Marketa Vondrousova pernah membuat kejutan dengan tampil di final Perancis Terbuka 2019 dan Olimpiade Tokyo 2020 sebagai petenis nonunggulan, meski kalah. Dengan status serupa, dia menjuarai tunggal putri Wimledon 2023.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·5 menit baca
LONDON, SABTU — Turnamen Grand Slam Wimbledon kembali melahirkan kejutan pada nomor tunggal putri. Marketa Vondrousova memanfaatkan peluang terbuka ketika tak ada yang mendominasi permainan di lapangan rumpul All England Club, London, Inggris.
Vondrousova mengalahkan empat unggulan untuk lolos ke final, di antaranya unggulan keempat, Jessica Pegula, pada perempat final. Meski demikian, tidak ada satu pun di antara mereka yang benar-benar menguasai permainan di lapangan rumput. Petenis yang menjadi lawannya di final, pada Sabtu (15/7/2023), Ons Jabeur, sebenarnya memiliki peluang yang lebih baik untuk juara. Dia mencapai tahap yang sama pada Wimbledon 2022, tetapi kalah dari Elena Rybakina.
Namun, Vondrousova melakukan seperti apa yang dilakukan Rybakina, yaitu menghambat Jabeur menjadi petenis putri bangsa Arab, sekaligus dari negara di Afrika pertama yang menjuarai Grand Slam. Vondrousova mengalahkan Jabeur dengan skor 6-4, 6-4.
Ini adalah momen yang luar biasa. Saya tak menduga bisa mencapainya setelah absen pada tahun lalu, apalagi setelah cedera.
”Ini adalah momen yang luar biasa. Saya tak menduga bisa mencapainya setelah absen pada tahun lalu, apalagi setelah cedera,” ujarnya setelah menjadi petenis nonunggulan pertama yang menjuarai tunggal putri Wimbledon.
Meski menang dua set, momentum dalam pertandingan selama satu jam 20 menit itu selalu berubah. Dalam 20 gim yang dimainkan, Jabeur dan Vondrousova saling mematahkan servis lima kali dalam setiap set.
Vondrousova tertinggal 2-4 pada set pertama, tetapi berbalik unggul dengan memenangi lima gim berikutnya. Momen serupa terjadi pada set kedua ketika Vondrousova menang setelah tertinggal 3-4.
Dengan kemenangan tersebut, Vondrousova melakukan lonjakan besar dalam kariernya sebagai petenis profesional. Sebelum menjuarai Wimbledon, dia hanya memiliki satu gelar juara dari turnamen WTA berlevel rendah di Swiss, pada 2017.
Namun, Vondrousova adalah pembuat kejutan dengan statusnya sebagai petenis non unggulan. Sebelum Wimbledon 2023, dia mencapai final Perancis Terbuka 2019 dan Olimpiade Tokyo 2020, tetapi kalah, masing-masing, dari Ashleigh Barty dan Belinda Bencic.
Saat Jabeur berhadapan dengan Rybakina di final Wimbledon 2022, Vondrousova berada di rumahnya, di Praha, Ceko. Dia absen karena cedera pergelangan tangan kiri. Cedera itu membuatnya dua kali menjalani operasi dan absen dari turnamen selama enam bulan, pada Mei-Oktober.
Bersama adik perempuannya, Vondrousova, yang mengenakan penyangga tangan, berada di London pada pekan pertama Wimbledon untuk berwisata. Dia juga menonton penampilan petenis Ceko lain yang juga sahabat Vondrousova, Miriam Kolodziejova.
Di Wimbledon tahun ini, Vondrousova tampil bersama Kolodziejova pada ganda putri. Namun, mereka mengundurkan diri sebelum tampil pada babak ketiga atas usul Kolodziejova ketika Vondrousova mendapat tiket semifinal nomor tunggal.
Kolodziejova, yang hadir di tribune tim Vondrousova saat final, tak ingin sahabatnya itu terbeban dengan tampil di dua nomor. Kesempatan itu dimanfaatkan dengan baik oleh petenis berusia 24 tahun tersebut hingga akhirnya juara.
