Kalah di Laga Pembuka, ”Kiamat” untuk Jerman dan Argentina?
Argentina dan Jerman berada di posisi sulit setelah kalah. Namun, sejarah dan performa memberi keyakinan untuk bangkit.
- Probabilitas juara Argentina jatuh dari 12,6 persen ke 6,9, sementara Jerman juga turun dari 7,8 persen ke 3,1 persen.
- Sejak Piala Dunia 1998, setidaknya butuh rerata minimal 5 poin bagi tim untuk lolos ke babak 16 besar dari fase grup.
- Argentina pernah lolos ke final Piala Dunia 1990 setelah kalah pada laga pembuka. Spanyol justru menjadi juara pada 2010 meskipun kalah pada laga pertama grup.
Bagai saham yang anjlok, seperti itulah ekspektasi juara terhadap dua tim raksasa, Argentina dan Jerman, setelah kalah di laga pembuka babak grup. Tergelincir satu pertandingan di turnamen pendek seperti Piala Dunia bisa membalikkan garis takdir dalam sekejap.
Dua tim unggulan yang mengoleksi total enam trofi Piala Dunia itu berbagi nasib buruk. Jerman takluk dari Jepang, 1-2, di Stadion Internasional Khalifah, Doha, Rabu (23/11/2022). Dengan skor serupa, sehari sebelumnya, Argentina tumbang di hadapan Arab Saudi.
Jalan ceritanya juga sama. Argentina dan Jerman unggul pada paruh pertama lewat hadiah penalti. Petaka datang pada 45 menit kedua. Arab Saudi dan Jepang menunjukkan kekuatan sepak bola Asia kepada dunia lewat hasil yang menentang prediksi di atas kertas tersebut.
Kans juara keduanya pun langsung terjun bebas, seperti terlihat pada prediksi The Analyst lewat kecerdasan mesin buatan. Sebelum turnamen, probabilitas juara Argentina berada di peringkat kedua teratas (12,6 persen). Messi dan rekan-rekan turun empat peringkat setelah kalah (6,9 persen).
Jerman yang semula menempati peringkat ke-6 (7,8 persen) juga jatuh hingga tiga peringkat (3,1 persen). Thomas Mueller dan rekan-rekan bahkan berada di bawah Portugal, tim yang belum bermain sekalipun.
Jerman paling paham seberapa besar dampak dari kekalahan pada laga pembuka. Tim spesialis turnamen itu pernah mengalaminya pada Piala Dunia Rusia 2018. Pada akhirnya, mereka tidak lolos dari babak grup untuk pertama kali sepanjang sejarah karena gagal bangkit.
Bagi mereka, terlalu jauh untuk berbicara kans juara saat ini. Mereka harus merendahkan target terlebih dulu, yaitu untuk bisa lolos babak grup. Langkah Argentina di Grup C dan Jerman di Grup E untuk lolos ke 16 besar semakin sulit karena kalah dari tim non-unggulan.
Artinya, mereka sudah dinanti tim yang lebih kuat pada dua laga berikutnya. Argentina masih akan menghadapi dua tim ”kuda hitam”, Meksiko dan Polandia, sementara Jerman akan ditantang Spanyol yang baru menang tujuh gol tanpa balas atas Kosta Rika.
Bagai saham yang anjlok, seperti itulah ekspektasi juara terhadap dua tim raksasa, Argentina dan Jerman, setelah kalah di laga pembuka babak grup.
Menurut penyerang Argentina Lautaro Martinez, mereka harus menghadapi final lebih dini akibat kesalahan itu. Dua laga berikutnya menjadi pertaruhan antara hidup dan mati. ”Kami akan menghadapi dua laga final beruntun saat ini,” ucapnya.
The Athletic menghitung rata-rata poin yang dibutuhkan sebuah tim untuk lolos grup Piala Dunia. Sejak 1998, awal format 32 digunakan, runner-up grup rata-rata mencatat 5 poin untuk lolos. Juara grup membutuhkan rerata 7,38 poin.
Rerata itu bukan patokan mutlak. Chile pernah lolos ke babak 16 besar pada Piala Dunia Perancis 1998 hanya dengan 3 poin. Mereka imbang di seluruh laga, masing-masing lawan Austria, Italia, dan Kamerun. Beruntung dua tim lain juga tidak bisa mencatat kemenangan.
