Masih Sulit Andalkan Atlet Muda
PP Pelti menyisipkan petenis muda dalam Tim Indonesia untuk SEA Games Vietnam 2021. Namun, target meraih medali akan tetap ada pada para senior.
Bicara tenis Indonesia dalam persaingan internasional, masih sulit rasanya untuk segera melihat lahirnya bintang baru, termasuk dalam ajang multicabang level terendah, yaitu SEA Games. Meski terselip nama-nama petenis muda untuk SEA Games Vietnam 2021, atlet yang diandalkan naik podium adalah empat senior yang aktif mengikuti turnamen profesional.
Keempat petenis itu adalah Christopher ”Christo” Rungkat, Aldila Sutjiadi, Beatrice Gumulya, dan Jessy Rompies. Mereka sudah tampil di SEA Games setidaknya sejak 2015.
Christo, yang berusia 32 tahun, bahkan sudah mengikuti enam SEA Games, yaitu pada 2007, 2009, 2011, 2015, 2017, dan 2019. Dia menyumbangkan lima emas, empat perak, dan tiga perunggu. Seandainya tenis dipertandingkan pada SEA Games Naypyidaw 2013, Christo sudah tampil dalam tujuh SEA Games.
Di putra, Christo akan didampingi Muhammad Rifqi Fitriadi (23) yang pertama kali merasakan bersaing di SEA Games pada Manila 2019. Selain itu, ada debutan Achad Imam Maruf (24 tahun), Tegar Abdi Satrio Wibowo (19), dan Rifqy Sukma Ramadhan Sumiarsa (19).
Untuk pemain di nomor beregu dan ganda putri, PP Pelti juga mendaftarkan pendatang baru, Novela Rezha Millenia Putri (22) dan Fitriani Sabatini (21).
Para petenis selain Christo, Aldila, Beatrice, dan Jessy adalah para jagoan nasional. Beberapa di antara mereka, yaitu Rifqi, Achad, Novela, dan Fitriani adalah peraih medali Pekan Olahraga Nasional (PON) Papua 2020. Rifqi bahkan meraih medali emas tunggal putra dan berstatus tunggal putra nomor satu nasional. Tetapi, perjalanan untuk bisa meraih medali di SEA Games akan menjadi tantangan yang jauh lebih berat untuk mereka.
Target tiga medali emas pun akan bertumpu lagi pada para juara di SEA Games 2019, yaitu Aldila (peraih emas tunggal putri), Beatrice/Jessy (ganda putri), dan Christo/Aldila (ganda campuran).
Priska Madelyn Nugroho, petenis muda yang menyumbangkan medali perunggu, tiga tahun lalu, absen karena kuliah di Amerika Serikat. Untuk meraih peringkat ketiga, Priska, yang saat itu berusia 16 tahun, mengalahkan unggulan pertama, Peangtarn Pilpuech (Thailand). pada perempat final.
Baca juga : Peran Besar Christopher Rungkat
Di Vietnam, Christo, Aldila, Beatrice, dan Jessy akan kembali diandalkan meraih medali, terutama dari nomor yang meraih emas di Filipina 2019, yaitu tunggal putri, ganda putri, dan ganda campuran. PP Pelti bahkan berharap bisa menambah dua emas dari ganda putra dan beregu putra atau putri.
Namun, tantangan pada SEA Games ini akan lebih berat. Di nomor tunggal putri misalnya, akan tampil petenis peringkat ke-394 dunia, Alexandra Eala. Petenis Filipina ini adalah pasangan Priska ketika menjadi juara ganda putri yunior Australia Terbuka 2020.
Setahun berikutnya, Eala menjuarai ganda putri yunior Perancis Terbuka bersama petenis Rusia, Oksana Selekhmeteva. Pada nomor tunggal putri yunior, hasil terbaiknya di ajang Grand Slam adalah semifinalis Perancis Terbuka 2020.
Petenis berusia 16 tahun itu berlatih di Akademi Tenis Rafa Nadal, Spanyol. Dia juga pernah merasakan tampil pada turnamen WTA 1000, level tertinggi pada struktur turnamen putri profesional.
Baca juga : Bekal untuk Ajang Internasional
Eala tampil di WTA 1000 Miami 2021 dan 2022, serta di Madrid 2022. Meski tersingkir pada babak pertama, pengalaman itu sangat berharga, apalagi dengan usia yang masih muda.
Selain itu, terdapat petenis Thailand, Luksika Khumkhum. Dia adalah peraih medali emas tunggal putri SEA Games Kuala Lumpur 2017 dan Asian Games Incheon 2014. Pesaing berat lainnya, seperti disebutkan Aldila, adalah Chanelle Van Nguyen yang membela Vietnam.
