Satu gelar juara dunia bulu tangkis yunior didapat Indonesia melalui pemain tunggal putra Alwi Farhan. Pemain berusia 18 tahun itu berharap bisa tampil konsisten saat menembus level lebih tinggi.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·3 menit baca
SPOKANE, MINGGU — Indonesia membawa satu gelar dari Kejuaraan Dunia Bulu Tangkis Yunior di Spokane, Washington, Amerika Serikat. Gelar tunggal putra dari Alwi Farhan menambah medali perak yang didapat dari nomor tunggal putri dan beregu campuran, serta perunggu dari ganda campuran.
Alwi meraih gelar itu setelah di final yang berlangsung Minggu (8/10/2023) sore waktu setempat atau Senin pagi waktu Indonesia mengalahkan pemain China, Hu Zhe An, dengan skor 21-19, 19-21, 21-14. Pada final tunggal putri, Chiara Marvella Handoyo, kalah dari pemain Thailand, Pitchamon Opatniputh, 11-21, 9-21.
Dengan kemenangan tersebut, Alwi menjadi juara dunia tunggal putra yunior pertama dari Indonesia sejak ajang ini diselenggarakan pada 1992. Sebelumnya, Indonesia pernah mendapat gelar dari tunggal putri melalui Kristin Yunita pada 1992 dan Gregoria Mariska Tunjung (2017).
Pada ganda putra, ada Amon Santoso/Kusno yang menjadi juara pada 1992 dan Leo Rolly Carnando/Daniel Marthin (2019). Sektor ganda campuran meraih empat gelar dari Alfian Eko Prasetya/Gloria Emanuelle Widjaja (2011), Edi Subaktiar/Melati Daeva Oktavianti (2012), Rinov Rivaldy/Pitha Haningtyas Mentari (2017), dan Leo/Indah Cahya Sari Jamil (2018). Adapun nomor ganda putri belum melahirkan juara dunia yunior.
”Alhamdulillah saya bisa menang. Saya tidak menyangka bisa sampai di sini karena saya tahu perjuangan di Kejuaraan Dunia Yunior tidak mudah saat tampil pada tahun lalu,” kata Alwi yang tersingkir pada babak kedua dalam kejuaraan 2022 di Spanyol.
Kemenangan Alwi pada gim pertama didapat setelah dia tertinggal 7-15, lalu menyamakan skor pada posisi 16-16. Dia juga tertinggal jauh 3-13 pada gim kedua, hingga bisa mengimbangi pada skor 15-15. Alwi sebenarnya tinggal membutuhkan dua poin untuk menang ketika berbalik unggul 19-14, tetapi lawan justru memperoleh empat poin beruntun. Baru pada gim ketiga, Alwi bisa unggul sejak awal melalui permainan bertempo cepat sepanjang pertandingan.
Saya bisa menang berkat unggul di mental dan pikiran.
”Kunci kemenangan tadi adalah saya tampil lebih percaya diri. Tampil di final itu tidak hanya berbicara soal kemampuan, tetapi juga mental, fokus, dan pikiran. Saya bisa menang berkat unggul di mental dan pikiran,” tutur Alwi.
Pemain berusia 18 tahun itu, kemudian, mengingatkan dirinya sendiri untuk tidak cepat puas. Apalagi, prestasi tersebut didapat di level yunior. Hampir semua juara dunia yunior dari Indonesia kesulitan bersaing saat level mereka naik ke tingkat yang lebih tinggi.
”Saya ingin bisa tampil konsisten saat masuk ke level senior. Saya mau bisa masuk top 50 dulu,” katanya.
Pada tunggal putri, Chiara tak bisa menampilkan performa terbaik karena tak bisa keluar dari tekanan lawan. Padahal, dia bermain baik pada hampir sepanjang turnamen, termasuk saat menyingkirkan unggulan teratas yang juga juara bertahan asal Jepang, Tomoka Miyazaki, pada perempat final. Saat itu, Chiara menang 21-14, 18-21, 22-20 setelah tertinggal 17-20 pada gim ketiga.
”Saya kecewa karena gagal mengibarkan bendera Merah Putih. Tetapi, saya juga tetap bersyukur bisa meraih posisi kedua,” ujar Chiara.
Medali emas dan perak dari final tunggal putra dan putri menambah perunggu ganda campuran melalui semifinalis Jonathan Farrell Gosal/Priskila Venus Elsadai. Adapun dari kategori ganda campuran, yang memperebutkan Piala Suhandinata, Indonesia kalah 1-3 dari China di final.