Prawira Harum Bandung mematahkan stigma buruk. Mereka menang di gim pertama final IBL 2023 berkat keberanian, rasa lapar, dan momentum performa yang menanjak.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Selama satu generasi terakhir, tim asal Kota Bandung selalu dinilai tidak punya mentalitas juara. Di Hall Basket Senayan, Jakarta, Kamis (20/7/2023), stigma itu dimentahkan Prawira Harum Bandung. Mereka memperlihatkan karakter juara justru saat bertarung jauh dari rumah.
Prawira yang dipimpin kapten Reza Guntara menaklukkan tuan rumah Pelita Jaya Bakrie Jakarta, 74-65, dalam gim pertama final Liga Bola Basket Indonesia (IBL) 2023. Dalam debutnya di final, Reza memainkan laga terbaik sepanjang kariernya dengan sumbangan 26 poin dan 7 rebound. Berkat dia, ketiadaan Best Foreign Player IBL 2023, Brandone Francis, di paruh kedua pun tidak terlalu berarti.
”Coach Dave (David Singleton) sering bilang tentang mendalami peran. Semua punya peran sendiri. Jadi, saya menjalani peran sebaik mungkin. Tinggal tunggu hasilnya. Kami juga percaya satu sama lain,” kata Reza yang mencatat akurasi tembakan hingga 66,7 persen.
Keraguan terbesar Prawira muncul di awal paruh kedua. Francis, yang emosional sejak tepis mula, terkena technical foul kedua akibat memprotes wasit. Alhasil, mesin skor utama Prawira itu diusir wasit dan harus menyudahi laga lebih awal. Ketika itu, tim tamu masih unggul tipis 51-49.
Staf pelatih dan pemain cadangan Pelita Jaya merayakan momen keluarnya sang bintang lawan. Alih-alih kehilangan momentum, Prawira tampil lebih lepas. Reza memimpin di dua sisi lapangan. Selain sang kapten, center asing Jarred Shaw (12 poin, 11 rebound) dan guard Yudha Saputera (12 poin, 5 asis) juga berkontribusi besar.
”Pertandingan yang luar biasa. Anak-anak mampu step up setelah kami kehilangan Brandone. Dia MVP (asing). Namun, kami menunjukkan kekuatan mental. Semua pemain bertarung dengan hebat. Inilah yang kami bangun dalam dua musim terakhir,” ujar Singleton.
Para pemain Prawira tak gentar menghadapi teror ribuan suporter Pelita Jaya yang memenuhi tribune dengan atribut oranye, warna khas klub. Tim tamu berkali-kali disoraki nada minor. Adapun suporter Prawira tidak lebih dari 100 orang. ”Justru, saya hanya mendengar pendukung kami. Mereka lebih kencang (dukungannya),” ujar Reza.
Pelita Jaya, yang punya banyak guard spesialis tembakan jauh, tidak kuasa menahan agresivitas pertahanan lawan yang dipimpin Reza, peraih Defensive Player of The Year IBL 2023. Andakara Prastawa dan rekan-rekan pun hanya mencatatkan akurasi tembakan 32,4 persen. Akurasi tembakan tiga angka mereka pun hanya 22,9 persen, sangat rendah dibandingkan rerata selama playoff (32,3 persen).
Sejarah menulis, pada lima musim terakhir, tim yang berhasil merebut gim pertama final dalam format best of three selalu menjadi juara, yaitu mulai dari Pelita Jaya (2017) hingga Satria Muda Pertamina Jakarta (2022).
Guard cadangan, Agashi Goantara (15 poin), menjadi pencetak terbanyak Pelita Jaya, Prastawa, yang sudah tampil lima kali di final, tidak tampil dalam performa terbaik. Pemain berjuluk ”Stephen Curry versi Indonesia” itu hanya mencatatkan 7 poin. Dia hanya memasukkan 1 dari 9 tembakan tiga angka.
Terkait pengalaman di final, Prawira memang kalah telak. Hanya dua pemain mereka yang pernah merasakan kejamnya atmosfer final, yaitu Fernando Manansang dan Yosua. Adapun Fernando menjalani debut di final saat berseragam PJ pada musim lalu. Di sisi lain, hanya tiga pemain Pelita Jaya yang belum pernah tampil di final.
Namun, Reza dan rekan-rekan tampil lebih spartan dan mau berkorban satu sama lainnya. Pelatih Pelita Jaya Djordje Jovicic mengakui tim asuhannya kalah gigih. ”Mereka (Prawira) layak menang karena merupakan tim yang lebih baik. Gairah yang ditunjukkan mereka luar biasa. Itu sangat penting untuk laga final,” ujar Jovicic.
Penantian panjang
Lewat hasil itu, Prawira bisa menepis keraguan yang menyelimuti warga Bandung setelah paceklik juara selama 25 tahun. Terakhir kali mereka juara adalah pada era Kobatama, yaitu tahun 1998. Ketika itu, Prawira masih bernama Panasia. Setelah itu, mereka mengalami kemarau panjang prestasi. Mereka lalu kalah di final IBL 2008 saat bernama Garuda.
Masalah mental mencuat di tubuh Prawira pada semifinal musim lalu. Mereka gagal melaju ke final walaupun diperkuat pemain tim nasional, Abraham Damar. Rekan-rekan Abraham seolah menghilang saat itu. Semusim berselang, mereka justru masuk final dan menang di gim pertama tanpa Abraham yang terkendala izin bermain.
Sejarah menulis, pada lima musim terakhir, tim yang berhasil merebut gim pertama final dalam format best of three selalu menjadi juara, yaitu mulai dari Pelita Jaya (2017) hingga Satria Muda Pertamina Jakarta (2022). Sejak IBL kembali menjadi operator liga di 2015, hanya CLS Knight Surabaya yang bisa juara seusai tertinggal 0-1 (2016).
Singleton sempat mengeluhkan sistem kandang-tandang musim ini. Tim unggulan, seperti Prawira, harus bertandang dahulu sebelum menyudahi sisa seri di kandang. Mereka dirugikan karena harus berlatih sepanjang pekan di Jakarta. Sebaliknya, di Bandung, mereka hanya bisa berlatih sehari.
Namun, Singleton bisa tersenyum saat ini. Gim kedua dan gim ketiga (jika dibutuhkan) akan digelar di Arena C-Tra, Bandung. Rasa lapar publik Bandung akan menghantui tim tamu. Prawira hanya butuh satu kemenangan lagi untuk meraih gelar pertamanya di era IBL.
Momentum adalah salah satu alasan Prawira menang. Mereka ”terbang” dengan laju 13 kemenangan beruntun sejak musim reguler. Mereka menjadi satu-satunya tim dengan rekor kemenangan sempurna di playoff (5 menang-0 kalah). Adapun Pelita Jaya selalu kalah dari Prawira musim ini, termasuk dua kali di musim reguler.
Di sisi lain, faktor pemulihan kondisi pemain akan menjadi sangat krusial untuk para finalis. Mereka hanya punya jeda sehari untuk istirahat dan melakukan perjalanan dari Jakarta ke Bandung. Final gim kedua akan berlangsung di Bandung pada Sabtu malam atau hanya kurang dari 48 jam seusai gim pertama.