Kehadiran Borobudur Marathon 2020 menjadi oasis di kala pariwisata ke Borobudur lesu karena pandemi Covid-19. Walau peserta lari amat terbatas, pelaksanaan ajang itu diharapkan menjadi kampanye positif untuk Borobudur.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·4 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Kehadiran Borobudur Marathon 2020 di tengah pandemi Covid-19 diharapkan menjadi kampanye positif kepada masyarakat luas bahwa Borobudur sudah siap menerima kembali wisatawan. Sebagai daerah yang sangat menggantungkan ekonominya dari wisata Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, sangat terpuruk karena jumlah wisatawan ke candi Buddha terbesar di dunia itu turun drastis selama pandemi.
”Adanya ajang besar di tengah pandemi, apalagi sudah go international seperti Borobudur Marathon 2020 ini pasti sangat membantu untuk angkat nama Borobudur. Ini bisa menjadi pesan positif ke masyarakat umum ataupun dunia bahwa Borobudur sudah bisa terima lagi pengunjung dengan protokol kesehatan ketat,” ujar General Manager PT TWC Unit Borobudur I Gusti Putu Ngurah Sedana ketika dijumpai di Magelang, Rabu (11/11/2020).
Sedana mengatakan, sejak pertama muncul Covid-19 di akhir Februari hingga 25 Juni, Borobudur ditutup total atau tidak menerima kunjungan sama sekali. Candi itu baru dibuka kembali pada 25 Juni, saat berlaku normal baru. Pengunjung diterima dengan jumlah terbatas, yakni 1.500 orang pada tahap pertama pada Juni-Juli, 2.500 orang pada tahap kedua pada Juli-September, dan 3.500 orang pada tahap ketiga sejak September hingga sekarang.
Jumlah kunjungan itu jauh di bawah rata-rata kunjungan pada masa normal, yakni 5.000-12.000 per hari pada hari biasa, dan 12.000-25.000 orang per hari pada akhir pekan. ”Karena kunjungan ke Borobudur yang turun, berefek sekali dengan ekonomi di sekitar Borobudur. Sekarang, semuanya jadi tiarap karena efek domino tersebut,” katanya.
Dengan adanya Borobudur Marathon 2020, Sedana menuturkan, itu akan sedikit mengobati sektor wisata di sekitar Borobudur. Walaupun peserta ajang itu terbatas sekitar 27 atlet, kehadiran mereka tetap akan memberikan kontribusi. ”Selain sebagai alat kampanye, tidak menutup kemungkinan kehadiran 27 atlet itu akan menyedot animo masyarakat untuk datang menyaksikan langsung ke sini,” tuturnya.
Kontribusi
Menurut Sedana, Borobudur Marathon telah berkontribusi turut mendongkrak jumlah kunjungan ke Borobudur sejak 2017. Tiga tahun lalu, ajang tahunan itu membuat peningkatan kunjungan ke Borobudur sekitar 15-20 persen. Pada 2018, ajang tersebut memicu peningkatan kunjungan sekitar 30 persen. Puncaknya, di 2019, perlombaan tersebut memicu peningkatan kunjungan hingga 70-80 persen.
”Borobudur Marathon selalu diikuti oleh sekitar 10.000 peserta per tahun. Peserta yang hadir umumnya tidak sendirian melainkan bersama keluarga. Akibatnya, jumlah kunjungan ke Borobudur jadi melonjak. Efek dominonya langsung terasa ke ekonomi masyarakat sekitar, antara lain semua penginapan penuh hingga menjamah rumah warga,” ujarnya.
Tak heran, saat ini, pemerintah tengah membenahi infrastruktur sekitar Borobudur. Salah satunya, memperbaiki kualitas akses ke Borobudur. Akses ke candi itu dibuat melalui empat penjuru mata angin, yakni gerbang timur dari arah Kulon Progo, Yogyakarta, gerbang barat dari Kembanglimbus, gerbang utara dari arah Blondo, dan gerbang selatan dari Palbapang.
Semua akses jalan di empat penjuru mata angin itu diperlebar rata-rata empat meter di setiap lajur. Semua jalan yang belum diaspal menjadi diberi aspal, sedangkan yang sudah beraspal kualitasnya ditingkatkan. Rata-rata panjang jalan sekitar 10 kilometer per akses, kecuali dari Kembanglimbus sekitar 5 km.
Jalan di kawasan inti Borobudur juga diperlebar dan kualitasnya ditingkatkan. ”Itu semua bisa dimanfaatkan untuk menggelar Borobudur Marathon, setidaknya bisa menyedot lebih banyak peserta, yang sekarang masih sekitar 10.000 orang,” kata Sedana menjelaskan perkembangan proyek yang dimulai sejak awal 2020 tersebut.
Harapan masyarakat
Pengendara angkutan daring di Magelang, Waryanto, menyampaikan, masyarakat berharap ajang olahraga skala nasional seperti Borobudur Marathon bisa membantu mengembalikan kondisi sektor pariwisata di sekitar Borobudur. Selama pandemi Covid-19, pariwisata sekitar Borobudur mengalami mati suri. Hal itu membuat perekonomian masyarakat terpuruk.
Waryanto merasakan efek langsung dari keterpurukan tersebut. Saat ini, penghasilannya maksimal hanya Rp 200.000 per hari yang hanya bersumber dari pelanggan dalam Magelang. ”Itu juga sangat susah dapat Rp 200.000 per hari kalau tidak telaten mencari sepanjang hari,” tuturnya.
Padahal, ketika masa normal, penghasilan Waryanto sekitar Rp 450.000 per hari. Kalau hari libur nasional, penghasilannya bisa melonjak sampai Rp 600.000-Rp 800.000 per hari. Ketika ada ajang besar seperti Borobudur Marathon, penghasilannya lebih tinggi, bisa mencapai Rp 1,5 juta per hari.
Penghasilan itu didapat dari pelanggan luar Magelang, mulai dari mengantar dari hotel ke tempat-tempat wisata sekitar Borobudur hingga mengantar dari hotel ke bandara dan sebaliknya. ”Kalau ada ajang seperti Borobudur Marathon, kami bisa panen pelanggan. Itu sangat membantu menambah penghasilan. Jadi, setiap tahun, kami selalu menunggu-nunggu penyelenggaraannya,” kata Waryanto.