Jerman Terbakar Bersama Kebesaran ”Turniermannschaft”
Jerman mampu selamat dari kekalahan melawan Kosta Rika, tetapi sudah terlambat untuk menghindar dari kobaran api grup neraka.
- Jerman gagal lolos dari babak grup Piala Dunia dalam dua edisi beruntun. Padahal, mereka selalu lolos dalam 16 edisi sebelum tahun 2018.
- Kosta Rika berpeluang lolos ke babak gugur untuk ketiga kali dalam sejarah keikutsertaan di Piala Dunia. Namun, mereka gagal mempertahankan keunggulan 2-1 yang diraih pada menit ke-70.
- Jerman mencatat 32 tendangan dengan angka xG mencapai 6,1. Semestinya mereka bisa menang lebih dari 6 gol, sama seperti Spanyol.
AL KHOR, JUMAT — Jerman dan Kosta Rika saling berbagi kebahagiaan semu dalam drama hujan gol selama 90 menit. Jerman sempat berada di posisi untuk lolos grup pada paruh pertama, sementara Kosta Rika pada paruh kedua. Namun, mimpi mereka terkubur saat peluit panjang berbunyi.
Jerman bangkit dari ketinggalan 1-2 lalu menang atas Kosta Rika 4-2 di Stadion Al Bayt, Kota Al Khor, Jumat (2/12/2022) dini hari WIB. Tiga gol dari penyerang cadangan, Kai Havertz (2) dan Niclas Fuellkrug, sukses membalikkan keadaan dalam 20 menit terakhir.
Namun, raihan tiga poin itu tidak cukup untuk mengantar Jerman ke babak 16 besar. Hasil itu tak lepas dari kemenangan mengejutkan Jepang atas Spanyol dengan skor 2-1. Tim ”Panser” harus puas finis di peringkat ketiga (4 poin), di bawah Jepang (6 poin) dan Spanyol (4 poin).
Jerman memiliki poin yang sama dengan Spanyol. Namun, mereka kalah dalam selisih gol, (+1) – (+6). Spanyol beruntung karena kemenangan 7-0 atas Kosta Rika di laga pembuka menjadi modal kelolosan mereka. ”Luar biasa pahit bagi kami. Kami merasa tidak berdaya,” kata penyerang Jerman, Thomas Mueller.
”Turniemannschaft”, julukan Jerman yang berarti tim spesialis turnamen, pun tidak relevan lagi. Delapan kali finalis dan empat kali juara dunia itu gagal beruntun lolos dari babak grup pada 2018 dan 2022. Padahal, mereka belum pernah merasakan kegagalan itu di 16 edisi sebelumnya, 1934-2014.
Hanya ada penyesalan di kubu Jerman. Pelatih Hansi Flick sangat marah kepada anak asuhnya saat turun minum. Timnya tancap gas sejak awal yang berujung gol Serge Gnabry pada menit ke-10. Namun, mereka menurunkan tempo setelah itu.
”Kami ingin menciptakan tiga sampai empat gol pada paruh pertama, tetapi kami malah membuat kesalahan. Kami memberikan mereka kesempatan. Andai saja kami mengonversi semua peluang itu (mungkin akan berbeda),” kata Flick.
Jerman yang menguasai bola hingga 68 persen, total mencatat 32 tendangan. Sebanyak 15 kali tembakan berujung tepat sasaran dan tiga kali percobaan membentur gawang. Adapun expected goals (xG) mereka mencapai 6,1. Artinya, mereka bisa saja mencetak lebih dari 6 gol seandainya lebih efektif.
Baca juga: Taring Tajam "Singa Atlas" Maroko di Balik Topeng Kuda Hitam
Kesalahan strategi Flick turut berkontribusi terhadap minimnya gol di paruh pertama. Sang pelatih memainkan formasi 4-2-3-1 tanpa penyerang murni. Mueller yang seret gol di klub dan timnas tahun ini justru ditugaskan sebagai ujung tombak.