Raihan 3 poin dalam kasus Chile itu tidak bisa menjadi tolok ukur dalam kasus Jerman. Dua tim lain, Jepang dan Spanyol, sudah meraih satu kali menang. Akan sangat berisiko untuk Jerman jika hanya bermodal 3 poin. Argentina lebih mujur karena laga Polandia dan Meksiko berakhir imbang.
Baca Juga: Jepang Membalas Jasa Jerman dengan ”Air Tuba”
Namun, jika ingin aman, Argentina dan Jerman memang harus minimal meraih 5 poin. Mereka pun wajib menang di dua laga terakhir grup untuk melangkah lebih mulus. Supaya tidak perlu bergantung nasib pada hasil dari tim lain.
Garis sejarah
Catatan sejarah bisa sedikit menenangkan Argentina dan Jerman. Sudah terbukti, kalah pada laga pertama tidak selalu menjadi kiamat untuk para unggulan. Beberapa tim bisa bangkit, bahkan melangkah jauh hingga fase akhir turnamen.
Argentina pernah melewati fase itu pada Piala Dunia Italia 1990. Tim yang dipimpin Diego Armando Maradona itu kalah dari Kamerun pada laga pembuka. Namun, mereka bisa melaju hingga final sebelum akhirnya ditaklukkan Jerman Barat.
Paling dekat adalah Spanyol. Tim asuhan Pelatih Vicente Del Bosque kala itu menjuarai Piala Dunia Afrika Selatan 2010 setelah sukses melalui krisis akibat kalah dari Swiss pada laga pertama. Menurut sang pelatih, kuncinya adalah tetap mempercayai pemain yang ada.
Baca Juga: Tim Gurem, Bertarunglah seperti Arab Saudi
”Itu bukanlah waktu untuk membuat perubahan. Saya hanya harus melanjutkan ide yang sama. Saya tidak mungkin mengganti tujuh pemain pada laga kedua. Kami bermain dengan skuad nyaris sama, hanya ditambah Fernando Torres dan Jesus Navas di laga kedua. Semua pemain akhirnya terbangun karena terpicu kritik keras dari media,” kata Del Bosque seperti dikutip Fourfourtwo.
Pelatih Argentina Lionel Scaloni dan Pelatih Jerman Hansi Flick semestinya juga melakukan hal serupa. Kedua tim sebenarnya tidak tampil buruk. Mereka hanya terlalu nyaman setelah mendominasi pada paruh pertama. Para pemain tidak menyangka bencana akan datang setelah turun minum.
Indikasi penampilan cukup baik itu bisa dilihat dari data expected goals (xG) The Analyst. Angka xG merupakan cara sederhana untuk melihat ancaman tim sepanjang laga. Angka itu menghitung seberapa besar kualitas peluang untuk menjadi gol.
Argentina mencatat angka xG 2,2, sementara Jerman 3,3. Mereka menjadi salah dua tim yang masuk lima besar xG tertinggi pada pekan pertama. Arti dari angka itu, Argentina semestinya bisa mencetak minimal dua gol dari peluang yang ada, sementara Jerman minimal tiga gol.
Baca Juga: Jangan Menangis Dulu, Argentina
Namun, Argentina dan Jerman hanya mampu mencetak satu gol. Efisiensi tembakan dan keberuntungan menjadi faktor yang tidak memihak mereka. Berbeda dengan Arab yang menghasilkan dua gol dari xG 0,1 dan Jepang dari xG 1,4.
Messi percaya, hasil negatif pada laga pembuka akan menjadi bahan bakar mereka di sisa turnamen. ”Kami akan lebih menyatu dari sebelumnya. Ini adalah waktunya untuk membalikkan keadaan. Kami selalu ingin menang di setiap laga, sekarang motivasi itu lebih besar dari yang pernah ada sebelumnya,” katanya.
Ekspektasi terhadap Argentina dan Jerman boleh saja anjlok saat ini. Namun, jika dilihat lebih luas, kekalahan itu hanya akan membuat kedua tim lebih baik. ”Singa” yang sempat tertidur telah bangun. Pelatih Arab Saudi Herve Renard sudah memprediksi kebangkitan itu. ”Argentina akan lolos dari babak grup dan akan menjadi juara,” ucapnya. (AP/REUTERS)