Naomi Osaka, Bertanding dan Juara untuk Orang Lain
Naomi Osaka mewakili setiap nama yang tertera dalam masker hitam yang dia kenakan setiap memasuki dan meninggalkan stadion. Nama-nama itu adalah korban kekerasan rasial oleh polisi AS.
Dua pekan di Flushing Meadows, New York, untuk mengikuti Grand Slam Amerika Serikat Terbuka pada masa pandemi Covid-19, Naomi Osaka bermain bukan hanya untuk diri sendiri. Petenis Jepang itu tampil mewakili setiap nama yang tertera dalam masker hitam yang dia kenakan setiap memasuki dan meninggalkan stadion.
Tujuh masker dengan tujuh nama berbeda akhirnya bisa dikenakan dalam tujuh babak. Hal itu menjadi harapan yang diungkapkan setelah melewati babak pertama, dua pekan lalu. Ketujuh nama itu mewakili tujuh warga kulit hitam yang menjadi korban kekerasan rasial oleh polisi di AS.
Saat melangkah menuju lapangan di Stadion Arthur Ashe, Pusat Tenis Nasional Billie Jean King, Sabtu (12/9/2020) sore waktu setempat atau Minggu dini hari WIB, Osaka mengenakan masker bertuliskan Tamir Rice. Rice adalah bocah laki-laki berusia 12 tahun yang tewas akibat tembakan polisi di Cleveland, Ohio, pada 2014. Nama lain pada maskernya, antara lain, George Floyd dan Breonna Taylor.
“Saat melangkah ke lapangan, sambil mengenakan masker tersebut, membuat saya lebih kuat. Saya memiliki motivasi tambahan untuk menang. Ada keinginan agar saya bisa memperlihatkan semua masker (nama) hingga banyak orang peduli,” ujar Osaka setelah mengalahkan Victoria Azarenka, 1-6, 6-3, 6-3, di final.
Baca juga: Rekor Sempurna Naomi Osaka
Dalam perjumpaan dengan pers yang digelar melalui konferensi video, karena turnamen tak mendatangkan penonton dan media, Osaka mengungkapkan keinginannya untuk bertemu keluarga korban.
Dikenal sebagai petenis yang lugu dalam bertutur, Osaka sebenarnya memiliki jiwa pemberani, di dalam dan luar lapangan. Tiga gelar Grand Slam, dari tiga final, didapat setelah mengalahkan juara-juara Grand Slam yang lebih berpengalaman.
Gelar yang didapat setelah mengalahkan Azarenka (juara Australia Terbuka 2012 dan 2013) adalah gelar yang sama yang didapat pada 2018. Trofi pertama Osaka pada kompetisi tenis berlevel tertinggi, dua tahun lalu, didapat setelah mengalahkan salah satu pemain putri terbaik sepanjang sejarah tenis yang juga idolanya, Serena Williams.
Pada awal musim 2019, trofi juara ditambahnya dari Australia Terbuka setelah menaklukkan Petra Kvitova di final. Petenis Ceko itu adalah juara Wimbledon 2011 dan 2014. Meski baru berusia 22 tahun, Osaka membuktikan bahwa dia tak mudah diintimidasi oleh siapa pun, di panggung besar sekali pun.
Dengan tiga gelar Grand Slam pada usia 22 tahun, namanya sejajar dengan Justine Henin dan Maria Sharapova yang juga memiliki tiga trofi Grand Slam pada usia yang sama. Dalam perjalannya, Henin yang aktif pada 1999-2011 mengumpulkan tujuh gelar Grand Slam, sedangkan Sharapova dengan lima gelar. “Saya tidak pernah melawan seseorang yang, kemudian, mengalahkan saya ketika saya berusaha keras,” kata Osaka.
Mantan petenis AS, Mary Joe Fernandez, mengatakan, pola pikir tersebut mengingatkannya pada pola pikir juara yang selalu dimiliki Roger Federer dan John McEnroe, bukan pola pikir seseorang yang pemalu.
Di luar lapangan, Osaka adalah sosok yang berani bersuara. Setelah mengawali musim kompetisi 2020 dengan hasil yang kurang baik—tersingkir pada babak ketiga Australia Terbuka—Osaka, seperti petenis lain di seluruh dunia, menepi dari kompetisi karena pandemi Covid-19. Turnamen tenis di semua level dihentikan sejak Maret.
Pada masa itu, seiring maraknya aksi menentang kekerasan pada warga kulit hitam di AS, Osaka menjadi aktivis sosial. Dia turut menyuarakan pendapatnya dalam unjuk rasa di Minneapolis.
