Tour de France di masa pandemi ini kehilangan atmosfer karnaval. Namun, perjuangan dan drama dalam balap sepeda ikonik ini tetap bisa dinikmati melalui siaran langsung televisi serta perangkat digital berbasis internet.
Oleh
AGUNG SETYAHADI
·4 menit baca
NICE, MINGGU — Tour de France memiliki karakter unik yang jauh berbeda dengan ajang elite lain, seperti tenis Roland Garros ataupun Piala Dunia sepak bola. Di ajang balap sepeda terbesar dan terberat itu ada kedekatan antara penonton dan para pahlawannya yang sedang berjuang mengayuh pedal. Bahkan, para pencinta balap sepeda bisa menyentuh idolanya dan mendukung langsung dari jarak yang intim.
Tour de France memang sangat unik di era industri olahraga modern. Ini adalah perpaduan antara olahraga prestasi dan festival jalanan sepanjang 3.470 kilometer. Rute yang menakjubkan dari kota-kota bersejarah dengan bangunan kuno hingga melewati perkampungan dan pegunungan dengan lanskap memukau. Tour de France pun menjadi magnet bagi para penikmat balap sepeda untuk melakukan perjalanan ke tempat-tempat terpencil di Perancis.
Setiap tahun ada 10 juta-12 juta penonton yang menyaksikan langsung Tour de France. Mereka tersebar dari lokasi start dan finis di setiap etape hingga di tepi jalan, khususnya pada jalur pendakian. Pegunungan menjadi favorit karena pebalap melaju dalam kecepatan yang lambat dan terpisah-pisah. Ini membuka peluang untuk mengambil foto bersama pebalap idola, juga memberi dukungan semangat. Sementara trek datar kurang diminati karena pebalap melaju sangat kencang. Bahkan, peloton bisa menghilang dari pandangan dalam waktu kurang dari satu menit.
Euforia para penikmat balap sepeda itu juga memberi suntikan semangat bagi para pebalap. Namun, atmosfer itu nyaris hilang pada balapan di masa pandemi ini. ”Ini masih tetap Tour, tetapi tanpa euforia yang dihadirkan oleh penonton,” ujar Benoit Cosnefroy, pebalap AG2R La Mondiale, kepada New York Times.
Tour de France edisi ke-107 ini memang masih boleh disaksikan oleh penonton dengan jumlah sangat terbatas. Awalnya, di area start dan finis, maksimal ada 5.000 penonton. Namun, kemudian jumlah itu dikurangi hingga menjadi maksimal 1.000 orang pada etape pertama di Nice, Sabtu, karena peningkatan kasus positif Covid-19 di kota pantai itu. Penonton juga wajib mengenakan masker, menjaga jarak, serta dilarang keras berfoto bersama dan meminta tanda tangan para pebalap.
Pada dua etape awal Tour de France, Minggu (30/8/2020), penonton balapan memang sangat sedikit, baik di lokasi start dan finis maupun di titik-titik tanjakan. Namun, situasi bisa berubah karena biasanya para penggemar fanatik balap sepeda menanti hingga pekan ketiga untuk menyaksikan serunya pertarungan di etape-etape keras yang penuh tanjakan terjal dan panjang.
”Ada sesuatu yang epik terkait Tour, dan bisa diakses oleh semua orang, yang membuat ini sangat unik,” ujar Philippe Gaboriau, sosiolog yang menulis buku tentang Le Tour.
Kekuatan Tour de France yang ada pada para pebalap dan kehadiran penonton itu membuat banyak kota ingin menjadi tuan rumah start ataupun finis. Namun, untuk mendapatkan hak prestisius itu tidak mudah, juga tidak murah. Sejumlah kota harus menunggu bertahun-tahun untuk bisa menghadirkan atmosfer Tour.
”Kami tidak akan pernah menjadi tuan rumah Olimpiade, atau Piala Dunia, tetapi kami akan menjadi tuan rumah Tour de France, ada pandemi ataupun tidak,” ujar Guy Saillard, Wali Kota Champagnole. Champagnole adalah kota di mana pebalap dijadwalkan tiba pada etape ke-19. Saillard telah mengeluarkan ribuan euro untuk memperbaiki jalan-jalan utama menjelang balapan.
Menjadi tuan rumah Tour bisa memopulerkan wilayah tersebut untuk menaikkan pariwisata. Namun, dengan balapan musim ini yang mundur dari jadwal tradisional Juni-Juli menjadi Agustus-September, serta di masa pandemi, wisatawan tidak akan melimpah, bahkan mungkin tidak ada. Saat ini, perjalanan antarnegara, bahkan antarkota, masih sangat sulit. Selain itu, masa liburan musim panas juga sudah berakhir.
Penyelenggara Tour de France, Amaury Sport Organisation (ASO), juga menganjurkan para penggemar balap sepeda menyaksikan balapan dari rumah. Ini jauh lebih aman dan membantu para pebalap tetap bisa fokus pada balapan. Saat ini, para pebalap berada dalam ”gelembung”, tetapi khawatir keberadaan penonton di sepanjang rute bisa meningkatkan risiko terpapar virus korona tipe baru.
Kekhawatiran semakin besar karena jika ada tim yang dua pebalapnya atau anggota stafnya positif Covid-19, seluruh tim itu akan dikeluarkan dari balapan. Ini risiko besar yang bisa merusak mimpi para pebalap meraih gelar di Tour de France.
Imbauan menonton dari rumah itu difasilitasi oleh ASO dengan menghadirkan tayangan daring yang lengkap dengan data, analisis, dan sejumlah konten interaktif. Layanan itu disediakan oleh rekanan NTT yang telah membangun basis digital Tour de France dalam beberapa tahun terakhir.
Tren penonton bergeser ke digital mulai terlihat dari etape pertama ketika jumlah pemirsa FranceTelevisions meningkat, dengan rata-rata 3,18 juta pemirsa di televisi dan 30 persen market shares. Ini angka tertinggi untuk satu etape setelah grand depart di Corsica pada 2013 dengan 3,45 juta pemirsa dan market shares 32,8 persen. Jumlah penonton terbanyak dicapai saat finis dengan 4,37 juta pemirsa dan 35,7 persen market shares. Selain itu, laman resmi www.letour.fr juga mencatat kenaikan jumlah pengunjung unik dengan 28,9 persen lebih banyak dibandingkan etape pertama musim lalu.
Tayangan langsung setiap etape Tour de France ini tetap mampu menghadirkan atmosfer perjuangan para pebalap, juga panorama alam di sepanjang rute yang memesona. Peliputan dari udara menggunakan helikopter juga menambah gereget ajang kelas dunia ini. Kota-kota atau desa-desa kuno memancarkan aura magisnya dilihat dari ketinggian. Tour de France pun tetap terasa dekat di hati meskipun hanya bisa disaksikan dari layar televisi ataupun perangkat digital berbasis internet.