AS Roma kian terpuruk. Dalam dua laga terakhir, mereka selalu kalah 0-2. Situasi ini tidak terlepas dari masalah cedera pemain pilar dan prahara di internal manajemen tim berjuluk ”Serigala Ibu Kota” itu.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·6 menit baca
ROMA, JUMAT — Setelah menang 2-1 atas Sampdoria dalam laga kandang, Kamis (25/6/2020), performa AS Roma terus merosot. Puncaknya, mereka mengalami dua kekalahan dalam dua laga terakhir, yakni 0-2 dari AC Milan dalam laga tandang, Minggu (28/6/2020), dan 0-2 dari Udinese dalam laga kandang, Jumat (3/7/2020). Penampilan buruk tim berjuluk ”Serigala Ibu Kota” itu tak lepas dari kondisi ruang ganti yang memanas.
Di tengah upaya mengejar tiket ke Liga Champions Eropa musim depan, penampilan AS Roma justru tak menjanjikan. Setelah kalah 0-2 dari AC Milan dalam laga tandang lima hari lalu, klub berjersei merah marun-oranye itu justru tak mampu bangkit ketika menjamu Udinese dalam laga kandang pekan ke-29 Serie A, Jumat dini hari.
Bermain di rumah sendiri, AS Roma justru terjungkal 0-2 oleh tamunya itu. Walau mampu mendominasi permainan, lagi-lagi penyerang Roma tumpul. Sebaliknya, para pemain belakang mereka rapuh dan mudah ditembus. Terbukti, lewat skema serangan balik, Udinese mampu mencuri dua gol, yakni lewat penyerang Kevin Lasagna pada menit ke-12 dan penyerang pengganti, Ilija Nestorovski, pada menit ke-78.
Hasil itu membuat AS Roma terus tertahan di peringkat kelima dengan 48 poin dari 29 laga. Mereka tertinggal 12 poin dari Atalanta di peringkat keempat dengan 60 poin dari 29 laga. Saat ini, klub asal kota Bergamo itu semakin superior. Dari empat laga setelah Serie A dimulai lagi per 20 Juni, mereka menyapu bersih laga dengan kemenangan, yakni 4-1 atas Sassuolo (Senin, 22/6), 3-2 atas Lazio (25/6), 3-2 atas Udinese (29/6), dan 2-0 atas Napoli (3/7).
Melihat Serie A musim ini, yang hanya menyisakan sembilan laga dan performa kompetitor, seperti Atalanta, yang stabil di jalur kemenangan, langkah AS Roma ke Liga Champions musim depan pun kian berat. Adapun peringkat keempat adalah jatah terakhir klub Serie A untuk ke Liga Champions.
Liga sepak bola kasta tertinggi Italia itu mendapat empat tiket Liga Champions, yakni untuk tim peringkat pertama hingga keempat di setiap akhir musim kompetisi. Sementara itu, tim peringkat kelima dan keenam, serta juara Piala Italia, mendapat jatah ke Liga Europa.
Faktor cedera
Pelatih AS Roma Paulo Fonseca dikutip Football-Italia, Kamis (2/7/2020), berdalih, performa buruk AS Roma akhir-akhir ini karena banyaknya pemain utama yang cedera ataupun tidak bugar untuk bermain. Setidaknya, sejak Serie A musim ini dimulai kembali, mereka kehilangan penjaga gawang utama, Pau Lopez, yang cedera pergelangan tangan dan gelandang muda Nicolo Zaniolo yang belum pulih dari cedera lutut.
Saat menjamu Udinese, AS Roma pun tidak bisa menurunkan sejumlah pemain kunci sejak menit awal, seperti penyerang sekaligus kapten tim Edin Dzeko dan gelandang Henrikh Mkhitaryan. Kedua pemain tersebut tidak bugar 100 persen sehingga hanya masuk sebagai pemain pengganti di babak kedua laga tersebut.
Sejak awal laga, kami harus menjalani laga dengan sulit karena banyak pemain inti yang tidak bisa bermain. (Paulo Fonseca)
Situasi semakin parah ketika AS Roma harus kebobolan cepat pada menit ke-12 dan kapten tim dalam laga itu, Diego Perotti, mendapatkan kartu merah pada menit ke-29. ”Sejak awal laga, kami harus menjalani laga dengan sulit karena banyak pemain inti yang tidak bisa bermain. Setelah kebobolan dan kartu merah tersebut, semuanya menjadi lebih sulit,” ujar Fonseca.
Terlepas dari semua alasan itu, Fonseca menyadari, dirinya akan mendapatkan banyak kritik ketika timnya gagal menang di tengah upaya mengejar tiket ke Liga Champions musim depan. Untuk itu, dia siap menjadi orang yang bertanggung jawab menghadapi situasi ini.
