Iga Swiatek kehilangan posisi sebagai petenis nomor satu dunia seiring kekalahan dalam babak keempat Grand Slam Amerika Serikat Terbuka. Dia mengakui belum cukup dewasa untuk menghadapi tantangan dengan posisi itu.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·3 menit baca
Mempertahankan peringkat teratas dunia yang ditempatinya sejak 4 April 2022 rupanya menjadi beban bagi Iga Swiatek. Petenis putri Polandia itu masih harus belajar untuk fokus pada turnamen, bukan pada peringkat.
Pelajaran itu didapatnya setelah Swiatek akan kehilangan status sebagai petenis nomor satu dunia mulai 11 September 2023, seusai turnamen Grand Slam Amerika Serikat Terbuka di New York, 28 Agustus-10 September. Posisinya akan digantikan Aryna Sabalenka, yang saat ini peringkat kedua, setelah Swiatek tersingkir pada babak keempat.
Petenis Polandia itu kalah dari Jelena Ostapenko, 6-3, 3-6, 1-6 di Stadion Arthur Ashe, Pusat Tenis Nasional Billie Jean King, New York, Minggu (3/9/2023) malam atau Senin siang WIB. Dengan kekalahan itu, Swiatek gagal mempertahankan gelar juara dan AS Terbuka akan memiliki juara baru pada nomor tunggal putri.
Pada nomor tunggal putra, masih ada tiga juara AS Terbuka yang bertahan. Mereka adalah Novak Djokovic yang telah mendapat tiket perempat final serta Carlos Alcaraz dan Daniil Medvedev yang menjalani babak keempat pada Senin tengah malam hingga Selasa siang WIB.
AS Terbuka 2022 menjadi salah satu Grand Slam yang dijuarai Swiatek setelah dia menempati puncak peringkat dunia, menggeser Ashleigh Barty yang pensiun pada Maret 2022. Swiatek menambahkan gelar Perancis Terbuka 2022 dan 2023 pada gelar Grand Slam pertamanya di Perancis Terbuka 2020.
Petenis berusia 22 tahun itu menjadi petenis nomor satu dunia selama 75 pekan beruntun. Prestasi itu menjadi pencapaian terbaik ketiga di tunggal putri setelah Steffi Graf, yang menjadi petenis nomor satu dunia selama 186 pekan beruntun (dari total 377 pekan) dan Martina Hingis selama 80 pekan (209 pekan).
Saya harus belajar dari Roger, Novak, dan Rafa bahwa saya hanya harus fokus pada turnamen, bukan pada ranking. Sebetulnya, itu juga yang dikatakan tim saya.
”Menjadi petenis peringkat teratas dunia sangat berarti bagi saya. Namun, di sisi lain, itu membebani. Saya harus belajar dari Roger (Federer), Novak (Djokovic), dan Rafa (Rafael Nadal) bahwa saya hanya harus fokus pada turnamen, bukan pada ranking. Sebetulnya, itu juga yang dikatakan tim saya,” kata Swiatek seusai dikalahkan Ostapenko.
Swiatek mendapat masukan itu secara langsung dari Federer ketika mereka bertemu di Brooklyn, New York, beberapa hari sebelum AS Terbuka. Mantan petenis yang pernah menempati ranking teratas dunia selama 310 pekan itu mengatakan, Swiatek harus menikmati dan tidak berpikir berlebihan tentang posisinya dalam daftar peringkat.
Namun, seperti dikatakan Swiatek, dia masih harus belajar lebih santai, apalagi memiliki karakter yang berbeda dengan Federer. ”Dari apa yang saya dengar, Roger bisa bersikap santai dan mengobrol dengan orang lain 30 menit sebelum final. Saya lebih serius dan merasa harus benar-benar fokus, tetapi saya senang bisa mendapat perspektif yang berbeda,” katanya.
Meski hasil yang didapat pada tahun ini menurun dibandingkan dengan 2022, Swiatek tetap menjadi petenis terbaik sebelum AS Terbuka. Dia mendapat empat gelar juara sebelum tampil di New York.
Bahkan, dia kemampuannya dalam hal teknis bertambah. ”Memang banyak yang harus saya lakukan secara berbeda. Mungkin saya belum cukup dewasa untuk menghadapi tantangan sebagai petenis nomor satu. Terkadang, saat saya berusaha keras melupakan angka (ranking), yang terjadi justru sebaliknya. Lain kali, jika menghadapi situasi serupa, saya akan menjalaninya dengan berbeda, berpikiran lebih positif,” tuturnya dalam laman resmi WTA. (AP/AFP)