Stadion Gelora Bung Karno, Fondasi Penempa Karakter Bangsa
Dengan latar belakang sejarahnya, Stadion Gelora Bung Karno mengemban mimpi besar dalam menjadi tonggak pembentukan karakter dan mental bangsa Indonesia. Harapan itu coba diwujudkan kembali setelah renovasi GBK tuntas.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·6 menit baca
Sejak berdiri hingga saat ini, Stadion Gelora Bung Karno (GBK) seakan ditakdirkan menjadi pondasi awal bangsa Indonesia untuk menempa mental, karakter, dan kepribadian bangsa. Saat Piala Dunia U-20 batal, “wajah baru” GBK diharapkan membawa karakter pecinta sepak bola Indonesia menjadi lebih dewasa.
Stadion GBK bisa dibilang menjadi yang paling berbeda dan istimewa dibandingkan lima stadion lain yang awalnya dipersiapkan menjadi arena Piala Dunia U-20. GBK punya sejarah panjang sebagai stadion besar pertama yang dimiliki Indonesia. Kelahiran GBK beririsan dengan langkah awal pemerintahan muda Indonesia ketika memulai agenda-agenda pembangunan.
Di GBK terpendam mimpi dan harapan Presiden Pertama Indonesia, Soekarno, yang ingin memperkuat rasa kebangsaan dan melihat masyarakat Indonesia bangga terhadap negaranya. Soekarno memang dikenal sebagai pemimpin yang menyukai pembangunan-pembangunan yang bersifat monumental. Dengan cara membangun monumen itu “Putra Sang Fajar” berupaya membangun mental dan karakter bangsanya.
“Untuk pembentukan mental dan karakter sebuah bangsa, penting bagi sebuah bangsa untuk memiliki sebuah monumen,” kata Soekarno dalam wawancaranya bersama Cindy Adams yang tertulis dalam buku autobiografi Soekarno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.
Stadion GBK pun tidak terkecuali menjadi satu dari sekian banyak karya monumental yang lahir di era Soekarno. Pembangunan stadion itu pada awalnya dimaksudkan atas kebutuhan terpilihnya Indonesia sebagai tuan rumah Asian Games IV pada 1962. Salah satu syarat bagi tuan rumah adalah menyediakan kompleks olahraga, termasuk stadion. Soekarno pun bergerilya mencari pendanaan untuk mewujudkannya.
Awalnya, Indonesia percobaan mengajukan pinjaman kredit ke Amerika Serikat, tetapi tidak berhasil. Uni Soviet kemudian bersedia mendanai pembangunan kompleks olahraga pertama Indonesia. Dengan suntikan dana segar dari Uni Soviet, pada Juli 1962 jadilah kompleks olahraga GBK lengkap dengan stadion utama sebagai lokasi yang direncanakan untuk acara pembukaan Asian Games.
Soekarno membanggakan stadion utama GBK dengan ciri khas atap temugelangnya tersebut. Pada masa itu, GBK dipercaya sebagai stadion terbesar dengan atap melingkar pertama yang ada di Asia Tenggara. Berkaca dari itu, tidak heran bila Soekarno begitu yakin GBK akan menjadi sarana untuk membantu membangkitkan kebanggaan masyarakat Indonesia sebab stadion megah yang saat itu berkapasitas 110 ribu orang adalah kepunyaan bangsa Indonesia.
Dalam perjalanannya, GBK beberapa kali direnovasi. Renovasi terbaru dan terbesar dilakukan jelang Asian Games 2018. Saat itu Indonesia ditunjuk sebagai tuan rumah. Salah satu aspek yang paling mendapat perhatian dalam renovasi besar senilai Rp 2,03 triliun ketika itu adalah tribune penonton. Pengelola menambahkan kursi bagi penyandang disabilitas, di samping mempercantik tribune. Lampu penerangan stadion turut ditingkatkan menjadi 3.500 lux.
Dengan adanya GBK yang seperti sekarang ini, kita harus lebih solid sebagai stakeholder sepak bola Indonesia.
Pada 2020, GBK kembali menjalani renovasi untuk persiapan menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20. Selama renovasi, GBK pun ditutup untuk umum. Renovasi kali ini menyasar area lapangan sebagai aspek utama. Direktur Utama Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPKGBK) Rakhmadi Afif Kusumo menjelaskan, tidak banyak permintaan dari FIFA terhadap pengelola GBK saat menginspeksi stadion. Itu karena GBK dinilai sudah layak memenuhi kriteria penyelenggara pertandingan Piala Dunia dua tahunan tersebut.
