Nadal Menambah Rekor Juara ”Double Digit”
Rafael Nadal menambah rekor gelar juara dua digit dengan menjuarai ATP Masters 1000 Roma untuk ke-10 kalinya.. Meskipun generasi baru petenis muda sudah muncul, Nadal membuktikan dirinya masih unggul.
ROMA, MINGGU — Meski era ”Next Gen” telah lahir, ”Big 3” dalam tenis menegaskan bahwa mereka belum hilang. Salah satu di antara ketiganya, Rafael Nadal, memperlihatkan eksistensinya dengan menambah rekor juara double digit dalam satu turnamen. Dia menjuarai ATP Masters 1000 Roma untuk ke-10 kalinya.
Gelar itu didapat melalui final melawan rekan segenerasinya, Novak Djokovic, di Foro Italico, Roma, Italia, Minggu (16/5/2021) malam waktu setempat atau Senin dini hari waktu Indonesia. Nadal menang dengan skor 7-5, 1-6, 6-3.
Nadal pun mempertegas statusnya sebagai ”Raja Lapangan Tanah Liat” dengan gelar ke-10 di Roma setelah 2005-2008, 2009, 2010, 2012, 2013, 2018, dan 2019. Jumlah gelar ”double digit” dibuatnya terlebih dulu di Grand Slam Perancis Terbuka (13 gelar), ATP 500 Barcelona (12), dan Monte Carlo Masters (11). Keempat turnamen berlangsung di lapangan tanah liat yang merupakan zona nyaman bagi petenis Spanyol itu.
Selain Nadal, hanya ada dua petenis lain yang bisa meraih gelar double digit dalam sebuah turnamen, yaitu anggota ”Big 3” lainnya, Roger Federer dan Martina Navratilova. Federer meraih 10 gelar masing-masing di ATP Halle dan Basel. Adapun Navratilova 12 kali menjuarai WTA Chicago dan 11 kali di lapangan rumput Eastbourne.
”Sangat luar biasa bisa membawa trofi juara di Roma untuk ke-10 kali. Saya sangat menginginkan gelar ke-10 di sini setelah Roland Garros, Barcelona, dan Monte Carlo,” kata Nadal yang akan melewatkan dua pekan berikutnya dengan berlatih untuk tampil di Roland Garros, 30 Mei-13 Juni.
Meski demikian, petenis peringkat ketiga dunia itu tak menambah beban bagi dirinya sendiri ketika berada di lapangan. ”Saya selalu menargetkan menang dan juara dalam setiap turnamen, target yang tidak selalu bisa diwujudkan. Namun, semangat dan motivasi saya selalu sama. Saya pun tahu bagaimana menangani tekanan,” ujar Nadal yang menyamai Djokovic dengan 36 gelar ATP Masters 1000, terbanyak dibandingkan petenis lain.
Baca juga : Kemenangan Sempurna Swiatek
Sikap tersebut diperlihatkannya ketika berhadapan dengan Djokovic untuk kesembilan kalinya di Roma. Petenis nomor satu dunia itu menjadi lawan dari ”kasta” tertinggi bagi Nadal di Roma setelah melewati empat petenis berusia 19-23 tahun, yaitu Jannik Sinner, Denis Shapovalov, Alexander Zverev, dan Reilly Opelka.
Meski serangan ”Next Gen” dan alumninya telah menjadi ancaman, setiap kali di antara Djokovic, Nadal, dan Federer dipertemukan di lapangan, pertandingan pun sangat layak dinikmati.
Selama dua jam 49 menit, Djokovic dan Nadal harus mengejar bola dari sudut ke sudut. Ada adu pukulan keras dari baseline yang tiba-tiba berubah ritme ketika salah satu di antara petenis melancarkan drop shot. Ada pula smes keras, pengembalian servis yang membuat bola jatuh beberapa sentimeter di dalam baseline dan passing shots yang mengundang tepukan meriah penonton. Jejak di tanah bekas gerakan meluncur menjadi tanda kerja keras kedua petenis dalam mengejar bola sulit.
