Keinginan warga untuk berolahraga di ruang terbuka tak terbendung lagi. Salah satunya terlihat dari keramaian warga di sepanjang Jalan Sudirman-MH Thamrin dan di kawasan Gelora Bung Karno, Minggu (7/6/2020) pagi.
Keinginan warga untuk berolahraga di ruang terbuka tak terbendung lagi. Salah satunya terlihat dari keramaian warga di sepanjang Jalan Sudirman-MH Thamrin dan di kawasan Gelora Bung Karno, Minggu (7/6/2020) pagi. Amankah berolahraga di luar ruang untuk saat ini? Jangan lupakan peralatan penting jika memutuskan olahraga di ruang publik.
Dokter spesialis olahraga dari Slim and Health Sports Therapy, Michael Triangto, Minggu (7/6/2020), menjelaskan, orang yang merasa bosan dan ingin berolahraga di luar ruangan perlu memperhatikan beberapa hal. Pertama, olahraga harus dilakukan mandiri dengan menjaga jarak. Masker juga wajib dikenakan. ”Dengan begitu, kita tidak bisa dengan mudah berbicara dengan orang lain,” ujarnya.
Kedua, warga yang berolahraga di luar ruangan juga dapat menggunakan kacamata goggle seperti halnya sedang berenang. Kacamata dan masker melindungi mulut, hidung, dan mata yang menjadi akses masuk virus SARS-CoV-2. Setelah berolahraga, warga diimbau segera ke kamar mandi dan membersihkan seluruh badan. ”Jangan duduk di sofa, beristirahat, menggendong anak, atau melakukan kegiatan lain setelah berolahraga. Kita tidak pernah tahu ada droplet yang menempel di tubuh kita,” ujarnya.
Aman bersepeda
Bersepeda juga menjadi pilihan olahraga bagi sebagian kalangan di tengah pandemi Covid-19. Sembari mencari keringat, mengayuh pedal sepeda menjadi hiburan dan pelepas penat. Sebelum mulai mengayuh pedal, pastikan ada perlengkapan pencegah paparan droplet saat gowes. Perlengkapan itu berupa pakaian berlengan panjang, sarung tangan, masker, kacamata, dan penutup kepala (bandana/topi untuk pesepeda).
Jangan lupa menyediakan antiseptik pencuci tangan dan handuk kecil untuk mengelap keringat, membawa botol minum yang tertutup plastik dan peralatan makan sendiri, serta memilih masker berbahan kain yang tidak terlalu rapat dan mengganggu pernapasan. Selama pandemi dianjurkan bersepeda seorang diri. Jika berkelompok, sebaiknya dalam skala kecil, dua sampai lima orang. Saat gowes, hindari jalur ramai dan zona merah. Jangan lupa untuk selalu jaga jarak antarpesepeda minimal 4 meter.
Budi Santoso Wignyosukarto dari Gadjah Mada Gowes menyarankan agar mengenakan helm yang dilengkapi pelindung wajah supaya droplet tidak mengenai wajah. Menurut Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada itu, paparan droplet antar-pesepeda bisa terjadi dalam jarak 10 meter dengan kecepatan gowes 10 kilometer per jam.
”Droplet bisa kena walaupun jarak 10 meter. Artinya, tidak bergerombol, pilih rute aman yang tidak ramai, dan semakin tinggi kecepatan bersepeda, jarak antarpesepeda harus semakin jauh,” kata Budi. Pesepeda juga tidak dianjurkan singgah atau beristirahat di warung pinggir jalan karena orang sehat bisa saja menjadi perantara virus. Untuk itu, pesepeda perlu istirahat secukupnya atau tidak perlu terlalu lama.
Ketika beristirahat, sebaiknya segera mencuci tangan dengan sabun pada air mengalir atau menggunakan antiseptik. Kemudian membersihkan wajah dengan tisu atau handuk kecil. Jangan lupa untuk jaga jarak minimal 2 meter, mengenakan masker (kecuali saat minum dan makan), serta hindari berbagi bekal dengan orang lain, terutama minuman dalam botol.
