Indonesia Jangan Terperangkap Euforia Tuan Rumah Piala Dunia U-17
Piala Dunia U-17 2023 membuka mata kelemahan Indonesia yang perlu dibenahi melalui program pembinaan usia dini. Maroko menunjukkan, investasi membentuk akademi sepak bola menjadi bekal meningkatkan prestasi.
”Anda memiliki pemain-pemain 16-17 tahun yang bagus. Saya berharap mereka mampu terus berkembang agar kita bisa berjumpa lagi di (turnamen) masa depan,” ujar Pelatih Maroko Said Chiba.
Perkataan itu disampaikan Chiba sebelum meninggalkan ruang mixed zone Stadion Gelora Bung Tomo, Surabaya, Jawa Timur, seusai timnya menumbangkan Indonesia, 3-1, pada laga pamungkas Grup A Piala Dunia U-17 2023, Kamis (16/11/2023) malam. Maroko mengunci peringkat pertama Grup A, sedangkan ”Garuda Muda” hampir pasti harus mengubur mimpinya tampil di babak 16 besar ajang dunia itu.
Kekalahan kelas di atas lapangan, yaitu antara Indonesia dan Maroko, adalah potret dari ketimpangan program pembinaan dan persiapan jelang menghadapi turnamen Piala Dunia U-17. Penyerang Maroko, Anas Alaoui, menyebut timnya datang ke Indonesia dengan ambisi menjadi juara.
Baca Juga: Mimpi ”Garuda Muda" yang Tertunda
”Kami tahu (menjadi juara) tidak mudah karena kami harus bersaing dengan tim-tim terbaik di dunia. Kami akan berusaha mempersiapkan diri laga demi laga dengan pendekatan terbaik sesuai dengan kekuatan lawan, seperti yang kami tunjukkan di laga melawan Indonesia,” tutur Alaoui yang menikmati waktu istirahat, Jumat (17/11/2023), dengan bersantai di hotel.
Skuad ”Singa Atlas” yang tampil di Piala Dunia U-17 2023 telah dipersiapkan sejak awal 2022. Chiba mengombinasikan pemain-pemain binaan dalam negeri, terutama melalui program Akademi Sepak Bola Mohammed VI dengan diaspora yang berkarier di Eropa. Adapun Akademi Sepak Bola Mohammed VI adalah wujud keseriusan Pemerintah Maroko untuk memproduksi pemain terbaik.
Sejak digagas pada 2007, akademi itu membantu Maroko menembus babak utama Piala Dunia U-17 untuk pertama kali pada 2013. Sebelumnya, generasi awal akademi itu, seperti Azzedine Ouanahi, Youssef En-Nesyri, dan Nayef Aguerd, menjadi andalan Maroko ketika menciptakan sejarah lolos ke semifinal Piala Dunia Qatar 2022.
Tim U-17 Maroko yang tampil di Indonesia 2023 digadang-gadang sebagai generasi emas kedua Maroko. Dua pemain terbaik skuad itu, yaitu Taha Benrhozil (kiper) dan Abdelhamid Ait Boudlal (bek tengah, kapten), masih terdaftar sebagai anggota Akademi Mohammed VI.
Tanpa memanfaatkan momen Piala Dunia U-17 untuk membenahi program pembinaan, Indonesia terancam mengikuti jejak Finlandia dan India. Kedua negara itu belum pernah lagi menembus babak utama Piala Dunia U-17 setelah menjalani debut sebagai tuan rumah.
Di level U-17, mereka telah menciptakan performa epik yang belum pernah dicapai senior-senior mereka, yaitu menembus final Piala Arab U-17 sekaligus Piala Afrika U-17. Sayangnya, di dua turnamen dalam kurun setahun terakhir itu, Maroko hanya membawa pulang medali perak. Setelah merasakan dua kekecewaan itu, tak heran jika pemain remaja Maroko ingin mengakhiri kiprah mereka di level U-17 dengan gelar juara dunia.
Jangka panjang
Ketua Umum PSSI Erick Thohir mengakui kualitas Maroko berada di atas Indonesia. Meski begitu, ia optimistis skuad Garuda Muda memiliki prospek cerah untuk menjadi embrio bagi pembentukan tim nasional senior Indonesia di masa depan.