”Pertandingan seperti tadi memang yang diharapkan akan terjadi ketika melawan salah petenis terbaik di dunia bukan? Saya harus siap menderita sejak awal laga,” kata Nadal yang mendekati statistik pertemuannya dengan Djokovic menjadi 28-29.
Baca juga: Swiatek Bukan Lagi ”Underdog”
Sebanyak 57 pertemuan tersebut menjadi yang terbanyak di antara dua petenis pada era Terbuka, termasuk jika dibandingkan dengan pertemuan melawan rival lainnya, Federer. Pertemuan Nadal dengan Federer, yang disebut sebagai rivalitas terbaik di tenis, berlangsung 40 kali, sementara persaingan Djokovic dengan Federer terjadi 50 kali.
Analis tenis, Craig O’Shannessy, menilai, kali ini Nadal lebih unggul karena bisa menerapkan taktik yang lebih variatif, bisa bertahan dalam momen penting, dan bermain dengan sabar. Pukulan forehand Nadal menjadi pukulan kunci pada laga itu. Dia membuat 26 forehand winner (15 di antaranya pada set pertama), sedangkan Djokovic dengan 11 forehand winner.
Forehand mematikannya didapat berkat latihan intens yang menjadi fokus Nadal dan tim pelatihnya di Foro Italico, menjelang turnamen. ”Forehand saya semakin baik dari pekan ke pekan, bisa menghasilkan winner dan menjadi solusi (pukulan kunci) dalam beberapa reli. Itu adalah perkembangan besar dan memberi saya kepercayaan diri,” katanya.
Djokovic menilai, Nadal bermain lebih baik dalam momen penting pada set pertama dan ketiga. Nadal menanti dengan sabar untuk mematahkan servis pada gim ke-11 set pertama saat skor 5-5. Pada set ketiga, dia menggagalkan break point Djokovic pada skor 2-2, lalu mencuri servis pada gim berikutnya hingga unggul 4-2.
Penambah motivasi
Meski kecewa dengan kekalahannya, Djokovic puas dengan semangat juang yang diperlihatkan sepanjang tampil di Roma. Sebelum berhadapan dengan Nadal, dia melewati dua laga sulit ketika melawan Stefanos Tsitsipas pada perempat final dan Lorenzo Sonego dalam babak semifinal.
Separuh pertandingan melawan Tsitsipas dan pertandingan dengan Sonego bahkan harus diselesaikan dalam satu hari, Sabtu, dengan total durasi mendekati lima jam. Ini karena laga melawan Tsitsipas, yang dimulai Jumat, ditunda sehari karena hujan.
Baca juga: Energi Baru Para Jagoan Tua
”Tentu saja, saya kecewa karena kalah, tetapi pada saat yang sama, saya puas dengan level permainan dan semangat juang, terutama pada tahap-tahap terakhir turnamen. Ini memberi kepercayaan diri untuk tampil di Roland Garros. Pertandingan dalam dua hari terakhir rasanya membuka peluang saya untuk mendapat hasil baik di Paris,” kata Djokovic, juara Perancis Terbuka 2016.
Sebelum bersaing di Roland Garros, Djokovic akan bertanding di ATP 250 Belgrade di negaranya sendiri. ”Saya berharap akan tampil baik di sana, bisa mempertahankan momentum dari sini, dan mencapai puncak penampilan di Paris. Namun, sebelumnya, saya akan beristirahat dulu pada pekan ini,” kata petenis yang akan berusia 34 tahun pada 22 Mei itu.
Pada tunggal putri, gelar juara didapat Iga Swiatek yang tampil dominan ketika berhadapan dengan Karolina Pliskova. Swiatek membuat double bagels, 6-0, 6-0. Petenis Polandia berusia 19 tahun itu juga memperlihatkan dominasinya dengan merebut 51 poin, sedangkan Pliskova hanya 13 poin.
Dengan gelar pertamanya dalam ajang WTA 1000 itu, Swiatek pun untuk pertama kalinya berada dalam posisi 10 besar peringkat dunia. Dia menempati peringkat kesembilan berdasarkan daftar yang dikeluarkan WTA, Senin ini, sementara Pliskova turun dari posisi kesembilan menjadi ke-10. (AP)