Greysia/Apriyani meraih juara ganda putri Yonex Thailand Terbuka pada masa sulit akibat pandemi Covid-19. Pemain pelatnas bulu tangkis Cipayung tetap berlatih selama pandemi meskipun tidak ada kejelasan turnamen.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
BANGKOK, MINGGU — Tangis Greysia Polii setelah menjuarai Yonex Thailand Terbuka menjadi luapan berbagai perasaan hatinya yang terpendam, setidaknya selama sepuluh bulan terakhir. Gelar yang didapat bersama partnernya, Apriyani Rahayu, itu menjadi satu-satunya gelar juara bagi Indonesia pada turnamen pertama di musim 2021 ini.
Dengan gelar yang didapat setelah mengalahkan Jongkolphan Kititharakul/Rawinda Prajongjai (Thailand), 21-15, 21-12, di Impact Arena, Bangkok, Minggu (17/1/2021), Greysia menjadi pemain pertama yang empat kali menjuarai Thailand Terbuka. Finalis lain dari Indonesia, Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti, dikalahkan ganda campuran tuan rumah, Dechapol Puavaranukroh/Sapsiree Taerattanachai, 3-21, 22-20, 18-21.
Bersama Apriyani, Greysia juga menjuarai Thailand Terbuka pada 2017 saat baru dua bulan berpasangan. Mereka mempertahankan gelar itu pada 2018. Pemain berusia 33 tahun itu juga membawa pulang gelar juara dari Thailand Terbuka bersama Nitya Krishinda Maheswari pada 2013.
Seperti setelah memenangi semifinal atas pasangan Korea Selatan, Lee So-hee/Shin Seung-chan, Greysia sangat emosional. Seusai memastikan mendapat gelar juara, dia menangis tersedu di sisi lapangan sambil dipeluk Apriyani, ”adiknya” di pelatnas bulu tangkis dan PB Jaya Raya yang lebih muda 11 tahun.
”Kami sangat menginginkan gelar juara di sini. Selama pandemi, kami tak berhenti berlatih. Pada akhirnya, kami bisa tampil hingga final dan memenanginya,” ujar Greysia dalam situs web Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF).
Memiliki fasilitas lengkap di pelatnas bulu tangkis, Cipayung, Jakarta, Greysia dan kawan-kawan melewati masa sulit saat pandemi Covid-19 dengan tetap berlatih. Demi keselamatan atlet yang merupakan aset bangsa, PP PBSI melarang mereka pulang meski tak ada turnamen sejak Maret 2020. Program latihan dijalankan di tengah rasa khawatir karena jauh dengan keluarga.
Untuk mengurangi rasa bosan, kegiatan bersama di luar latihan, seperti makan bersama di tempat tertentu, dipindahkan ke pelatnas. Greysia dan kawan-kawan di tim ganda putri memindahkan acara rutin makan bersama di rumah pelatih Eng Hian ke asrama pelatnas. Rasa kekeluargaan mendekatkan mereka di tengah masa sulit.
Demi bisa mengikuti rangkaian turnamen di Thailand pada Januari, yang didahului karantina, mereka tetap berlatih pada masa libur akhir tahun. Liburan dimajukan menjadi pertengahan November.
Kami sangat menginginkan gelar juara di sini. Selama pandemi, kami tak berhenti berlatih. Pada akhirnya, kami bisa tampil hingga final dan memenanginya.
Sekitar sepekan setelah menikah dengan Felix Djimin pada 23 Desember, Greysia fokus berlatih lagi sebelum berangkat ke Bangkok pada 4 Januari.
Eng Hian memaklumi jika Greysia sangat emosional. Pelatih yang mengantarkan Greysia/Nitya meraih medali emas Asian Games Incheon 2014, sebagai titik kebangkitan ganda putri Indonesia, ini menyebut berbagai faktor yang membuat Greysia menangis. Salah satunya karena ini menjadi gelar pertama di turnamen BWF Super 1000, level tertinggi dalam struktur turnamen BWF.
”Melalui masa pandemi tak mudah. Pasti ada rasa bosan karena berlatih tanpa adanya kejelasan berlangsungnya turnamen. Apalagi, semua atlet tidak boleh dengan bebas keluar area pelatnas. Faktor lain, tentu Greysia sangat bahagia karena pengorbanan sebagai seorang istri membuahkan hasil. Dia bahagia bisa memberi yang terbaik bagi keluarga barunya,” tutur Eng Hian.
Tentang penampilan dalam seri pertama turnamen di Thailand, Eng Hian menilai, ganda peringkat kedelapan dunia itu bisa memanfaatkan situasi lapangan dan mengontrol emosi dalam setiap pertandingan. Mantan pemain ganda putra tersebut berharap gelar ini tak dijadikan beban oleh mereka untuk tampil pada turnamen berikutnya.
Setelah Yonex Thailand Terbuka, Greysia dan semua anggota tim ”Merah Putih” akan bertanding pada Toyota Thailand Terbuka, 19-24 Januari. Greysia/Apriyani pun berpeluang besar tampil pada Final BWF World Tour 2020, 27-31 Januari. Keduanya akan berlangsung di tempat yang sama, seperti Yonex Thailand Terbuka, Impact Arena.
Final BWF adalah turnamen yang seharusnya berlangsung setiap Desember, tetapi dialihkan menjadi Januari karena pandemi Covid-19. Turnamen ini diikuti delapan wakil terbaik dari setiap nomor. Penentuan pemain yang lolos didasarkan pada Daftar Peringkat Menuju Bangkok dan Greysia/Apriyani berada di peringkat ketiga hingga Minggu.
Penampilan antiklimaks
Dari final ganda campuran, penampilan pasangan terbaik Indonesia, Praveen/Melati, bagaikan antiklimaks selama menjalani lima pertandingan sejak babak pertama. Kesulitan untuk keluar dari tekanan Puavaranukroh/Taerattanachai sejak awal permainan, Praveen/Melati pun tak bisa mengulang kemenangan yang didapat dari final All England 2020. Turnamen itu adalah turnamen terakhir yang diikuti sebelum pandemi.
Praveen/Melati, bahkan, hanya meraih tiga angka pada gim pertama dengan waktu sembilan menit. ”Kami kecewa karena banyak membuat kesalahan. Sepanjang pertandingan, kami tak bisa menampilan kemampuan terbaik,” ujar Melati.
Sementara Sapsiree mengatakan, dirinya sangat fokus menghadapi tantangan di final sejak memasuki lapangan. Itu, disebutnya, sebagai kunci kemenangan mudah pada gim pertama.
Tunggal putri nomor satu dunia, Tai Tzu Ying (Taiwan), juga, tak dapat memperlihatkan kemampuan terbaik ketika berhadapan dengan Carolina Marin (Spanyol). Tai pun kalah, 9-21, 16-21.
Pemain Eropa lainnya, Viktor Axelsen (Denmark), menjuarai tunggal putra setelah mengalahkan Ng Ka Long Angus (Hong Kong) 21-14, 21-14. Adapun Wang Chi Lin/Lee Yang (Taiwan) meraih gelar pertama dari turnamen BWF Super 1000 setelah menang atas Goh V Shem/Tan Wee Kiong (Malaysia), 21-16, 21-23, 21-19.