Perebutan gelar juara turnamen Final ATP akan bermakna besar bagi finalisnya. Novak Djokovic bisa juara untuk ketujuh kali, sementara Jannik Sinner berpeluang jadi petenis Italia pertama yang meraih gelar dari ajang itu.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
TURIN, SABTU — Nyanyian ”Ole! Ole! Ole! Sinner! Sinner!” tak henti terdengar setelah Jannik Sinner memastikan lolos ke laga puncak turnamen tenis Final ATP di negaranya sendiri, Italia. Sinner bisa menjadi petenis Italia pertama yang menjuarai Final ATP jika bisa menggagalkan target Novak Djokovic untuk tujuh kali menjuarai ajang ini.
Selama sepekan ini di Pala Alpitour, Turin, Italia, Sinner menjadi pahlawan bagi sekitar 15.000 penonton yang selalu memenuhi stadion. Petenis berusia 22 tahun itu pun dieluk-elukan setelah mengalahkan Daniil Medvedev pada semifinal, Sabtu (18/11/2023) waktu setempat, dengan skor 6-3, 6-7 (4), 6-1.
Dia bagaikan ikon nasional ketika menjadi petenis Italia pertama yang akan tampil pada laga final turnamen akhir tahun itu. Apalagi, Final ATP adalah ajang yang hanya diikuti delapan wakil terbaik (tunggal dan ganda) berdasarkan performa mereka sepanjang 2023.
Sinner juga menjadi satu-satunya petenis yang terkalahkan dalam tiga pertandingan penyisihan grup dengan format round robin. Dia menang atas Stefanos Tsitsipas, Holger Rune, dan Djokovic.
Djokovic pula yang akan menjadi tembok terakhir yang harus diterobos Sinner. Petenis berusia 36 tahun ini belum kehilangan motivasi dan performa di level top, terutama ketika mengalahkan Carlos Alcaraz 6-3, 6-2 pada semifinal.
Semifinal tersebut menjadi pertemuan antara petenis ranking teratas dan kedua dunia yang telah menciptakan rivalitas menarik sejak 2022. Pada empat pertemuan sebelumnya, mereka berbagi dua kemenangan dalam pertandingan yang selalu berlangsung ketat. Salah satu kemenangan fenomenal didapat Alcaraz ketika berhadapan dengan Djokovic pada final Wimbledon, empat bulan lalu.
Skor di Turin menjadi skor paling telak dibandingkan pertemuan Djokovic-Alcaraz sebelumnya. Namun, pertandingan di antara petenis yang terpaut usia 16 tahun itu tetap menarik. Banyak pukulan memukau dalam tempo permainan yang begitu cepat.
Berbeda dengan empat pertemuan sebelumnya, Alcaraz merasakan kesulitan berbeda ketika berhadapan dengan Djokovic di lapangan keras indoor.
Alcaraz, dengan karakter permainan seperti Rafael Nadal, selalu mengejar bola ke mana pun diarahkan meski harus berkali-kali melakukan sprint. Djokovic mengimbanginya dengan pilihan pukulan yang tak terduga dan akurat.
Permainan Djokovic seperti itu dihentikan Sinner saat mereka bertemu pada penyisihan Grup Merah. Bermodalkan servis, yang menjadi senjata di lapangan keras, dan penampilan solid dari baseline, Sinner menang 7-5, 6-7 (5), 7-6 (2). Kemenangan itu menjadi yang pertama bagi Sinner setelah tiga kali dikalahkan Djokovic.
”Hasil pertandingan sebelumnya tak berpengaruh sama sekali pada turnamen dengan format seperti di Final ATP ini. Namun, saya tetap senang bisa mendapat kesempatan bermain lagi dengan atmosfer yang luar biasa. Semoga saya bisa menampilan performa terbaik pada final nanti,” tuturnya.
Dipuji Djokovic
Djokovic pun memuji Sinner setelah dikalahkannya. ”Dia bermain dengan luar biasa. Pada momen-momen penting, Jannik memperlihatkan permainan terbaiknya dan dia memang pantas menang,” tuturnya.
Petenis Serbia itu berharap final yang berlangsung Minggu sore waktu setempat atau Senin (20/11/2023) dini hari waktu Indonesia akan memberi hasil berkebalikan dibandingkan penyisihan grup. Apalagi, dia tampil sangat baik ketika melawan Alcaraz di babak empat besar.
”Penampilan tadi adalah yang terbaik bagi saya sepanjang turnamen ini. Setelah selalu bermain dalam laga panjang pada pertandingan-pertandingan sebelumnya, saya bermain dengan level lebih tinggi pada saat yang tepat. Saya bermain dengan sikap mental yang tepat,” kata Djokovic.
Ketika Sinner bisa menjadi petenis Italia pertama yang menjuarai Final ATP, Djokovic berada dalam misi meraih gelar ketujuh. Dia bisa unggul satu gelar atas salah satu rivalnya yang telah pensiun, Roger Federer.
Dengan lolos ke final, Djokovic pun mencapai laga puncak pada semua ajang besar pada tahun ini. Dia menembus final semua Grand Slam dengan menjuarai Australia, Perancis, dan Amerika Serikat Terbuka. Hanya gelar Wimbledon yang terlepas dari tangannya. Dia pernah melakukan hal yang sama pada 2015. Akan tetapi, saat itu, Djokovic gagal menjuarai Perancis Terbuka.
Alcaraz kesulitan di ”indoor”
Berbeda dengan empat pertemuan sebelumnya, Alcaraz merasakan kesulitan berbeda ketika berhadapan dengan Djokovic di lapangan keras indoor. Jenis lapangan keras di dalam ruangan memantulkan bola lebih cepat dibandingkan lapangan keras luar ruangan yang umum digunakan dalam turnamen tenis.
”Novak bermain dengan level yang sama sepanjang pertandingan. Kualitas pukulannya luar biasa. Saya bisa bermain dengan baik saat melawan dia di Wimbledon, Cincinnati, dan Roland Garros, tetapi saya tak bisa mengimbangi level Novak di indoor,” ujar Alcaraz dalam laman resmi turnamen.
Salah satu kesulitan Alcaraz pada semifinal ATP adalah menghadapi pengembalian servis Djokovic. Pukulan itu membuat Alcaraz, yang seharusnya mendapat keuntungan melalui servis, justru tertekan.
”Saya bisa mengatasinya dalam beberapa kesempatan, tetapi setelah itu membuat kesalahan. Melawan Novak, saya tidak bisa bermain seperti itu,” ujar petenis peringkat kedua dunia tersebut.
Dengan kekalahan dari Djokovic, Alcaraz mengakhiri penampilannya pada musim kompetisi 2023. Meski tak bisa mempertahankan peringkat teratas dunia pada akhir 2022, karena direbut Djokovic, dia tetap tampil baik dengan meraih lima gelar juara, di antaranya dari Grand Slam Wimbledon, Indian Wells, dan Madrid Masters.
Bersama pelatihnya, Juan Carlos Ferrero, petenis berusia 20 tahun itu telah merancang program untuk menghadapi 2024. ”Saya akan melihat kembali performa saya untuk menganlisis kelemahan agar bisa berkembang,” ujarnya. (AP/AFP)