Musibah acapkali menghadirkan hikmah. Kalimat keniscayaan inilah yang kini terpatri pada diri pasukan tim nasional sepak bola Indonesia U-19 yang sempat dipukul pandemi dan kini tengah menempa diri di Kroasia.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·4 menit baca
Bayangan tahun yang sibuk, penuh sorotan media, dan tabungan yang menumpuk, mendadak buyar dari benak para pemain tim ”Garuda Muda”, seperti David Maulana, menyusul hadirnya bencana pandemi Covid-19 sejak awal tahun ini.
Seluruh pemain pun sempat menganggur akibat dihentikannya kompetisi sepak bola nasional, seperti Liga 1 dan Liga 2 Indonesia, sejak Maret lalu. Situasi sulit ini memaksa sejumlah pemain dan staf pelatih hanya menerima separuh gaji dari nilai kontrak awal di klubnya masing-masing.
Harapan lantas muncul ketika mereka dipanggil dan dikumpulkan di Jakarta untuk menjalani pemusatan latihan di Senayan, akhir Juli lalu. Namun, bayangan untuk kembali menyentuh rumput hijau kembali harus ditunda.
Para pemain, berikut Pelatih Timnas Indonesia Shin Tae-yong yang baru datang dari Korea Selatan, harus diisolasi dan menjalani karantina mandiri selama dua pekan di hotel di Jakarta.
Selama di hotel, mereka dilarang keluar. Aktivitas pun hanya makan, tidur, melakukan tes usap Covid-19 secara berkala, dan melakukan latihan kebugaran ringan. Nyaris tiada kegiatan fisik lain.
Situasi tak lazim itu menjadi tantangan bagi sejumlah pemain Garuda Muda yang sebelum pandemi menjalani ritme aktivitas tinggi. Tak pelak, ketika karantina berakhir dan mereka mulai berlatih, dua pemain, yaitu Serdy Ephy Fano dan Ahmad Afhridrizal, masih terbawa suasana santai selama karantina.
Mereka telat hadir pada latihan, Agustus lalu, karena bangun kesiangan. Tanpa ampun, Shin mencoret mereka dari daftar skuad. ”Timnas (U-19) Indonesia dibiayai negara. Saya tidak butuh pemain yang tidak bisa tampil maksimal ketika berlatih dan bermain,” ungkap Shin dingin, akhir Agustus lalu.
Kedisplinan
Shin, seperti umumnya pelatih asal Korsel, memang dikenal sangat disiplin. Mantan pelatih timnas Korsel di Piala Dunia Rusia 2018 itu mengutamakan hal paling mendasar, yaitu etos kerja dan sikap mental.
”Perubahan harus dimulai dari hal-hal kecil. Jika sudah terbiasa benar perilakunya, dengan sendirinya mereka akan menjadi pemain bagus,” tukasnya dalam wawancara eksklusif, Januari 2020 lalu.
Hadirnya pandemi secara tidak langsung telah ”membantu” Shin memilah para pemain yang menurutnya punya karakter dan nilai-nilai diri sesuai yang diinginkannya.
Pandemi menuntut kedisplinan pada diri atlet, seperti menjaga pola makan dan nutrisi sehat, menjaga jarak serta kebugaran tubuh. Setiap kali seusai berlatih dan kembali ke hotel misalnya, mereka diwajibkan membersihkan diri. Setiap peralatan pun disemprot disinfektan pembunuh virus.
”Kami ingin memastikan seluruh pemain dan staf kepelatihan dalam kondisi yang sehat saat melaksanakan program latihan,” kata Syarif Alwi, dokter timnas Indonesia.
Asisten Pelatih timnas U-19, Nova Arianto, berkata, Shin memerintahkan seluruh pemain meningkatkan asupan protein tinggi, seperti daging, susu, dan telur. Makanan berminyak dilarang keras. ”Seluruh pemain telah diberikan menu makanan masing-masing,” ujar David yang menjadi salah satu andalan timnas U-19.
Latihan di Kroasia berjalan keras, sampai ada pemain yang pingsan.(Mochamad Iriawan)
Kebiasaan disiplin, termasuk soal makan, itu penting untuk menjalankan permainan intensitas tinggi ala Shin. ”Nasi tidak dilarang, tetapi dikurangi maksimal sekali sehari. Makanan mengandung kaya protein menjadi menu utama para pemain,” kata Nova.
Namun, kebiasaan baru itu tidak mudah dicerna para pemain. Sebagian dari mereka pun mengalami kelelahan hebat. Hal ini terutama terlihat ketika Garuda Muda menjalani pemusatan latihan di Kroasia, Eropa, mulai 30 Agustus lalu.
Pemain pingsan
Aktivitas fisik mereka digenjot, hingga dua kali lipat dari sebelumnya, selama berlatih di Sven Martin na Muri, desa sunyi berpenduduk sekitar 2.600 orang di utara Krosia. ”Latihan di Kroasia berjalan keras, sampai ada pemain yang pingsan,” ungkap Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan seperti dikutip dari laman PSSI.
Tak heran, dalam uji coba pertama di Kroasia, yaitu melawan tim muda Bulgaria, Sabtu lalu, Garuda Muda terkapar, 0-3. Seluruh gol terjadi pada 12 menit terakhir laga itu.
”Sejak awal, kami tidak akan mempermasalahkan kekalahan berapa pun di laga uji coba ini. Tim ini masih berproses setelah menjalani latihan dengan intensitas tinggi,” ujar Shin.
M Adi Satryo, kiper timnas U-19 yang kebobolan tiga gol di laga itu, mengakui, latihan di Kroasia jauh lebih berat ketimbang di Jakarta. Namun, ia tetap mencoba menikmatinya.
Di sana, mereka setidaknya bisa terlepas dari hiruk-pikuk Jakarta dan ancaman tertular virus korona baru, mengingat penyebaran Covid-19 di Tanah Air terus meningkat.
”(Pemusatan) latihan ini adalah momen luar biasa bagi saya. Maka, saya berupaya maksimal menjalani seluruh menu latihan dari pelatih. Kami juga terus membiasakan diri untuk lebih disiplin mematuhi protokol kesehatan dan menjaga kebersihan diri,” tukas Adi kemudian.
Setelah menghadapi Bulgaria, Garuda Muda juga akan menghadapi lawan-lawan bereputasi besar lainnya, seperti Kroasia dan Arab Saudi. Semua laga uji coba dan latihan di Eropa ini diharapkan bisa menjadi modal besar Garuda Muda menghadapi Piala Dunia U-20 2021 yang akan digelar di Tanah Air, Mei-Juni mendatang.
PSSI menargetkan Indonesia minimal lolos dari penyisihan grup di turnamen sepak bola muda akbar itu. Target ini sangat ambisius mengingat kali terakhir tampil di turnamen itu pada 1979, Indonesia selalu kalah dan menjadi bulan-bulanan lawan, salah satunya Diego Maradona dari Argentina.
”Saya ingin para pemain kita berjuang sungguh-sungguh demi lambang Garuda di dada," ujar Iriawan kemudian.(JON)