-2019. Nadal menjadi petenis pertama yang menjuarai satu turnamen lebih dari 10 kali.
Seandainya Perancis Terbuka 2020 tak dimundurkan, dari 24 Mei-7 Juni menjadi 20 September-4 Oktober karena pandemi Covid-19, bisa jadi Nadal tampil dalam final di Stadion Philipe Chatrier, Minggu (7/6/2020), untuk ke-13 kalinya. Petenis yang juga mahir bergerak di atas licinnya lapangan tanah liat adalah Dominic Thiem (Austria), lawan Nadal pada final 2018 dan 2019. Thiem disebut sebagai petenis generasi penerus Nadal, si “Raja Lapangan Tanah Liat”.
Pada era Terbuka (sejak 1968), hanya Bjorn Borg yang prestasinya bisa dilewati Nadal. Mantan petenis Swedia itu enam kali menjuarai Perancis Terbuka pada era 1970-an hingga awal 1980-an.
Di putri, jagoan di tanah liat pada era Terbuka lebih banyak. Chris Evert unggul dengan tujuh gelar juara, diikuti Steffi Graf (6), Margaret Court (5), dan Justine Henin (4). Arantxa Sanchez Vicario, Monica Seles, dan Serena Williams masing-masing memiliki tiga gelar.
Kemampuan untuk meluncur di tanah liat yang licin dan permukaan yang tak serata lapangan keras menjadi kunci keberhasilan mereka. Keahlian tersebut meliputi juga kemampuan masuk ke posisi memukul bola, lalu dengan cepat mengubah arah untuk pukulan berikutnya.
“Bermain tenis di lapangan tanah liat menuntut daya tahan fisik, taktik, kemampuan bergerak dengan agresif, tetapi juga sabar,” ujar Jim Courier yang menjuarai Perancis Terbuka pada 1991 dan 1992.
“Tanah liat menuntut pola pikir yang lebih dibandingkan bermain di lapangan cepat. Anda harus siap untuk pukulan ekstra (reli dalam hampir setiap perebutan poin), kemampuan meluncur, dan sabar dalam bertahan,” lanjut petenis yang aktif pada 1988-2000 itu.
Courier, yang saat ini aktif menjadi komentator turnamen, menjadi salah satu dari sedikit tunggal putra AS yang bisa menjuarai Perancis Terbuka. Pada era Terbuka, hanya ada tiga tunggal putra AS yang juara d Roland Garros. Selain Courier, ada Michael Chang (1989) dan Andre Agassi (1999).
Courier cukup beruntung tumbuh di Florida karena banyak turnamen tenis digelar di lapangan tanah liat berwarna hijau untuk petenis-petenis usia dini hingga yunior. Dia pun belajar berseluncur di tanah liat sejak muda.
Novak Djokovic, dengan fleksibilitas tubuhnya, bahkan, bisa mengejar bola sambil meluncur di semua jenis lapangan. Penggemar tenis tak jarang bisa menyaksikan Djokovic mengembalikan bola sambil split, tak hanya di tanah liat, tetapi juga di rumput dan lapangan keras.
Namun, tak semua petenis bisa bergerak dengan natural di tanah liat. Peraih medali emas tunggal putri Olimpiade Rio de Janeiro 2016, Monica Puig (Puerto Rico), bercerita, dia sering jatuh saat belajar meluncur di tanah liat.
Mantan petenis AS, James Blake, tak pernah nyaman bergerak di tanah liat. Dia, bahkan, pernah cedera leher ketika berlatih sebelum tampil dalam turnamen Roma Masters 2004.
Saat sesi latihan, Blake mencoba meluncur untuk menjangkau bola di dekat net. Namun, karena gerakan kakinya salah, Blake jatuh dengan kepala menabrak tiang net. Lehernya pun patah.
“Saya selalu kesulitan di tanah liat, tidak seperti ketika melihat Rafa, Novak, dan Roger. Mereka terlihat sangat mudah dan indah saat melakukannya. Meluncur, lalu memukul, dan langsung bersiap untuk pukulan berikutnya adalah hal yang paling sulit saya lakukan,” ujar Blake.