Padahal, Flick mengetahui Kosta Rika pasti bermain parkir bus atau menumpuk pemain di sepertiga akhir dengan pertahanan blok rendah. Namun, satu-satunya penyerang murni, Fuellkrug, baru diturunkan menit ke-55.
Fuellkrug yang kuat dalam bola udara bisa sangat berguna di kotak penalti lawan. Terbukti, dia langsung menyumbang 1 gol dan 1 asis setelah diturunkan. Penyerang Werder Bremen itu juga berhasil menarik gravitasi pemain bertahan lawan dengan tubuh tinggi nan kokoh.
Kata Flick, seharusnya mereka tidak perlu mengadu nasib di laga terakhir. Mereka dihukum karena kalah dari Jepang, 1-2, di laga pertama grup. ”Turnamen tidak ditentukan dari hasil hari ini saja. Kami memang tidak bermain efisien di sepanjang turnamen. Itulah alasan mengapa kami tersingkir,” ujarnya.
Harapan semu
Kosta Rika sebenarnya hanya butuh tidak kemasukan selama 20 menit terakhir untuk lolos ke babak gugur. Keylor Navas dan rekan-rekan berhasil membalikkan keadaan menjadi 2-1 pada paruh kedua setelah tertinggal 0-1 pada turun minum.
”Si Tiga Warna”, julukan Kosta Rika, memanfaatkan lubang pertahanan Jerman yang terlalu fokus menyerang. Gol gelandang Yeltsin Tejeda dan bunuh diri Manuel Neuer membuat pendukung mereka bergemuruh di tribune stadion.
Baca juga: ”Tangan Tuhan” dan Pembuktian Duo Kebanggaan Afrika
Jika skor bertahan hingga akhir, Kosta Rika akan lolos ke babak gugur untuk ketiga kali sepanjang keikutsertaan di Piala Dunia. Mereka akan menempati peringkat kedua dan lolos bersama Jepang dari jeratan grup neraka. Namun, keunggulan itu hanya bertahan tiga menit, sebelum Havertz menjebol gawang mereka.
”Di Piala Dunia ini, kami berhasil memperlihatkan seperti apa Kosta Rika sebenarnya. Kami menjadi diri sendiri saat melawan Jepang dan hari ini. Hal paling penting adalah ada peningkatan besar. Kami pun bisa meninggalkan turnamen ini dengan kepala tegak,” ujar Pelatih Kosta Rika Luis Fernando Suarez.
Skuad inti Kosta Rika tampak sudah kelelahan harus menahan gempuran Jerman sekaligus melakukan transisi cepat menyerang balik bersama-sama. Adapun menurut Opta, mereka memainkan 11 pemain mula dengan rerata usia tertua di Piala Dunia kali ini (31 tahun, 37 hari). Sebanyak 8 pemain berusia 30 tahun lebih.
Kosta Rika menyudahi turnamen sebagai juru kunci Grup E dengan koleksi 3 poin. Meskipun begitu, mereka menjadi satu-satunya tim yang berhasil menaklukkan juara grup Jepang. Adapun dua raksasa Spanyol dan Jerman bertekuk lutut di hadapan Jepang.
Di sisi lain, Jerman juga terbawa asa kelolosan pada akhir paruh pertama. Mereka berada di peringkat kedua, di bawah Spanyol. Saat itu, Spanyol sedang unggul satu gol atas Jepang. Sampai akhirnya, klasemen itu berubah akibat dua gol instan Jepang hanya dalam enam menit setelah turun minum.
Mueller dan rekan-rekan sebenarnya juga masih berpeluang lolos pada menit-menit terakhir. Mereka hanya butuh satu gol dari Spanyol agar kedudukan imbang. Jika itu terjadi, Jerman akan memiliki poin yang sama dengan Jepang (4 poin) tetapi unggul dalam selisih gol.
Meskipun begitu, semua itu hanyalah sebatas fatamorgana yang tidak terjadi saat peluit panjang berbunyi. Pada akhirnya, Jerman tersingkir lagi di bawah kepemimpinan pelatih baru. Mereka tersingkir dari turnamen yang sering disebut sudah seperti rumah sendiri. (AP/REUTERS)