Adaptasi Liga 1 di Era Normal Baru
Kompetisi sepak bola nasional, Liga 1 Indonesia, dipastikan akan digelar kembali Oktober mendatang. Diperlukan adaptasi berupa kepatuhan atas protokol kesehatan guna menjamin keberlangsungan Liga 1.
Setelah terhenti tiga bulan lamanya, kompetisi sepak bola papan atas nasional, Liga 1 Indonesia, akan bergulir kembali mulai Oktober mendatang, Namun, penyelenggaraannya tidak akan mudah karena menuntut konsistensi dan kedisiplinan para pihak mematuhi protokol pencegahan Covid-19 yang telah disusun.
Kepastian digelarnya kembali Liga 1 mulai Oktober 2020 itu disampaikan langsung oleh Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan melalui keterangan pers, Minggu (28/6/2020). Hal itu dikuatkan lewat Surat Keputusan Ketua Umum PSSI No 53/VI/2020 tentang kelanjutan kompetisi dalam keadaan luar biasa pada tahun 2020.
”Kompetisi Liga 1, Liga 2, dan Liga 3 akan dimulai pada Oktober 2020 dengan memperhatikan ketentuan protokol kesehatan Covid-19 yang ditetapkan pemerintah,” ungkapnya.
Untuk mewujudkan rencana itu, PSSI telah berkoordinasi dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga, klub-klub, asosiasi pemain dan pelatih. PSSI mengklaim berbagai pihak setuju menggelar kembali kompetisi sepak bola pada Oktober.
Sepak bola adalah (alat) kampanye yang baik ke dunia luar.(Mochamad Iriawan)
Iriawan menjelaskan, digelarnya kembali kompetisi sepak bola diharapkan bisa membantu pemerintah melakukan kampanye bahwa Indonesia mulai beradaptasi dan belajar dengan situasi normal baru. ”Sepak bola adalah (alat) kampanye yang baik ke dunia luar,” ujarnya.
Sepak bola, sebagai alat kampanye pemulihan dari pandemi Covid-19, sebelumnya telah dilakukan di Korea Selatan dan Jerman. Kedua negara itu telah menggulirkan kembali liga sepak bola elite mereka, tanpa penonton, sejak Mei lalu.
Langkah itu lantas diikuti liga-liga top dunia lainnya, seperti Liga Inggris, Liga Spanyol, dan Liga Italia, pada Juni ini. Geliat serupa mulai terlihat di Asia Tenggara. Dua negara tetangga, Thailand dan Malaysia, berencana menggelar kembali liga-liga sepak bola mereka mulai September mendatang.
Langkah paling berani bahkan dilakukan Vietnam. Mereka nekat menggelar kembali V-League dengan penonton mulai 5 Juni lalu. Keberanian itu tidak terlepas keberhasilan negara tersebut meredam wabah Covid-19. Tercatat hanya 355 kasus positif Covid-19 di negara eks komunis itu tanpa satu pun kematian.
Kehilangan Rp 3 triliun
Selain alat kampanye untuk menunjukkan geliat kebangkitan negara dari pandemi, upaya menggelar kembali kompetisi sepak bola didasari pertimbangan ekonomi. Jika kompetisi tidak bergulir, banyak orang kehilangan mata pencariannya.
Mengacu penelitian Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, negara ini kehilangan Rp 2,7 triliun-Rp 3 triliun dari potensi perputaran roda ekonomi jika kompetisi sepak bola tidak bisa bergulir tahun ini.
”Perlu dicatat, dampak dari kompetisi itu bukan hanya di ekonomi, melainkan juga dampak sosialnya. Bergulirnya liga bisa memberikan dampak sosial positif, termasuk kesehatan, bagi anak-anak muda,” ujar Kepala Kajian Iklim Usaha dan Rantai Nilai Global LPEM UI Mohamad Dian Revindo ketika menemui Iriawan dan jajarannya, seperti dikutip dari laman resmi PSSI, Jumat lalu.
Vakumnya kompetisi sepak bola terbukti telah memberikan kerugian besar bagi banyak pihak. Hal itu setidaknya terjadi pada 2015-2016, saat PSSI dibekukan FIFA akibat konflik dengan pemerintah. Saat itu, banyak insan sepak bola yang menganggur dan terpaksa kerja serabutan atau bermain tarkam demi bertahan hidup.
Posisi serta kualitas tim nasional pun anjlok. Indonesia sempat turun ke peringkat ke-180 dunia dalam daftar FIFA. Kini, Indonesia bercokol di peringkat ke-173 dunia. ”Pengalaman buruk itu jangan sampai terulang,” ungkap Iriawan.
Maka, selain menggeliatkan kembali ekonomi di sepak bola, kompetisi sangat penting untuk mengasah para pemain, khususnya mereka yang akan tampil di Piala Dunia U-20 di Tanah Air pada 2021. ”Jadi, kompetisi ini penting untuk kepentingan pemain timnas ke depan,” ujar Iwan Bule, sapaan akrab Iriawan.
Pisau bermata dua
Namun, digelarnya kembali kompetisi sepak bola bisa menjadi pisau bermata dua. Jika tidak dipersiapkan dengan baik, Liga 1 dan liga-liga turunannya justru bisa menjadi episentrum baru penularan masif Covid-19.