Hanya saja kualitas lapangan masih sangat perlu ditingkatkan. Maka dari itu, media tanam dan rumput lapangan GBK diganti dengan yang baru. Pemasangan media tanam yang sesuai akan membuat unsur hara di tanah menjadi gembur dan mampu menyerap air secara lebih maksimal. Bila media tanam tidak bagus, biasanya tanah di bawah rumput menjadi mengeras dan berbatu sehingga menghambat aliran air dari atas ke bawah.
“Perbaikan-perbaikan di sini cenderung minor saja. Mereka (FIFA) juga sudah oke dan puas. Tidak ada begitu banyak masalah. Perbaikan di GBK ini yang paling signifikan dan bisa dilihat langsung ya pembatas tribune dan field of play,” kata Rakhmadi, Kamis (6/4/2023).
Ketika datang ke Indonesia untuk menginspeksi kesiapan dan kelayakan GBK, FIFA meminta pembatas pagar antara tribune dan lapangan dihilangkan agar sesuai standarnya. Penghilangan pagar pembatas itu bertujuan agar penonton bisa mengevakuasi diri ke atas lapangan bila terjadi bencana atau kondisi yang berbahaya. FIFA menilai adanya pagar pembatas akan menghalangi jalur evakuasi penonton ke lapangan.
Di sisi lain, standar FIFA yang menghilangkan pagar pembatas tribune itu sangat berisiko bila diterapkan di Indonesia. Tiadanya pagar pembatas tribune dan lapangan membuat peluang penonton nakal untuk menyerbu ke dalam lapangan menjadi besar. Apalagi peristiwa kerusuhan antarsuporter di Indonesia masih belum bisa dihilangkan sepenuhnya. Bagi Rakhmadi, di sanalah tantangan sebenarnya untuk Indonesia dan suporternya dalam rangka memulai langkah menuju kedewasaan.
“Dengan ini, jadinya kan harus diedukasi. Harus ada pemahaman bersama bahwa kita menonton bola itu untuk mendapatkan hiburan dan kita harus sama-sama dewasa. Itu sebenarnya bisa,” ujarnya.
Maka dari itu, ada harapan yang sangat besar terhadap wajah baru GBK ini sebagai langkah awal memulai transformasi sepak bola nasional, utamanya terhadap kedewasaan sikap suporter. Rakhmadi punya visi menjadikan GBK sebagai rumah besar timnas Indonesia di masa mendatang.
Setelah terdapat peningkatan mutu fasilitas di GBK, pihaknya juga terbuka untuk terobosan-terobosan semisal membuka kesempatan berlatih bersama suporter “Tim Garuda”. Dengan program berlatih bersama di GBK itu, jajaran pengurus PPKGBK bermaksud memanfaatkannya agar para suporter mengerti bahwa setiap jengkal fasilitas yang ada di GBK adalah milik bersama dan karena itu harus dijaga.
Beberapa waktu sebelumnya, masih ada oknum suporter timnas Indonesia yang bisa menyelundupkan cerawat (flare) saat hari pertandingan timnas. Tindakan itu membahayakan penonton lainnya. Selain itu juga bisa mengundang sanksi FIFA. Selain itu, dalam turnamen Piala AFF 2022 lalu ada seorang suporter yang menaiki pelantang suara di ketinggian. Ini adalah bukti bahwa kedewasaan sikap suporter adalah pekerjaan rumah yang masih belum ditemukan solusinya.
“Dengan adanya GBK yang seperti sekarang ini, kita harus lebih solid sebagai stakeholder sepak bola Indonesia,” ucap Rakhmadi.
Di sisi lain, PPKGBK juga telah belajar dari kasus banyaknya suporter Indonesia yang tidak mendapatkan kursi ketika hendak menyaksikan Piala AFF 2022. Padahal, mereka adalah penonton dengan tiket resmi. Untuk mengatasi itu, saat ini setiap kursi di GBK sudah dipasangi nomor.
Upaya itu akan dikombinasikan dengan sistem manajemen kerumunan sehingga kemungkinan penonton bertiket tidak mendapatkan kursi tidak terulang. Direktur Pembangunan dan Pengembangan Usaha PPKGBK, Mokhamad Rofik Anwar, menambahkan, terdapat juga sekitar 150 kursi untuk penyandang disabilitas lengkap dengan jalur khususnya. Fasilitas untuk penyandang disabilitas ini juga menjadi salah satu perhatian FIFA yang bertujuan agar tidak ada diskriminasi dalam menyaksikan pertandingan sepak bola.
Sejak berdiri hingga saat ini, GBK tiada henti menjadi sarana untuk menumbuhkan karakter bangsa menjadi lebih berkeadaban. Bedanya karakter yang dibutuhkan bangsa Indonesia saat ini lebih dari sekadar kebanggan terhadap negaranya, tapi juga kedewasaan dalam menikmati sepak bola yang jadi salah satu tujuan transformasi sepak bola nasional.