Armand ”Mondo” Duplantis Pertahankan Dominasi di Loncat Galah
Setelah takluk dalam seri Liga Berlian bulan lalu, Armand Duplantis bangkit untuk menjaga marwahnya di loncat galah pada Kejuaraan Dunia 2023. Pemegang rekor dunia itu pun sukses mempertahankan gelar juara dunianya.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·5 menit baca
BUDAPEST, MINGGU – Setelah finis keempat atau mengalami kekalahan mengejutkan dalam seri Liga Berlian 2023 di Monaco, bulan lalu, atlet Swedia Armand ”Mondo" Duplantis bangkit untuk mempertahankan dominasinya di loncat galah pada Kejuaraan Dunia Atletik 2023. Dalam final di Budapest, Hongaria, Minggu (27/8/2023) dini hari WIB, Duplantis mempertahankan emas atau mahkota juara dunia dengan loncatan setinggi 6,10 meter tanpa mengalami tantangan berarti.
”Saya sangat senang dengan semua medali emas berturut-turut ini. Saya senang bisa terus menang. Saya rasa saya akan siap untuk Paris (Perancis), untuk Olimpiade 2024. Saya akan merayakan kemenangan di sini, lalu mulai memikirkan Paris (Olimpiade 2024),” ujar Duplantis yang menyamai capaian legenda loncat galah Ukraina Sergey Bubka dan legenda Amerika Serikat (AS) Sam Kendricks yang bisa mempertahankan gelar dunia, seperti dilansir laman Federasi Atletik Dunia, Minggu.
Duplantis datang ke Kejuaraan Dunia 2023 dengan atribut yang superior. Atlet berusia 23 tahun itu menyandang status pemegang rekor dunia dengan loncatan 6,22 meter yang dicetak dalam kejuaraan ruangan di Clermont-Ferrand, Perancis, 25 Februari 2023 dan memimpin dunia dengan 6,12 meter untuk kejuaraan luar ruangan yang dicetak di Ostrava, Republik Ceko, 27 Juni 2023.
Sebelum Kejuaraan Dunia 2023, Duplantis adalah juara beruntun lima ajang mayor internasional dalam tiga tahun terakhir. Usai meraih emas Kejuaraan Eropa Ruangan 2021 di Torun, Polandia, 4-7 Maret 2021, atlet kelahiran Louisiana, AS itu menjadi yang terbaik secara berturut-turut pada Olimpiade Tokyo 2020 yang tertunda ke 2021, Kejuaraan Dunia Ruangan 2022, Kejuaraan Dunia 2022 yang seharusnya dilaksanakan 2021, dan Kejuaraan Eropa 2022.
Satu-satunya yang mencoreng kehadiran Duplantis di Kejuaraan Dunia 2023 adalah kekalahan dalam seri Liga Berlian 2023 di Monaco. Dalam ajang terakhirnya sebelum Kejuaraan Dunia edisi ke-19 tersebut, Duplantis hanya finis keempat dengan loncatan terbaik 5,72 meter.
Atlet kelahiran 10 November 1999 itu takluk dari peloncat AS Christopher Nilsen yang meraih emas dengan 5,92 meter. Dia pun berada di bawah peloncat Filipina Ernest John Obiena yang merebut perak dengan 5,82 meter dan peloncat Australia Kurtis Marschall yang merengkuh perunggu juga dengan 5,82 meter.
Itu menjadi kekalahan pertama Duplantis sejak harus puas meraih perak dengan 5,81 meter dalam seri Liga Berlian 2022 di Brussels, Belgia, 2 September 2022. Itu sekaligus untuk pertama kalinya Duplantis tidak masuk tiga besar dalam suatu ajang sejak finis keempat dengan 5,62 meter dalam seri Liga Berlian 2021 di Lausanne, Swiss, 26 Agustus 2021.
Jalan perlombaan
Maka itu, dalam Kejuaraan Dunia 2023, Duplantis lebih hati-hati agar bisa bangkit untuk menjaga marwahnya di loncat galah. Pada babak kualifikasi, Rabu (23/8/2023), Duplantis tampil efektif untuk mengamankan tiket ke final usai menyelesaikan tiga loncatan dengan mulus, yakni masing-masing 5,55 meter; 5,70 meter; dan 5,75 meter.
