Tekad Timnas Sepak Bola Amputasi Berprestasi Lebih Tinggi
Timnas sepak bola amputasi Indonesia mengawali perjalanan tahun ini dengan menjuarai Artalive Challenge Cup Amputee Football di Malaysia. Mereka bertekad untuk beprestasi lebih tinggi setelah tampil di Piala Dunia 2022.
Oleh
REBIYYAH SALASAH
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Setelah mengharumkan nama Indonesia dengan berlaga di Piala Dunia Amputasi 2022, tim nasional sepak bola amputasi bertekad menorehkan prestasi lebih tinggi. Mereka ingin kembali meniti jalan untuk tak hanya tampil di ajang empat tahunan tersebut, tetapi juga mencapai target 10 besar dunia. Beragam kejuaraan diharapkan bisa diikuti demi menambah pengalaman internasional.
Turnamen Artalive Challenge Cup Amputee Football (ACCAF) 2023 di EV Arena Shah Alam, Selangor, Malaysia, 21-23 Juli 2023, mengawali perjalanan timnas amputasi Indonesia tahun ini. Dalam turnamen yang juga diikuti Malaysia, Malaysia U-23, dan Bangladesh itu, Indonesia bertengger pada posisi puncak klasemen dengan torehan 9 poin. Mereka total meraup 8 gol, tanpa sekalipun kebobolan.
Hasil sempurna itu kian lengkap dengan gelar juara yang dipastikan pada laga final, Minggu (23/7/2023). Indonesia, yang memuncaki klasemen, bertanding pada partai puncak melawan Malaysia yang menempati posisi kedua. Pada pertandingan itu, Indonesia sukses menaklukkan Malaysia dengan skor 2-0 melalui lesakan Agung Rizki Satria.
Dua gol itu menambah koleksi gol Agung Rizki menjadi empat sekaligus mengantarnya menjadi top scorer. Selain Agung, pemain Indonesia lainnya, Muhammad Lukiyono, juga mendapat penghargaan individu sebagai most valuable player (MVP).
”Alhamdulillah kami bisa mencapai target juara. Ada beberapa kendala yang sempat kami temui, seperti pemusatan latihan nasional yang singkat, tetapi para pemain bisa mengatasi itu dan meraih kemenangan pada setiap pertandingan,” kata pelatih timnas amputasi Indonesia, Dicky Dwi Haryo, saat dihubungi dari Jakarta, Senin (24/7/2023).
Kendati hanya melakoni pemusatan latihan nasional selama 16 hari di Jakarta, Dicky melihat skuad timnas amputasi sudah mampu menerapkan teknik permainan dan strategi hingga 70 persen. Menurut Dicky, hal itu sudah cukup bagus mengingat skuad timnas amputasi merupakan tim baru. Sebanyak 8 dari 14 pemain baru bergabung timnas setelah lolos seleksi nasional pada awal Juli. Mereka sebagian besar merupakan pemain U-23. Hanya 6 pemain yang sebelumnya tampil di Piala Dunia 2022.
Kondisi itu, kata Dicky, membuat skuad timnas amputasi harus mencari bentuk tim. Pemain-pemain muda masih perlu berkutat dengan fisik dan mental, sedangkan pemain yang pernah berlaga di Piala Dunia harus mengembalikan kondisi fisik yang menurun lantaran minim latihan dan bertanding.
Setelah bermain di Piala Dunia, para pemain timnas amputasi kembali ke klub dan daerah masing-masing. Mereka kemudian bertanding pada ajang Piala Menpora 2022 pada November lalu. Minimnya turnamen sepak bola amputasi di dalam negeri inilah yang, menurut Dicky, perlu diimbangi dengan keikutsertaan di turnamen-turnamen internasional.
Turnamen menjadi tolok ukur perkembangan tim. Di turnamen, kami bisa melihat sampai di mana materi yang kami berikan bisa dipahami pemain, sejauh mana perkembangan mereka, dan apa yang harus kami perbaiki.
”Turnamen menjadi tolok ukur perkembangan tim. Di turnamen, kami bisa melihat sampai di mana materi yang kami berikan bisa dipahami pemain, sejauh mana perkembangan mereka, dan apa yang harus kami perbaiki. Kami berharap ikut banyak turnamen, tak perlu turnamen besar. Bisa trofeo, atau uji coba dengan negara lain,” tutur Dicky.
Keikutsertaan turnamen kian penting, terutama setelah target yang dipasang tetap tinggi, yakni menembus 10 besar dunia. Target serupa ditetapkan Indonesia saat bertanding di Piala Dunia 2022. Namun, mereka yang menjadi debutan di ajang tersebut belum berhasil memenuhi target tersebut. Skuad ”Garuda” mengakhiri kiprah di ajang tersebut dengan menempati posisi ke-22.
