Di 2023, IBL ibarat Pohon yang Semakin Tinggi
IBL semakin kompetitif di usia ke-20. Akan tetapi, masih banyak yang harus diperbaiki untuk menjadi liga yang maju.
Setelah melewati 255 pertandingan selama tujuh bulan lebih, IBL musim 2023 akhirnya rampung. Musim ditutup dengan euforia lahirnya juara baru, Prawira Harum Bandung, yang sukses menyudahi dominasi tim-tim asal Jakarta selama dua dekade terakhir.
Kejayaan Prawira adalah cermin paling nyata dari liga yang semakin kompetitif dan menarik. Sejak IBL menjadi operator liga pada 2003, sebelumnya hanya ada satu tim dari luar Jakarta yang berhasil keluar sebagai juara, yaitu CLS Knights Surabaya (2016). Sisanya dari Ibu Kota.
Prawira membuat IBL lebih berwarna. Kapten Pelita Jaya Bakrie Jakarta Andakara Prastawa sudah bermain sejak 2012, merasakan final lima kali dan menjadi juara dua kali. Dia mengatakan, persaingan di liga musim ini memang jauh lebih kompetitif dibandingkan sebelumnya.
Banyak tim bagus. Semua tim saling mengalahkan. Banyak juga pemain baru yang step up.
”Banyak tim bagus. Semua tim saling mengalahkan. Banyak juga pemain baru yang step up,” kata Prastawa seusai PJ kalah dari Prawira dalam gim 2 final di C-Tra Arena, Bandung, Sabtu (22/7/2023). Adapun Prawira juara dengan menang 2-0 langsung dalam seri final berformat best of three.
Baca Juga: Dari Segulung Sushi, Kisah Juara Prawira Bermula
Banyak kejutan dari pemain lokal yang bukan tim nasional musim ini. Prawira, misalnya. Mereka hanya memiliki satu pemain timnas, yaitu Yudha Saputera. Sisanya bukan, termasuk forward Prawira Reza Guntara yang meraih Defensive Player of The Year dan Most Valuable Player Final.
Tim seperti Prawira sangat memanfaatkan kehadiran pelatih asing, David Singleton. Coach of The Year IBL tiga musim beruntun itu membawa pengetahuan baru dan kultur tidak pernah puas. Dia hanya butuh dua musim untuk membawa Prawira juara.
Baca Juga: Prawira Harumkan Kota Bandung
Tren penggunaan pelatih asing semakin melonjak setiap musim. Jumlah pelatih asing dan lokal sempat seimbang pada awal musim, 8 banding 8. Adapun tiga semifinalis musim ini dipimpin oleh pelatih asing. Dengan kehadiran banyak pelatih dari luar, wajar jika liga semakin sengit.
Para pemain asing juga memacu pemerataan kekuatan. IBL menaikkan batas gaji untuk pemain asing yang berpengaruh langsung terhadap peningkatan kualitas. Tim-tim papan bawah musim lalu seperti, Bima Perkasa Jogja dan dan Bumi Borneo Pontianak, bisa lolos playoff karena dorongan pemain asing.
Daya tarik kompetisi dipacu dengan jumlah pertandingan yang semakin banyak. Setiap tim bertanding 30 kali di musim reguler, dari sebelumnya hanya 22 kali. Liga berlangsung 7 bulan, meskipun ada jeda di tengah musim. Tidak seperti biasa, lebih banyak libur antara musim dibandingkan waktu kompetisi.
Di C-Tra Arena, Sabtu lalu, juga bisa memperlihatkan potensi besar bisnis IBL. Ribuan warga Bandung memadati arena demi menjadi saksi tim tuan rumah juara lagi sejak terakhir kali di era Kobatama, pada 1998. Antusiasme itu bisa terekam karena IBL kembali menerapkan format kandang-tandang di playoff, setelah vakum selama pandemi Covid-19.
Banyak perbaikan
Tepat di usia dua dekade musim ini, IBL terlihat naik level lagi dari penyelenggaraan kompetisi. Mereka ibarat pohon yang bertambah tinggi. Namun, seperti diketahui, semakin tinggi pohon, semakin besar pula angin yang menerpa. Tampak masih banyak hal yang bisa mengguncang kestabilan mereka.
Kualitas wasit adalah lubang terbesar dalam penyelenggaraan IBL. Entah sudah berapa banyak pelatih yang mengungkapkan kualitas wasit perlu ditingkatkan. Dari malu-malu karena takut dihukum liga karena mengkritik, sampai akhirnya blak-blakan.