”Saya tidak membuang terlalu banyak tenaga selama kualifikasi. Segalanya berjalan sesuai keinginan saya. Di final dan berdasarkan rekor, segalanya mungkin terjadi (bisa menang maupun kalah). Jadi, hasilnya tergantung dengan saya sendiri. Tetapi, saya fokus untuk memenangi kompetisi dan membawa pulang emas. Saya dalam kondisi yang baik secara fisik dan teknis, saya siap untuk melakukan loncatan besar di final,” tegasnya dilansir AFP, Rabu (23/8/2023).
Memasuki final, Duplantis bersaing dengan 12 peloncat lainnya. Di atas kertas, Duplantis tidak akan mengalami tantangan berarti untuk menaklukkan para pesaingnya itu kecuali kejutan seperti bulan lalu kembali terjadi. Lagi pula, Nilsen, Obiena, dan Marschall ikut meramaikan persaingan tersebut.
Namun, Duplantis bertekad untuk tidak jatuh di lubang yang sama. Bahkan, atlet bertinggi 181 sentimeter (cm) itu tidak memberikan kesempatan para pesaingnya membuka asa menjadi yang terbaik sejak loncatan pertama. Usai menyelesaikan loncatan perdana dengan 5,55 meter; loncatan kedua 5,85 meter; dan loncatan ketiga 5,95 meter yang masing-masing dalam sekali percobaan, dia melesat menuntaskan loncatan keempat dengan 6,00 meter pun dalam sekali percobaan.
Loncatan keempat Duplantis itu cukup untuk membuat para pesaing terkuatnya kewalahan dan tereliminasi. Pada akhirnya, hanya Obiena yang mampu mengimbangi loncatan 6,00 meter itu dalam percobaan kedua. Akan tetapi, perlawanan Obiena cuma sebatas itu.
Memasuki loncatan 6,05 meter dan 6,10 meter, Duplantis yang berada di kelasnya sendiri tidak kesulitan untuk melayang menuntaskan semuanya masing-masing dalam sekali percobaan. Sebaliknya, Obiena tersisih karena gagal melewati mistar 6,05 meter dalam sekali percobaan dan mistar 6,10 meter dalam dua kali percobaan. Obiena harus puas dengan perak dari loncatan 6,00 meter yang menyamai rekor Asia atas namanya sendiri.
Coba mempertajam rekor
Setelah memastikan emas, Duplantis coba mengambil kesempatan untuk memperbaiki rekor dunia menjadi 6,23 meter. Sayangnya, dari tiga kali percobaan, atlet yang memulai karier sejak 2015 itu belum berhasil mewujudkan keinginan mempertajam rekor dunia untuk keenam kalinya sejak dia memecahkan rekor dunia pertama kali dengan 6,17 meter di Torun, 8 Februari 2020.
Ini mungkin perlombaan dengan atmosfer paling gila yang pernah saya ikuti.
”Ini mungkin perlombaan dengan atmosfer paling gila yang pernah saya ikuti. Jadi, hasil ini sangat berarti, terlebih untuk para pendukung Swedia yang begitu banyak yang membuat saya merasa seperti berada di Stockholm (Ibu Kota Swedia),” kata Duplantis di laman Federasi Atletik Dunia.
Hasil itu menjadi balas dendam yang sempurna untuk Duplantis yang berbalik mengandaskan Nilsen ke urutan keempat dengan loncatan terbaik 5,95 meter. Meski demikian, Nilsen yang berstatus peraih perak Olimpiade 2020 tetap berhak atas perunggu yang diraih bersama dengan Marschall.
Nilsen tetap puas dengan medali itu karena berlomba dengan keadaan cedera. ”Ini adalah medali keempat saya di kejuaraan internasional berturut-turut. Berjuang untuk kembali ke podium sangat berarti. Saya merasa ini adalah hal yang paling penting untuk saya,” tutur Nilsen yang gagal mempertahankan perak Kejuaraan Dunia 2022.
Adapun Marschall sangat berbahagia dengan prestasinya tersebut. Dia memperbaiki rekor personal dan merebut medali perdananya dalam ajang mayor internasional.
”Sulit dipercaya. Ini pertama kalinya saya menampilkan performa terbaik di sebuah kompetisi mayor. Ini tidak ada bandingnya dengan apapun yang pernah saya alami dalam hidup saya. Mengetahui saya bisa berada di podium dunia, itu memberikan saya kepercayaan diri yang besar untuk memasuki tahun depan. Saya akan berusaha untuk melewati batas 6,00 meter,” pungkas atlet berusia 26 tahun tersebut.