”Tahun 2025 ada kejuaraan U-20. Tentu kami coba persiapkan tim dari sekarang. Saya katakan lebih dari setengah pemain tim U-17 ini berpotensi menjadi bagian timnas muda di masa depan sehingga mereka harus kita jaga dengan menyusun program pembinaan jangka panjang,” ucap Erick.
Pelatih Tim U-17 Indonesia Bima Sakti menuturkan, Piala Dunia U-17 telah menjadi panggung pembuktian bahwa Indonesia bisa bersaing di ajang internasional. Tak ayal, Bima berharap semua pemangku kepentingan bisa lebih serius menggalakkan pembinaan sepak bola secara berjenjang demi melanjutkan regenerasi pemain-pemain muda.
Baca Juga: Tiga Momen Penting dari Laga Kedua Piala Dunia U-17 2023
”Kita sudah memiliki momentum untuk mengembangkan sepak bola. Indonesia terbukti bisa mampu bersaing dengan tim-tim langganan Piala Dunia,” kata Bima.
Bima dan tim pelatih Garuda Muda menyiasati keterbatasan kompetisi usia dini dengan mengambil sejumlah pemain dari program Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) di sejumlah provinsi. Pasalnya, selama 2023, Indonesia tidak memiliki kompetisi reguler untuk remaja berusia di bawah 17 tahun.
Pemain-pemain muda hanya mengikuti sejumlah turnamen singkat yang berjalan satu sampai dua bulan. Adapun Elite Pro Academy U-16 Liga 1 2023 baru dimulai pada Oktober lalu.
Tanpa kompetisi dalam negeri serta kondisi tim yang dibentuk ”dadakan” setelah FIFA menunjuk Indonesia sebagai tuan rumah, akhir Juni lalu, raihan dua poin di babak penyisihan adalah hasil yang baik. Setidaknya, Garuda Muda masih bersaing untuk merebut tiket ke 16 besar hingga laga pamungkas.
Baca Juga: Hasil Keberanian Taktik Pelatih Bima Sakti
Menurut Syamsuddin Umar, mantan pelatih nasional, Piala Dunia U-17 telah menyadarkan semua pihak tentang kondisi riil sepak bola Indonesia yang masih tertinggal dalam pembinaan usia dini.
Ia menitikberatkan empat hal yang harus dibenahi dalam sistem pembinaan sepak bola Indonesia agar generasi Garuda Muda selanjutnya bisa bersaing lebih baik di level Asia dan dunia.
Keempat kelemahan itu meliputi akurasi dan kualitas operan, sentuhan pertama, mental bertanding, serta pemahaman taktik dan sistem permainan.
”Secara individu, kualitas pemain Indonesia U-17 sudah baik, tetapi mereka perlu membenahi taktik dan sistem permainan. Mereka harus memahami dalam sepak bola ada tiga faktor perlu diperhatikan, yaitu bola, orang, dan daerah. Kita kebobolan di Piala Dunia (U-17) akibat melupakan salah satu dari tiga faktor itu,” ucap Syamsuddin yang membawa PSM Makassar dua kali juara Liga Indonesia.
Baca Juga: Timnas Indonesia Ulang Kekalahan Terburuk Nyaris Tiga Dekade dari Irak
Lebih lanjut, demi meningkatkan kesetaraan program pembinaan, Syamsuddin juga mengingatkan kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk menyediakan fasilitas sepak bola yang merata sesuai dengan standar Piala Dunia U-17 2023.
”Kesetaraan pembinaan itu sudah memiliki dasar melalui political will yang tertuang dalam Instruksi Presiden (No 3 Tahun 2019). Tinggal pemerintah menyusun program pembinaan dengan sasaran yang jelas,” ucap Syamsuddin.
Tanpa memanfaatkan momen Piala Dunia U-17 untuk membenahi program pembinaan, Indonesia terancam mengikuti jejak Finlandia dan India. Kedua negara itu belum pernah lagi menembus babak utama Piala Dunia U-17 setelah menjalani debut sebagai tuan rumah. Jadi, mari berbenah atau kian tertinggal….