TGIPF memanggil PSSI untuk meminta pertanggungjawabannya atas terjadinya tragedi Kanjuruhan. Sejumlah poin penting yang harus dibenahi PSSI, yakni terkait regulasi, SDM, dan penyelenggaraan pertandingan maupun kompetisi.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) menuntut tanggungjawab PSSI atas terjadinya tragedi sepak bola usai laga Liga 1 antara Arema FC dan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu (1/10/2022) yang memakan ratusan korban meninggal dunia dan luka-luka. Ada sejumlah poin penting yang harus dibenahi PSSI, yakni terkait regulasi, kualitas sumber daya manusia, klub, dan penyelenggaraan pertandingan ataupun kompetisi.
PSSI kan yang bertanggung jawab atas persepakbolaan. Tadi, kami berbicara mengenai regulasi mereka, apakah perlu direvisi. Kemudian mengenai kualitas SDM (sumber daya manusia), penyelenggaraan pertandingan, dan kompetisi. Semuanya harus menjadi lebih baik.
”PSSI kan yang bertanggung jawab atas persepakbolaan. Tadi, kami berbicara mengenai regulasi mereka, apakah perlu direvisi. Kemudian mengenai kualitas SDM (sumber daya manusia), penyelenggaraan pertandingan, dan kompetisi. Semuanya harus menjadi lebih baik. Kami sudah sampaikan semua dan PSSI mencatat masukan-masukan itu. Mereka menyadari perlu ada reformasi untuk sepak bola ke depan,” ujar Suwarno, anggota TGIPF sekaligus Wakil I Ketua Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) di sela rapat koordinasi di Kantor Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam), Jakarta, Selasa (11/10/2022).
Dalam rapat kali ini, TGIPF mengundang sejumlah pihak datang ke Kemenkopolhukam, yakni diawali Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), PSSI, operator liga PT Liga Indonesia Baru (LIB), dan pemegang hak siar laga Liga 1. Rapat itu dimulai sekitar pukul 09.00. Jelang rombongan LPSK mengakhiri sesi mereka atau keluar dari ruang rapat, rombongan PSSI tiba dengan menggunakan bus sekitar pukul 11.15.
Sejumlah pejabat PSSI hadir untuk mengikuti rapat tersebut, antara lain Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan, Wakil Ketua PSSI Iwan Budianto, Sekretaris Jenderal PSSI Yunus Nusi, Ketua Tim Investigasi PSSI sekaligus Ketua Komite Wasit PSSI dan Ketua Asprov PSSI Jawa Timur Ahmad Riyadh, serta Ketua Komite Disiplin PSSI Erwin Tobing. Rapat antara TGIPF dan PSSI dimulai sekitar pukul 11.45 atau saat Ketua TGIPF sekaligus Menkopolhukam Mahfud MD tiba.
Awak media hanya diberikan waktu sekitar lima menit untuk mendokumentasikan rapat tersebut. Sisanya, rapat berlangsung tertutup. Namun, awak media berhasil menjumpai sejumlah tamu rapat, terutama anggota TGIPF saat jeda istirahat bertepatan dengan jadwal shalat zuhur sekitar pukul 12.00-12.30.
Meminta penjelasan PSSI
Salah satu anggota TGIPF yang bisa dijumpai dan diwawancara, yakni Suwarno. Menurut purnawirawan bintang dua TNI Angkatan Darat itu, rapat dimulai dengan memintai penjelasan PSSI mengenai mekanisme penyelenggaraan kompetisi dari Liga 1, Liga 2, hingga Liga 3. Lalu, bagaimana komposisi organisasi LIB yang suatu bentuk gotong-royong dari semua klub peserta liga, terutama 18 klub peserta Liga 1.
”Ternyata, PSSI mempunyai saham 1 persen di LIB (sisanya milik para klub). Memang, kondisi itu mencermati tidak semua liga mempunyai kemampuan sehingga ada sumbangsih hasil yang diperoleh dari LIB untuk mempertahankan kehidupan klub,” katanya.
Kemudian, lanjut Suwarno, pihaknya coba mencermati keberadaan PSSI dalam bergulirnya kompetisi. PSSI punya kewajiban mengirimkan perangkat pertandingan, termasuk di dalamnya ada komisaris pertandingan (match commissioner). Selanjutnya, TGIPF menelisik bagaimana aturan-aturan dalam pertandingan, khususnya terkait petugas keamanan (security officer). Substansi utamanya, TGIPF berupaya memberikan rekomendasi untuk memperbaiki menajemen persepakbolaan nasional ke depan.
”Tadi, kami sampaikan bahwa bagaimana kaitannya dengan security and safety (keamanan dan keselamatan) dalam penyelenggaraan pertandingan. Apa saja yang perlu dibenahi, sebagai contoh security officer itu tidak mungkin bukan polisi atau TNI atau pihak yang mampu mengatur Kapolres dan sebagainya. Secara umum, perlu dicari siapa yang paling tepat mengemban tanggung jawab sebagai security officer, panitia pelaksana (panpel), match commissioner, sampai ke pembenahan regulasi. Ini adalah momentum terbaik untuk mereformasi persepakbolaan kita agar tragedi serupa tidak terulang,” tuturnya.
Selain itu, Suwarno menuturkan, pihaknya pun ingin ada aturan lebih baik mengenai suporter. Sebagaimana di banyak daerah, kelompok suporter sudah memiliki organisasinya. Adapun di Malang, ternyata belum ada ketuanya. Di Malang, baru sebatas ada koordinator wilayah.
”Lalu, bagaimana caranya membina suporter agar lebih displin mematuhi aturan, seperti larangan turun ke lapangan dan mengucapkan kata-kata kasar atau tidak sesuai etika. Sosialisasi aturan juga mesti digalakkan, seperti ada pengumuman mengenai keharusan dan larangan saat masuk ke stadion. Semua itu akan membantu suporter untuk lebih memahami dan sadar dengan aturan yang ada. Kita semua berharap suporter menjadi lebih baik,” ucap Suwarno.
Menanti ketegasan PSSI
Sementara itu, anggota TGIPF lainnya sekaligus Koordinator Save Our Soccer Akmal Marhali mengutarakan, dirinya menanti ketegasan PSSI terhadap terjadinya tragedi Kanjuruhan. Salah satunya, dia menunggu siapa lagi pihak yang akan dihukum PSSI atas peristiwa tersebut selain dari Ketua Panpel Arema Abdul Haris dan Security Officer Arema Suko Sutrisno yang tidak boleh beraktivitas di lingkungan sepak bola seumur hidup, serta Arema dilarang menjadi tuan rumah hingga akhir musim ini dan didenda Rp 250 juta.
”Kalau bertahan dengan statutanya, PSSI mau menghukum siapa lagi dalam kasus ini? Apakah PSSI akan menghukum dirinya sendiri? PSSI harus bertanggung jawab kan. Sejauh ini, yang baru dihukum PSSI adalah Ketua Panpel Arema, security officer, dan Arema. Apakah PSSI akan menghukum dirinya sendiri? Itu jadi pertanyaan yang menarik untuk dinanti jawabannya,” ujarnya.
Secara keseluruhan, Akmal menyampaikan, suasana awal rapat cukup seru. Semua pihak punya pandangan sendiri-sendiri dengan beragam bukti atau berkas masing-masing. Akan tetapi, situasinya relatif kondusif. ”PSSI memiliki aturan dan berusaha membela aturannya. Tetapi, belum ada langkah konkret apa yang mau dilakukan PSSI ke depan dan bagaimana PSSI menilai kasus ini,” ungkapnya.