Putra Didominasi Amerika Serikat, Putri Milik Jamaika
Bagai tak memiliki pesaing, para pelari putra Amerika Serikat mengulang apa yang terjadi pada nomor 100 meter. Mereka menguasai podium 200 meter Kejuaraan Dunia Atletik 2022.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
EUGENE, KAMIS — Berakhirnya era Usain Bolt (Jamaika) membuat pelari-pelari cepat putra Amerika Serikat tanpa saingan. Setelah menguasai podium nomor 100 meter Kejuaraan Dunia Atletik 2022, AS menempatkan empat pelarinya dengan waktu tercepat pada final 200 meter. Beruntung, Jamaika masih memiliki pelari putri yang menguasai 100 meter, lalu meraih emas dan perak dalam 200 meter.
Dominasi putra AS dalam 200 meter itu terjadi pada final yang berlangsung di University of Oregon Hayward Field di Eugene, Oregon, AS, Kamis (20/7/2022) malam waktu setempat atau Jumat siang waktu Indonesia.
Di depan publik AS, Noah Lyles mempertahankan gelar juara dunia ketika mencapai finis dengan waktu 19,31 detik. Di belakang Lyles, Kenneth Bednarek membuat catatan waktu 19,77 detik, lalu pelari berusia 18 tahun, Erriyon Knighton, dengan waktu 19,80 detik.
Hasil tersebut mengobati kekecewaan Lyles yang hanya meraih medali perunggu pada nomor 200 meter Olimpiade Tokyo 2020 yang berlangsung 23 Juli-8 Agustus 2021. Padahal, dia sangat berambisi menyandingkan emas Olimpiade dengan gelar juara dunia yang didapatnya di Doha, Qatar, pada 2019.
Tak hanya itu, 19,31 detik menjadi waktu tercepat nomor 200 meter putra pada musim ini. Catatan itu juga membuat Lyles menjadi pelari ketiga tercepat di dunia. Dia berada di bawah Bolt yang memegang rekor dunia dengan 19,19 detik dan pelari Jamaika lainnya, Yohan Blake, dengan waktu 19,26 detik. Lyles lebih cepat hanya 0,01 detik dari catatan terbaik salah satu legenda atletik, Michael Johnson, yaitu 19,32 detik.
Adapun dari delapan finalis, tak ada satu pun wakil dari Jamaika yang mendominasi lari cepat putra pada 2008-2015. Pelari putra Jamaika terakhir yang mendapat medali dalam Kejuaraan Dunia adalah Bolt ketika meraih emas di Beijing 2015.
Mewujudkan mimpi
Performa terbaik Lyles diperlihatkan sejak start. Dalam grafis yang diperlihatkan World Athletics, Lyles berlari dengan kecepatan rata-rata tertinggi, yaitu 40,60 km/jam pada 50 meter pertama. Berkat penampilan baik sejak awal itu, dia pun tak tertandingi para pesaingnya.
”Hari ini adalah hari milik saya. Akhirnya, saya mewujudkan apa yang saya mimpikan. Saya melakukannya di depan keluarga yang berada di sini,” tutur atlet yang merayakan kemenangannya itu dengan berkali-kali berteriak. Adapun mimpi Lyles itu adalah memecahkan rekor Johnson yang dibuat pada 1996.
Semula, hasil tak resmi, yang langsung keluar ketika pelari mencapai finis, memperlihatkan catatan waktu 19,32 detik milik Lyles. Namun, hasil resmi yang diperlihatkan pada layar besar di stadion akhirnya mencatat 19,31 detik. Dia pun merayakan kembali kemenangannya dengan mengelilingi lintasan setelah upacara pemberian medali.
Hari ini adalah hari milik saya. Akhirnya, saya mewujudkan apa yang saya mimpikan. Saya melakukannya di depan keluarga yang berada di sini. (Noah Lyles)
Apa yang diperlihatkan pelari-pelari putra AS itu mengulang persaingan nomor 100 meter. Tiga podium tertinggi nomor paling bergengsi itu menjadi milik Fred Kerley, Marvin Bracy, dan Trayvon Bromell. Momen tersebut menjadi capaian pertama sejak 1991 ketika satu negara menyapu bersih medali lari cepat putra dalam satu Kejuaraan Dunia.
Emas pertama
Pada nomor putri, Jamaika merayakan kejayaan pelari mereka meski tak terjadi sapu bersih seperti pada 100 meter. Jamaika menempatkan dua pelari tercepat, yaitu Shericka Jackson (21,45 detik) dan juara dunia 100 meter, Shelly-Ann Fraser-Pryce (21,81 detik), di urutan kedua. Adapun juara dunia 2019, Dina Asher-Smith (Inggris), mendapat perunggu dengan waktu 22,02 detik.
Setelah berkali-kali mendapat perak dan perunggu pada kategori individu dalam Olimpiade dan Kejuaraan Dunia, untuk pertama kalinya Jackson menjadi juara pada ajang bergengsi. Catatan 21,45 detik menjadi waktu terbaiknya dalam ajang Kejuaraan Dunia. Namun, catatan waktu tersebut masih lebih lambat dari rekor dunia (21,34 detik) milik Florence Griffith-Joyner yang diciptakan pada Olimpiade Seoul 1988.
Dibandingkan putra, persaingan 200 meter putri berlangsung lebih sengit. Jackson, yang mendapat perlawanan ketat dari Fraser-Pryce, unggul menjelang finis. Dengan tinggi tubuh 1,73 meter (Fraser-Pryce dengan 1,52 meter), Jackson melebarkan dan mempercepat setiap langkah. Kecepatannya bertambah tinggi dengan ayunan kuat kedua lengannya.
Teknik itu dia lakukan untuk menjauhkan diri dari Fraser-Pryce yang dikenal sebagai salah satu pelari terbaik di tikungan. ”Luar biasa. Saya bisa tampil dengan sangat baik. Saya menjadi yang tercepat dan membuat rekor,” katanya.
Fraser-Pryce bertutur, dia sebenarnya kelelahan setelah bersaing pada 100 meter. ”Namun, saya tetap harus menunjukkan kemampuan terbaik saya,” ujar pelari 35 tahun yang telah mengumpulkan 13 medali dari Kejuaraan Dunia itu.
Setelah ini, para sprinter hebat itu akan bersaing dalam kategori estafet 4 x 100 meter yang finalnya akan berlangsung Minggu. (AFP/REUTERS)