Dia juga banyak membaca buku bertema sejarah Haiti, dan buku-buku sosial yang diberikan kekasihnya yang merupakan penyanyi rap, YBN Cordae. Lahir di Osaka, Jepang, dan mewakili Jepang dalam tenis, Osaka memiliki ibu warga Jepang, Tamaki Osaka, dan ayah Leonard Francois asal dari Haiti.
Sebelum menjadi petenis seperti sekarang, saya adalah anak kulit hitam biasa
Maka, Osaka pun memiliki alasan kuat untuk menuntut keadilan terhadap warga kulit hitam. “Sebelum menjadi petenis seperti sekarang, saya adalah anak kulit hitam biasa,” kata Osaka yang tumbuh dan mengembangkan bakatnya sebagai petenis di AS.
Aktivitas sosial pada masa lima bulan tanpa turnamen dilakukan di tengah latihan. Bersama Wim Fisette (mantan pelatih Azarenka, Kim Clijsters, dan Simona Halep) yang melatihnya sejak awal 2020, Osaka menambah kekuatan pukulan dan daya tahan fisik dalam latihan yang dilakukan di Los Angeles.
Hasil latihan tersebut menjadi salah kunci kemenangan atas Azarenka. Hal lain yang juga membuatnya bangkit setelah kehilangan set pertama adalah kemampuannya meredam emosi. Meski masih terlihat melampiaskan kekesalahan dengan membanting raket, beberapa detik kemudian, wajah dan gerak tubuhnya kembali memperlihatkan ketenangan.
Seluruh kemampuan tersebut diperlukan karena final tunggal putri AS Terbuka mempertemukan dua petenis terbaik pada masa kompetisi di lapangan keras di AS dalam sebulan terakhir. Osaka dan Azarenka sama-sama membawa sepuluh kemenangan beruntun menuju final AS Terbuka.
Jumlah itu termasuk kemenangan pada WTA Cincinnati, sepekan sebelum AS Terbuka, yang seharusnya membuat mereka bertemu di final. Namun, Osaka mundur karena cedera hamstring kiri.
Perayaan kemenangan
Tampil pada turnamen yang digelar tanpa penonton, dalam masa pandemi Covid-19, Osaka merayakan kemenangan dengan cara lain. Tak ada ingar bingar perayaan dari orang sekitar, seperti dua gelar sebelumnya, dia hanya akan meresapi kemenangan itu seorang diri.
Penampilannya di lapangan bahkan tak disaksikan secara langsung orang tuanya karena panitia membatasi jumlah pendamping petenis agar protokol menjaga jarak bisa dilakukan. Dia pun hanya bisa berkomunikasi melalui telepon.
Saya sudah menerima pesan dari ibu dan ayah. Hari ini, sebenarnya baru dari ibu karena ayah langsung bersepeda setelah saya menang. Mungkin penampilan saya membuatnya stres
“Saya sudah menerima pesan dari ibu dan ayah. Hari ini, sebenarnya baru dari ibu karena ayah langsung bersepeda setelah saya menang. Mungkin penampilan saya membuatnya stres,” katanya.
Di lapangan, sesaat seusai pertandingan, Osaka meresapinya dengan merebahkan diri secara perlahan di lapangan sambil melihat langit sekitar 20 detik.
“Saya selalu melihat petenis lain kolaps di lapangan dan melihat ke langit. Saya selalu ingin melihat apa yang mereka lihat. Sekarang saya bisa melakukannya dan dengan cara yang lebih aman. Itu adalah momen luar biasa,” tuturnya.
Dia juga mengenakan kaus Kobe Bryant, yang selalu dipanggilnya kakak, saat wawancara dan pada salah satu sesi foto. Kaus klub basket Los Angeles Lakers bernomor delapan itu selalu dia kenakan setelah pertandingan.
Seperti tujuh nama dalam maskernya, Osaka mengatakan kaus itu selalu memberinya kekuatan. Kekuatan-kekuatan itu membuat Osaka mampu menyeimbangkan kehidupannya, sebagai petenis profesional dan pendukung gerakan sosial selama di Flushing Meadows.
Naomi Osaka
- Lahir: Osaka, Jepang, 16 Oktober 1997
- Orangtua: Tamaki Osaka (Jepang) dan Leonard Francois (Haiti)
- Main profesional: September 1993
- Pelatih: Wim Fisette
- Menang/kalah (karier ): 233/133
- Peringkat tertinggi: 1 (28 Januari 2019)
- Peringkat saat ini: 9
- Gelar juara: 6
- Gelar Grand Slam: 3 (AS Terbuka 2018, Australia Terbuka 2019, AS Terbuka 2020)