Pelatih asal Portugal itu berkomitmen akan segera membenahi kondisi yang tak kondusif tersebut. Dia akan mencari solusi agar AS Roma bisa kembali ke jalur kemenangan. Baginya, musim ini belum berakhir dan segala kemungkinan masih bisa terjadi, termasuk peluang AS Roma masuk ke zona Liga Champions musim depan.
”Situasi saat ini memang sulit. Namun, saya akan berusaha untuk mengubah situasi ini. Musim ini belum berakhir sampai di sini. Kami semua akan terus berjuang sampai akhir (mengejar tiket Liga Champions). Saya yakin dengan kapasitas semua pemain yang ada,” kata mantan pelatih Shakhtar Donetsk itu.
Tak harmonis
Buruknya performa AS Roma akhir-akhir ini boleh jadi karena kondisi ruang ganti pemain yang tak harmonis. Sebelum Serie A musim ini dimulai kembali, terjadi konflik internal di tubuh klub yang bermarkas di Stadion Olimpico, Roma, tersebut.
Konflik ini salah satunya terlihat ketika manajemen AS Roma memberhentikan secara tiba-tiba Direktur Olahraga Gianluca Petrachi per 18 Juni lalu. Fungsi dan tugasnya pun digantikan sementara oleh CEO Guido Fienga.
Menurut laporan La Gazzetta dello Sport dan Sky Sport Italia, pemecatan itu merupakan akibat dari pertengkaran antara Petrachi dan Presiden AS Roma James Pallotta. Sudah menjadi rahasia umum, sejak tiba di Roma pada musim panas lalu, Petrachi adalah sosok sentral yang ngotot mempertahankan sejumlah pemain inti klub, antara lain Dzeko yang nyaris pindah ke Inter Milan.
Mantan Direktur Olahraga Torino itu pula yang menambal sejumlah titik lemah klub dengan strategi transfer briliannya, antara lain meminjam bek Manchester United, Chris Smalling, yang menjadi banteng tangguh AS Roma musim ini. Jelang musim baru ini, Petrachi berencana mempertahankan pemain-pemain inti yang ada, antara lain gelandang asli Roma, Lorenzo Pellegrini, dan pemain berbakat Zaniolo.
Namun, kabar yang berembus, Pallotta berencana menjual Pellegrini dan Zaniolo di mana kedua pemain itu sedang dalam puncak harga dan diminati banyak tim besar. Kondisi itu memicu adu argumen antara Petrachi dan Pallotta.
Bak supermarket
Pemecatan Petrachi pun mendapatkan respons negatif dari para pendukung garis keras AS Roma. Para pendukung yang sering disebut Ultras Roma itu menuding Pallotta hanya menjadikan klub sebagai supermarket pemain.
Tudingan itu sangat beralasan. Sejak beralih kepemilikan dari keluarga Franco Sensi ke investor Amerika Serikat, AS Roma menjelma sebagai tempat jual-beli pemain.
Dampaknya, keuntungan klub memang meningkat, tetapi prestasi nihil. Terbukti, terakhir kali AS Roma merasakan gelar juara adalah saat merengkuh Piala Italia musim 2007-2008. Saat itu, Roma di bawah kendali anak Franco Sensi, Rosella Sensi, bukan tim mapan. Namun, mereka bisa meraih prestasi dengan strategi mempertahankan mayoritas pemain inti dan memperkuat tim dengan beberapa pemain baru yang didatangkan gratis.
Ketidakharmonisan ruang ganti AS Roma itu pula yang membuat dua ikon terbesar klub pergi. Gelandang sekaligus kapten AS Roma musim lalu, Daniele De Rossi, memilih tidak mengambil kesempatan sebagai staf dalam manajemen Roma setelah kontraknya tidak diperpanjang. Dia pun pergi meninggalkan Roma dan bergabung dengan klub Argentina, Boca Juniors, pada musim panas 2019.
Tak lama kemudian, mantan kapten AS Roma, Francesco Totti, mundur dari jabatannya sebagai salah satu direktur klub yang dijalaninya sejak musim panas 2017. Bagi Totti, manajemen AS Roma tidak memiliki arah transfer pemain yang jelas. Mereka pun tidak bisa menghargai pemain yang berdedikasi, seperti De Rossi.
Untuk itu, Totti berulang kali berucap tidak akan pernah lagi kembali ke AS Roma kalau jajaran manajemen saat ini belum berganti, terutama selama masih ada Pallotta.
”Selama situasi ini tidak berubah, saya tidak akan pernah lagi menginjakkan kaki di Trigoria (kamp pelatihan AS Roma). Bahkan, setiap mengantar Cristian (anaknya) berlatih di Trigoria, saya hanya mengantar sebatas di pagar luar. Terkadang saya ingin menangis karena kondisi ini,” ujar Totti ketika berbincang dengan Luca Toni di Instagram Live beberapa waktu lalu.