Kasus penularan di Liga Belarus dan tertularnya petenis putra nomor satu dunia, Novak Djokovic, dan sejumlah rekannya ketika mengikuti turnamen Adria Tour, pekan lalu, menjadi beberapa contoh. Risiko tinggi itulah yang diingatkan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dalam pertemuan dengan Kemenpora dan sejumlah pelaku industri olahraga nasional, Kamis lalu.
Dalam pertemuan itu, Deputi Badan Nasional Penanggulangan Bencana Bernadus Wisnu Widjaja yang mewakili Ketua Gugus Tugas Covid-19 meminta para pihak berhati-hati melakukan kegiatan olahraga di tengah pandemi yang belum berakhir. Salah satu hal yang paling dikhawatirkan adalah ketidakdisiplinan menjalani protokol kesehatan.
Untuk itu, Wisnu menekankan pentingnya koordinasi dengan Gugus Tugas atau otoritas terkait lainnya dalam menggelar kembali kegiatan olahraga, terutama yang berisiko tinggi, seperti liga bola basket dan sepak bola. Kegiatan-kegiatan itu diharapkan tidak digelar di zona yang masih mengkhawatirkan.
”Tidak tertutup kemungkinan event (olahraga) yang semula direncanakan akan berlangsung atau sudah digelar tiba-tiba diminta dihentikan kelanjutannya jika ditemui ada kasus positif, ODP (orang dalam pemantauan) atau PDP (pasien dalam pengawasan). Intinya agar event itu tidak menjadi kluster (penularan) baru,” tuturnya.
Untuk meminimalkan risiko penularan Covid-19, Wisnu menyarankan perlunya tes polymerase chain reaction (PCR) rutin bagi setiap pemain dan ofisial dalam kegiatan olahraga yang peluang kontak tubuhnya tinggi, seperti basket, bela diri, dan sepak bola. Sekretaris Kemenpora Gatot S Dewa Broto berkata, kewajiban melakukan dan mengawasi tes itu ada pada setiap induk cabang olahraga.
”Kami hanya memfasilitasi tes cepat atau PCR untuk kegiatan pelatnas,” kata Gatot.
Dalam rancangan protokol kesehatan yang disusun PSSI, tes Covid-19 itu telah diatur dan wajib dilakukan rutin. Untuk bisa tampil, pemain, ofisial tim, dan para perangkat wasit wajib menunjukkan surat bebas dari Covid-19 atau hasil tes negatif.
Namun, tes dimaksud hanya tes cepat (rapid test), bukan PCR. Tes cepat dinilai lebih murah dan mudah dijangkau klub. Biayanya hanya sepersepuluh dari tes PCR. Soal biaya ini memang bisa menjadi masalah bagi klub. Sebagai gambaran, untuk satu kali tes cepat, tim yang berjumlah 35 orang membutuhkan Rp 10,5 juta.
Biaya membengkak
Padahal, dalam protokol kesehatan yang disusun PSSI, tes itu wajib dilakukan minimal setiap 7-10 hari sekali, belum termasuk saat hendak menghadapi laga. Jika wajib melakukan tes PCR, biayanya bakal lebih membengkak, yaitu menjadi Rp 63 juta per sekali tes.
Tantangan bagi klub, dalam hal pembiayaan, kian sulit jika Liga 1 berjalan sesuai rencana awal, yaitu tanpa penonton guna meminimalkan risiko penularan Covid-19. Padahal, selama ini mayoritas klub di Tanah Air masih menggantungkan pemasukan dari tiket penonton.
Adapun protokol kesehatan di olahraga, yang disusun Kemenpora maupun Kementerian Kesehatan, memungkinkan adanya penonton dengan pembatasan, seperti mayoritas 30 persen dari kapasitas stadion. Namun, PSSI belum membahas jauh opsi soal penonton itu.
”Hingga saat ini kami masih berencana Liga 1 akan dilanjutkan tanpa penonton,” kata Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal PSSI Yunus Nusi.
Terlepas dari masalah yang belum tuntas, seperti kewajiban tes PCR dan kehadiran penonton, klub-klub menyambut positif rencana dilanjutkannya Liga 1 musim 2020. Manajer Persita Tangerang I Nyoman Suryanthara berharap PSSI segera mengumumkan detail format kompetisi di tengah normal baru, termasuk protokol kesehatan bagi pemain dan pelatih.
”Semakin cepat aturan dan protokol kesehatan itu dikeluarkan kian baik. Klub akan terbantu mempersiapkan kembali tim sebelum kompetisi bergulir kembali,” kata Nyoman.
Bek sayap Persija Jakarta, Tony Sucipto, bahkan masih rutin berlatih fisik untuk menjaga kebugaran di tengah libur kompetisi. Dengan demikian, ia siap jika Liga 1 bergulir kembali.
”SKEP (Ketua Umum PSSI) Nomor 53/VI/2020 menjadi landasan kami dalam menentukan langkah-langkah berikutnya (termasuk jadwal),” ujar Akhmad Hadian Lukita, Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru selaku operator Liga 1.(JON)