Novak Djokovic telah menjadi petenis tunggal putra terbaik dengan 23 gelar juara Grand Slam. Dia belum akan menghentikan langkah untuk Wimbledon, turnamen paling bersejarah di arena tenis.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
Saat berbicara tentang dominasi di arena Grand Slam, tiga turnamen di antaranya identik dengan ”Big Three”. Novak Djokovic, Rafael Nadal, dan Roger Federer menjadi pemilik rekor di ajang berbeda, yaitu Australia Terbuka, Perancis Terbuka, dan Wimbledon. Namun, rekor delapan gelar juara tunggal putra Wimbledon tampaknya tak hanya akan menjadi milik Federer.
Gelar juara pada 2003-2007, 2009, 2012, dan 2017 menjadikan Federer sebagai tunggal putra tersukses di Wimbledon. Bersaing di All England Club, London, Inggris, setiap Juli sejak 1999, Federer bermain tenis dengan keanggunan dalam setiap gerakannya, bagai seorang penari. Maka, ketika berbicara tentang turnamen tenis tertua di dunia itu—Wimbledon dimulai pada 1877—sangat sulit untuk tidak berbicara tentang petenis yang pensiun pada September 2022 itu.
Tak banyak petenis yang bisa menguasai lapangan rumput, yang menuntut kemampuan spesifik seperti halnya di tanah liat. Lapangan yang ditanami ryegrass dengan tinggi 8 mm itu memiliki pemukaan yang tak rata sehingga, tak jarang, arah pantulan bola tak sesuai perkiraan. Lapangan ini juga memantulkan bola dengan sangat cepat dan rendah yang membuat petenis harus berlutut saat mengembalikannya.
Federer bisa mengatasi semua tantangan tersebut dengan hasil delapan kali juara dari 12 final. Dari 119 pertandingan di Wimbledon, dia menang 105 kali (88 persen).
Spesifikasi khusus tetapi berbeda harus dimiliki petenis ketika bermain di lapangan tanah liat Roland Garros, tempat berlangsungnya Perancis Terbuka. Berkebalikan dengan lapangan rumput, tanah liat memantulkan bola dengan pelan dan tinggi. Perebutan poin berlangsung lebih lama, hingga petenis harus memiliki daya tahan fisik level tinggi.
Petenis juga harus bisa bergerak dengan cara meluncur untuk mengejar bola. Nadal menjadi yang paling nyaman saat tampil di Roland Garros. Dia tak terkalahkan dalam 14 final sejak debut pada 2005 dan hanya tiga kali kalah dari 115 pertandingan.
Namun, cedera pinggul membuat petenis Spanyol ini tak tampil di Roland Garros tahun ini. Nadal pun kemungkinan besar tak akan bertanding pada sisa musim 2023 dan akan menjadikan 2024 sebagai tahun terakhirnya sebagai petenis profesional.
Djokovic, rival bagi ”Fedal” yang muncul belakangan, pada awalnya dikenal dominan di lapangan keras. Akan tetapi, dia akhirnya menjadi petenis yang bisa tampil baik di semua jenis lapangan, termasuk lapangan rumput.
Setelah Federer menjuarai Wimbledon 2017, yang merupakan gelar terakhirnya di ajang Grand Slam, hanya ada nama Djokovic sebagai juara Wimbledon. Jumlah gelarnya di ajang itu bertambah dari tiga menjadi tujuh.
Maka, jika menjadi juara pada tahun ini (dan Djokovic memang menjadi yang paling favorit juara), lapangan rumput Wimbledon tak hanya menjadi ”rumah” bagi Federer. Djokovic bisa menyamai rekor Federer untuk menambah 10 gelarnya di Australia Terbuka (sebagai yang terbanyak), 3 di Perancis Terbuka, dan 3 dari Amerika Serikat Terbuka. Sebanyak 23 gelar membuat Djokovic sebagai tunggal putra dengan gelar juara Grand Slam terbanyak.
Peluang besar petenis Serbia itu untuk menjadi juara didukung oleh statistiknya di Wimbledon. Dia 28 kali menang tanpa kalah pada empat penyelenggaraan terakhir, kecuali pada 2020, ketika Wimbledon tak digelar karena pandemi Covid-19. Kekalahan terakhir di Wimbledon dialami pada perempat final 2017 ketika mengundurkan diri saat melawan Tomas Berdych karena cedera siku.
Djokovic bahkan tak pernah kalah di Lapangan Utama All England Club pada hampir selama 10 tahun terakhir. Setelah kalah pada final 2013 dari Andy Murray, Djokovic selalu menang dalam 39 pertandingan di Lapangan Utama.
Kekalahan terakhir dalam turnamen di lapangan rumput bahkan terjadi cukup lama, yaitu pada 24 Juni 2018. Saat itu, petenis Serbia tersebut kalah dari Marin Cilic pada final ATP London, salah satu turnamen pemanasan Wimbledon.
Seperti dua rivalnya dalam Big Three, Djokovic tak hanya bisa menjaga kondisi fisiknya dalam tujuh pertandingan best of five sets selama dua pekan. Dia juga bisa mempertahankan ketangguhan mental untuk menghadapi setiap tekanan.
Meski telah melampaui prestasi Federer dan Nadal dalam berbagai kategori, di antaranya jumlah gelar Grand Slam dan durasi menjadi petenis nomor satu dunia, perjalanan Djokovic belum berakhir. Jika bisa mendapatkan gelar Grand Slam untuk ke-24 kalinya, Djokovic akan menyamai Margaret Court sebagai petenis yang memiliki gelar juara Grand Slam terbanyak di nomor tunggal. Serena Williams, dengan 23 gelar, pernah memiliki kesempatan tersebut, tetapi gagal hingga akhirnya pensiun pada Agustus 2022.
Saya masih memiliki motivasi untuk bermain dengan sebaik mungkin di turnamen ini. Wimbledon adalah turnamen yang paling diperhitungkan dalam dunia tenis.
”Saya masih memiliki motivasi untuk bermain dengan sebaik mungkin di turnamen ini. Wimbledon adalah turnamen yang paling diperhitungkan dalam dunia tenis,” ujar Djokovic.
Pesaing kuatnya, lagi-lagi, adalah Carlos Alcaraz yang berstatus petenis nomor satu dunia. Bintang muda berusia 20 tahun ini membawa gelar juara ATP 500 London, sebagai gelar pertama dari turnamen lapangan rumput, untuk modal tampil di Wimbledon.
Namun, Alcaraz masih sulit untuk mengalahkan Djokovic di ajang Grand Slam meski memiliki kekuatan fisik yang lebih bugar dengan usia 20 tahun. Alcaraz kalah saat bertemu Djokovic pada semifinal Perancis Terbuka.
Hasil dalam dua final terakhir di Wimbledon menjadi indikator lain bahwa menjalani laga puncak Grand Slam bukan hal yang mudah. Dia ditantang Matteo Berretini pada 2021 dan Nick Kyrgios setahun berikutnya. Namun, anak-anak muda itu hanya bisa mencuri satu set.