Saat tiba di rumah, segera lepaskan semua perlengkapan bersepeda, seperti sepatu, sarung tangan, topi, dan masker. Hindari kontak fisik dengan penghuni rumah dan minimalkan menyentuh perabotan. Sebelum membersihkan diri, disinfeksi sepatu, helm, dan kacamata. Lalu rendam pakaian dan masker.
Michael Triangto menambahkan, masker tetap diperlukan ketika bersepeda di luar rumah. Selain untuk memperkecil risiko tertular virus korona, masker juga dapat mengendalikan kita dalam mengeluarkan tenaga. Mengapa demikian? Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa masker membuat kita agak sulit bernapas. Oleh karena itu, saat berolahraga berat tidak dianjurkan bermasker. ”Mengenakan masker saat bersepeda akan membuat kita menyesuaikan diri dengan kemampuan kita. Kalau dipaksakan, akan merasakan sesak,” ujarnya.
Michael mengatakan, pesepeda berisiko rendah ketika mengendarai sepeda statis di rumah. Orang yang menggenjot sepeda milik sendiri di ruang publik dan menghindari keramaian juga termasuk berisiko rendah. Risiko bagi pesepeda naik menjadi medium ketika berkendara sendiri atau bersama anggota keluarga ke tempat yang agak ramai. Dasar pembagian risiko, menurut dia, tetap mengacu pada jarak sosial dan fisik. Bersepeda bisa jadi berisiko tinggi bilamana kita bergabung dengan grup besar.
”Kalau saya simpulkan. Yang pertama, sepeda harus punya sendiri. Jangan sampai sepeda kita dipakai teman kemudian kita pakai lagi, karena itu mengubah risiko ringan menjadi risiko sedang. Bersama-sama main sepeda dengan anggota nonkeluarga, risiko jadi lebih besar. Bersepeda secara ramai-ramai seharusnya tidak boleh dulu,” katanya.
Menurut dia, ada tiga tujuan berolahraga, yakni untuk sehat, prestasi, dan rekreasi. Olahraga untuk kesehatan berintensitas ringan sampai sedang. Korelasi antara intensitas berolahraga dan kemungkinan mengalami infeksi ada pada tingkat average, low, dan high. Kalau tidak olahraga sama sekali, risiko terinfeksi berada di titik average.
Ketika berolahraga ringan sampai sedang, kemungkinan infeksi menjadi rendah karena latihan fisik kategori ini dapat meningkatkan imunitas tubuh. Namun, imunitas tubuh bisa berkurang lantaran aktivitas fisik yang terlalu berat. Oleh karena itu, lanjut dia, warga harus menentukan tujuan dari berolahraga.
Utamakan olahraga di rumah
Meski kita bisa melindungi diri dari ancaman virus selama berolahraga di luar ruangan, Michael tetap merekomendasikan warga berolahraga di rumah karena lebih ringkas. Ini sekaligus menghindari sejumlah protokol kesehatan yang cenderung merepotkan jika berolahraga di luar ruangan.
President of Indonesian Physiology Society Ermita Isfandiary Ibrahim Ilyas secara khusus menganjurkan kelompok usia rentan untuk berolahraga dan beraktivitas di dalam rumah. Jenis olahraga yang tetap bisa dilakukan di rumah misalnya senam, jalan kaki mengelilingi halaman, treadmill, atau bersepeda statis.
Ermita menilai, olahraga di rumah lebih leluasa tanpa memakai masker. Ia juga menganjurkan untuk menahan diri berolahraga di pusat kebugaran. ”Orang kalau nge-gym biasanya lupa diri karena sudah membayar. Latihannya jadi lama dan ketemu banyak orang,” ujarnya.
Ia menambahkan, bersepeda di kala pandemi baik untuk mengatasi kecemasan dan depresi. Bersepeda bisa dilakukan menggunakan sepeda statis di dalam rumah dan sepeda di luar rumah secara terbatas. ”Bagi kita yang bekerja dari rumah mungkin hanya duduk dari pagi sampai sore. Badan bisa capek. Jadi, kita harus imbangi dengan exercise, salah satunya bersepeda,” ujarnya.