Lihat Juga: Prawira Harum Bandung Juara IBL 2023
Kebanyakan protes datang dari pelatih asing yang punya standar tinggi. Salah satunya diungkapkan pelatih timnas Milos Pejic yang juga memimpin Indonesia Patriots di IBL. Dia berkata, pemain timnas banyak melakukan pelanggaran travelling ketika di luar negeri karena jarang ditiup oleh wasit IBL.
Sistem kandang-tandang memang berpotensi meningkatkan industri, tetapi penerapannya masih belum sempurna. Beberapa pelatih, salah satunya Singleton, yang protes karena tim unggulan justru harus bertandang terlebih dulu, sebelum tampil di kandang.
Baca Juga: Prawira Harum Bandung Mematahkan Stigma
Akibatnya, tim unggulan harus berlatih lebih lama di kota lawan untuk persiapan gim 1. ”Saya baru pernah menemukan format seperti itu sepanjang karier. Tentu ini harus menjadi pembahasan untuk musim depan, agar bisa lebih baik lagi,” kata Singleton yang pernah melatih di Selandia Baru dan Vietnam.
Persoalan infrastruktur juga cukup krusial. Saking sedikit lapangan yang memenuhi standar, BritAma Arena sempat diwacanakan jadi kandang 5 tim sekaligus. Pada akhirnya, 3 tim bermain di tempat itu. Salah satunya Borneo yang idealnya bermain di Pulau Kalimantan.
Peraturan liga
Peraturan IBL menjadi salah satu sorotan terbesar musim ini dalam kasus pemain Pelita Jaya Bakrie Jakarta Agassi Goantara dan Prawira Abraham Damar Grahita. Mereka sama-sama bermain di liga lain, saat IBL berlangsung.
Agassi yang menjalani kuliah di Spanyol, bermain di liga divisi 4 negara itu. Abraham bermain untuk tim divisi 3 Liga Jepang Veltex Shizuoka. Dalam peraturan terbaru IBL, mereka seharusnya tidak boleh tampil lagi di IBL pada musim yang sama. Jika dilanggar, ada sanksi larangan bermain 5 laga.
Pada akhirnya, Agassi diturunkan sebelum playoff. Dia dihukum 5 laga, lalu bisa kembali bermain di semifinal. Abraham tidak membela Prawira lagi karena sudah telanjur dituntut klub dengan dugaan wanprestasi. Kedua kasus ini merupakan sebuah diskursus baru yang muncul musim ini.
Peraturan itu semula dibuat untuk mencegah pemain ”nakal” agar tidak bermain di kompetisi ”tarkam” atau antarkampung. Namun, kasus musim ini berbeda. Agassi diminta langsung mengikuti kompetisi di Spanyol oleh pelatih timnas, demi menjaga performa untuk SEA Games Kamboja 2023.
Baca Juga: Muara Penantian Prawira dan Penebusan Pelita Jaya
Abraham memilih Veltex untuk membuka gerbang para pemain Indonesia ke Jepang. Tujuannya adalah pengembangan prestasi yang akan berpengaruh baik ke bola basket Tanah Air dan timnas. Jika tidak ada peraturan itu, mungkin dia tidak akan dituntut Prawira, karena klausul bermain di luar negeri terdapat di kontrak dan bisa kembali membela Prawira di playoff.
Menarik bagaimana peraturan musim berikutnya disempurnakan lagi dengan menyesuaikan kondisi terkini. Mengingat banyak pemain Indonesia yang mulai dilirik tim-tim luar negeri. Namun, saat bersamaan, mereka juga masih harus bergantung dari klub lokal.
Terakhir adalah masalah pembayaran hak pemain. Terdapat 3 tim yang terlambat atau belum membayarkan gajinya di akhir musim. Menjelang final IBL, bahkan para pemain Bima Perkasa masih sibuk mengutarakan protes ke manajemen klub lewat media sosial.
Pembayaran gaji memang bukan kewajiban liga, melainkan klub. Namun, sudah seharusnya mereka turut bertanggung jawab menjaga kesejahteraan pemain. Bayangkan, saja jika di sebuah pohon tinggi, ada seekor burung yang sedang berkicau. Lalu, di sebelahnya ada burung sekarat. Esensi keindahan di pohon itu akan hilang seketika.