Indonesia, yang merupakan satu-satunya wakil dari Asia Tenggara, kalah dalam tiga laga penyisihan Grup C. Mereka kalah dari Argentina (0-3), Inggris (0-3), dan Amerika Serikat (0-5). Pada pertandingan penentuan peringkat ke-22 Piala Dunia, Indonesia mengalahkan Jerman 2-0. Hasil serupa gagal diraih ketika laga perebutan urutan ke-21 setelah kalah dari Uruguay 2-3. Alhasil, mereka harus puas menempati peringkat ke-22, di atas Spanyol pada peringkat ke-23 dan Jerman (24).
Playmaker Indonesia, Aditya, menyampaikan hal serupa. Ia dan rekan setimnya belajar untuk berani bermimpi sejak memutuskan bermain sepak bola amputasi. Ia ingat, ambisi awal timnya adalah tampil di Piala Dunia. Setelah ambisi itu berhasil terwujud, mereka memasang target lebih tinggi, yakni finis pada peringkat 10 besar.
Kegagalan memenuhi target tersebut tak lantas membuat skuad ini menyerah. Justru, kata Aditya, mereka kian termotivasi untuk memiliki cita-cita yang tinggi dan memulai latihan lebih keras lagi. Bermain di Piala Dunia menjadi pengalaman berharga yang menambah keyakinan dan keinginan mereka untuk bisa tampil lagi di ajang serupa pada 2026 dan meningkatkan capaian sebelumnya.
”Ambisi bermain di Piala Dunia ini terus kami jaga. Bedanya, kami sekarang lebih tahu apa yang harus dilakukan karena kami memiliki sedikit pengalaman bermain di ajang tersebut. Yang penting adalah latihan lebih keras lagi dan memperbanyak jam terbang,” kata Aditya, yang pernah meniti karier sebagai pesepak bola di tim Persib Bandung U-17 pada 2014-2015 sebelum kakinya diamputasi pada 2019.
Menurut Adit, waktu persiapan selama kurang lebih empat tahun untuk Piala Dunia selanjutnya cukup bagi Indonesia. Pemain-pemain muda itu menambah optimisme Adit akan prestasi yang bisa dicapai Indonesia. Selain potensial, kata Adit, mereka juga memiliki semangat tinggi untuk bisa bermain di Piala Dunia. Adapun pemain-pemain yang bertanding di Piala Dunia sebelumnya bisa mentransfer pengalaman mereka kepada para pemain baru.
“Kami berharap bisa lebih banyak bertanding, terutama dengan lawan-lawan luar negeri. Ada banyak turnamen internasional. Selain menambah jam terbang, keikutsertaan di turnamen juga membuat latihan bisa lebih jelas dan terukur. Kalau tidak ada turnamen, latihan juga, kan, sendiri-sendiri,” ucap Adit.
Peta jalan
Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Amputasi Indonesia (PSAI) Yudhi Yahya menyampaikan, pihaknya sudah menyusun peta jalan untuk mencapai target di Piala Dunia. Pertama, skuad timnas dirombak untuk memberi ruang bagi pemain-pemain U-23 dan meregenerasi pemain senior. Turnamen ACCAF menjadi ajang untuk melihat permainan skuad kombinasi pemain muda dan senior sekaligus pemanasan untuk Piala Asia 2024 di Uzbekistan.
Kedua, mengikuti Piala Asia 2024 dan menargetkan posisi empat besar. Yudhi berharap, Indonesia bisa bersaing dengan negara-negara kuat, seperti Uzbekistan, Iran, Irak, dan Jepang. Selanjutnya, PSAI juga sudah mengajukan ke Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) untuk bisa menggelar pemusatan latihan nasional minimal selama enam bulan untuk Piala Asia.
”Selain latihan, kami juga akan mencoba komunikasi dengan Federasi Sepak bola Amputasi Jepang agar bisa melakukan pertandingan uji coba di sana. Ini juga kami usulkan ke Kemenpora,” kata Yudhi.
Semua persiapan itu dilakukan untuk menghadapi Piala Asia lagi pada 2026. Berbeda dengan turnamen dua tahun sebelumnya, Piala Asia 2026 akan menjadi kualifikasi Piala Dunia yang digelar pada tahun yang sama.
Indonesia meraih tiket ke Piala Dunia 2022 setelah menempati posisi kedua kualifikasi zona Asia Timur di Dhaka, Bangladesh. Mereka mendampingi Jepang seusai meraih dua kemenangan dan satu kekalahan.