”Persaingan tahun ini akan berbeda dengan 2019. SEA Games kali ini, saya rasa, akan menyajikan persaingan lebih ketat,” komentar Aldila, yang kini peringkat ke-355 di tunggal dan ke-86 di ganda.
Dengan tantangan berat untuk mempertahankan medali emas tunggal putri, peluang Aldila menjadi juara terbuka pada ganda campuran, bersama Christo, seperti pada SEA Games 2019 dan Asian Games 2018. Peluang yang sama juga ada pada juara bertahan ganda putri, Beatrice/Jessy.
Persaingan tahun ini akan berbeda dengan 2019. SEA Games kali ini, saya rasa, akan menyajikan persaingan lebih ketat, (Aldila Sutjiadi)
Christo kemungkinan fokus nomor ganda putra, campuran, dan beregu putra. Meski menjadi pemain putra paling berpengalaman di Tim Indonesia, sulit bagi Christo untuk membawa Indonesia ke podium tertinggi tunggal putra.
Nomor itu dikuasai petenis Vietnam dan Filipina yang mendominasi podium di Manila 2019. Nam Hoang Ly, petenis Vietnam peringkat ke-466 dunia yang juga juara bertahan, menjadi kandidat terkuat peraih emas tahun ini.
Dalam peringkat ATP, Ly menjadi tunggal putra Asia Tenggara dengan peringkat tertinggi, sedangkan Thailand menjadi negara yang paling banyak menempatkan petenisnya meski di ranking 1.000-an. Adapun Indonesia hanya memiliki David Agung Susanto yang tak begitu aktif lagi bertanding.
Minim bertanding
Minimnya pengalaman bertanding menjadi masalah klasik tenis Indonesia sepuluh tahun terakhir. Jumlah petenis yang aktif bersaing di arena tenis internasional (level ITF atau ATP) bisa dihitung dengan jari.
Saat ini, Christo menjadi satu-satunya pemain putra yang aktif. Pada putri, ada Aldila, Beatrice, Jessy, dan Priska.
Baca juga : Peluang Bertemu Lawan Baru
Pada 2022, Christo telah tampil dalam enam turnamen, sejak hingga April, termasuk mencapai babak kedua Grand Slam Australia Terbuka saat berpasangan dengan petenis Filipina, Treat Huey.
Aldila tampil dalam delapan turnamen dan untuk pertama kalinya meraih gelar juara WTA, di WTA 250 Bogota berpasangan dengan Astra Sharma (Australia) di ganda putri. Beatrice bersaing dalam enam turnamen, sedangkan Jessy empat turnamen.
Petenis lain, seperti Rifqi dan Achad, berdasarkan data dalam laman Federasi Tenis Internasional (ITF), hanya tampil pada satu kejuaraan. Itupun dalam ajang beregu putra Piala Davis yang berlangsung di Jakarta.
Tegar, yang masih yunior, terakhir kali mengikuti ajang internasional pada Oktober 2019 di Jakarta. Adapun Rifqy pada turnamen di Kamboja, Februari 2020. Novela, bahkan terakhir kali bersaing dalam turnamen internasional pada 2016, sedangkan Fitriani masih bertanding pada Juli 2021.
Baca juga ; Meski Unggul, Posisi Indonesia Belum Aman
Pada masa persiapan menuju SEA Games, Rifqi dan petenis putra lain diprogramkan mengikuti turnamen ITF Chang Rai, Thailand, April. Tetapi, mereka batal bertanding karena akhirnya tak mendapat tempat dalam undian. Hal ini karena mereka hanya berposisi sebagai pemain alternatif (cadangan) dan tak memperoleh tiket untuk bertanding.
Seperti pada beberapa kali Piala Davis, PP Pelti memang memasukkan nama pemain muda dalam Tim Indonesia. Akan tetapi, tak ada perkembangan secara umum bagi tenis Indonesia, karena minimnya kesempatan tanding bagi petenis muda di ajang internasional.
Dalam situasi seperti di Indonesia, atlet harus memiliki komitmen berinvestasi sendiri untuk mau berkembang, salah satunya dengan menyisihkan bonus hadiah atau bonus turnamen nasional, seperti PON, untuk mengikuti ajang internasional. Salah satu hal yang bisa dilakukan Pelti adalah memfasilitasi mereka yang sulit bertanding ke luar negeri dengan membuat turnamen internasional di Indonesia.
Jika tak ada perubahan dari kedua pihak, jangan heran jika Christo, Aldila, dan para senior akan tetap bermain dalam beberapa SEA Games mendatang demi target emas.