Prestasi ini membuatnya bergabung dalam daftar tunggal putri kelahiran Ceko lainnya yang menjuarai Wimbledon. Ada Martina Navratilova, yang menonton di Royal Box, sebagai pemilik 18 gelar juara Grand Slam, Jana Novotna, dan Petra Kvitova. Pada persaingan era Terbuka, Hana Mandlikova dan Barbora Krejcikova menambah daftar juara Grand Slam dari negara yang memiliki banyak petenis putri potensial itu.
Di balik semua catatan itu, Vondrousova lega karena bisa bertanding tanpa merasakan sakit tangan kiri yang digunakan untuk memegang raket. ”Selalu tak mudah untuk kembali setelah cedera. Anda tak pernah tahu akan berada di level mana saat bersaing lagi. Saya bersyukur bisa bermain lagi tanpa rasa sakit,” tuturnya.
Bagi Jabeur, upaya dalam final ketiga di Grand Slam belum cukup untuk mengantarkannya menjadi juara. Setelah tampil gemilang untuk mengalahkan unggulan ketiga, Rybakina, dan Aryna Sabalenka (2) dalam perempat final dan semifinal, performanya menurun.
Taktik mengubah irama permainan dengan dropshot, yang biasanya menjadi senjatanya, justru menjadi kelemahannya. Dia sering gagal dalam melancarkan dropshot. Total, Jabeur membuat 31 unforced error, dibandingkan 13 yang dibuat Vondrousova.
Jabeur pun menangis setelah menerima trofi. ”Ini momen paling menyakitkan dalam karier saya, tetapi saya tidak akan menyerah. Saya akan kembali dengan lebih kuat,” katanya sambil beberapa kali menghapus air matanya.
Menantang kembali Djokovic
Pada persaingan tunggal putra, Carlos Alcaraz menjadi penantang bagi Novak Djokovic di final, meski dia berstatus petenis peringkat teratas dunia. Alcaraz lolos ke final setelah mengalahkan Daniil Medvedev 6-3, 6-3, 6-3 pada semifinal, sementara Djokovic menang atas Jannik Sinner 6-3, 6-4, 7-6 (4).
Alcaraz memperoleh lima gelar juara pada tahun ini, lebih banyak dari tiga gelar milik Djokovic. Namun, dua gelar Djokovic didapat dari panggung Grand Slam, yaitu Australia dan Perancis Terbuka. Ini menunjukkan Djokovic masih sulit diimbangi petenis yang lebih muda saat bersaing di arena Grand Slam.
Djokovic juga pernah dikalahkan Alcaraz, yaitu pada semifinal ATP Masters 1000 Madrid pada 2022, tetapi dia unggul saat berjumpa di Grand Slam. Kemenangan itu terjadi sebulan lalu saat bertemu pada semifinal Perancis Terbuka.
Alcaraz hanya bisa memberi perlawanan ketat pada dua set awal. Setelah itu, sekujur tubuhnya kram sebagai respons pada rasa gugup dan tekanan yang tak dapat ditanggungnya. Pada set ketiga dan keempat, dia kesulitan bergerak hingga akhirnya kalah dengan skor 3-6, 7-5, 1-6, 1-6.
”Melawan Novak akan sangat sulit, tetapi saya akan berjuang. Dia tak pernah kalah di Lapangan Utama Wimbledon sejak 2013, tetapi saya yakin bisa mengalahkannya. Tak ada waktu untuk takut dan lelah untuk melawan dia,” tutur Alcaraz.
Djokovic juga menegaskan bahwa tugasnya belum selesai hingga dia bisa mengangkat trofi juara. Jika juara, Djokovic akan menyamai prestasi Roger Federer sebagai pemilik delapan gelar juara Wimbledon. Dia pun semakin unggul dari Rafael Nadal dalam pengumpulan gelar terbanyak di arena Grand Slam pada nomor tunggal putra. Saat ini, Djokovic memiliki 23 gelar, sedangkan Nadal dengan 22 gelar. (AP/AFP/REUTERS)