Pada usia 36 tahun Novak Djokovic. masih bisa menjadi petenis terbaik dunia seperti yang dicapainya belasan tahun lalu.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
Ketika menjuarai tiga Grand Slam dalam setahun pada 2011, Novak Djokovic menyebut itu adalah musim terbaiknya. Nyatanya, petenis Serbia itu bisa mengulang, bahkan mencapai hasil lebih baik hingga 12 tahun kemudian dalam usia 36 tahun.
Gelar juara dari turnamen Final ATP melengkapi pencapaian fenomenal Djokovic pada musim kompetisi 2023. Dia menjuarai persaingan di antara delapan petenis berperforma terbaik tahun ini setelah mengalahkan Jannik Sinner di final.
Pada pertandingan di Stadion Pala Alpitour, Turin, Italia, Minggu (19/11/2023) waktu setempat atau Senin (20/11/2023) dini hari waktu Indonesia, Djokovic menang dengan skor 6-3, 6-3. Dia membalas kekalahan dari petenis tuan rumah itu yang terjadi pada penyisihan grup.
Kekalahan dari Sinner, lima hari sebelumnya, hampir membuat Djokovic tersingkir pada penyisihan Grup Merah. Namun, Sinner pula yang berperan besar dalam membuat Djokovic lolos ke semifinal.
Ajang penutup rangkaian turnamen ATP Tour ini dimulai dengan babak penyisihan yang dibagi dalam dua grup, yaitu Grup Merah dan Hijau. Empat petenis pada setiap grup bersaing dalam format round robin untuk menentukan dua peringkat terbaik yang berhak melaju ke semifinal. Setiap kemenangan, kekalahan, jumlah set, hingga skor diperhitungkan untuk menentukan klasemen.
Hasil menang atas Holger Rune dan kekalahan dari Sinner membuat nasib Djokovic bergantung pada petenis lain. Sinner akhirnya ”membantu” Djokovic lolos setelah menang atas Rune pada pertandingan terakhir Grup Merah. Sinner ke semifinal sebagai juara grup dan Djokovic di peringkat kedua.
Kemenangan ini menempatkan Djokovic sebagai petenis dengan gelar juara Final ATP terbanyak, yaitu tujuh gelar.
Tampil pada tahap yang lebih tinggi, performa Djokovic semakin baik. Di semifinal, dalam persaingan antara petenis nomor satu dan dua dunia, dia mengalahkan Carlos Alcaraz 6-3, 6-2 melalui performa terbaiknya pada tahun ini. Setelah itu, dalam laga puncak, Djokovic memupus harapan publik tuan rumah untuk melihat petenis Italia menjadi juara.
Kemenangan ini menempatkan Djokovic sebagai petenis dengan gelar juara Final ATP terbanyak, yaitu tujuh gelar. Hasil di Turin ini sekaligus melengkapi tiga gelar juara Grand Slam (Australia Terbuka, Perancis Terbuka, dan Amerika Serikat Terbuka) dari empat final dan status sebagai petenis nomor satu dunia pada akhir tahun. Satu gelar Grand Slam yang terlepas darinya adalah Wimbledon karena kalah dari Alcaraz di final.
Semua prestasi tersebut diraih ketika Djokovic telah berusia 36 tahun. Dia lebih tua 14 tahun dari Sinner dan 16 tahun dari Alcaraz sebagai peserta termuda di Final ATP.
Selain dari barisan muda yang baru sekitar lima tahunan bersaing di arena tenis profesional, Djokovic menunjukkan diri bahwa dia belum bisa dilampaui petenis-petenis ”Next Gen” yang pernah dinilai sebagai pengganti ”Big Three” (Novak Djokovic, Roger Federer, dan Rafael Nadal). Namun, sejak muncul ke permukaan pada 2018, Daniil Medvedev, Stefanos Tsitsipas, dan Alexander Zverev tak juga bisa mendekati Djokovic.
Setelah Federer (pensiun pada 2022) dan Nadal (lebih banyak teradang cedera) tak lagi menjadi pesaing dan sumber motivasi di lapangan, Djokovic menjadikan petenis generasi di bawahnya sebagai inspirasi pengganti. ”Keberadaan petenis-petenis muda menjadi motivasi bahwa saya harus lebih baik dari mereka,” katanya.
Dengan pola pikir itu pula, dia bisa mengimbangi kecepatan dan kekuatan Alcaraz, Rune, atau Sinner. Djokovic selalu memberi perlawanan maksimal meski harus menjangkau bola dengan cara meregangkan kedua kaki ke samping. Dia juga mempertajam sudut pukulan, seperti arah pojok atau baseline, untuk menekan lawan.
Bermain dengan cara seperti itu, Djokovic bisa meraih poin melalui jalan yang lebih efektif. Dia mendapat hasil yang sama, bahkan lebih baik dibandingkan belasan tahun sebelumnya.
Djokovic menjuarai tiga Grand Slam dalam setahun untuk pertama kalinya pada 2011 ketika berusia 28 tahun. Saat itu, gelar yang tak didapat adalah Perancis Terbuka karena kalah dari Federer pada semifinal.
Empat tahun kemudian, Djokovic meraih hasil yang lebih baik ketika menembus final semua Grand Slam, menjuarai tiga di antaranya, kecuali Perancis Terbuka. Pencapaian itu dilengkapi dengan gelar juara Final ATP dan berada di puncak peringkat dunia pada akhir tahun.
Pada 2023, Djokovic melakukan hal yang sama seperti yang dicapai Federer pada 2006 dan 2007. Untuk kedua kalinya, dia mencapai final semua Grand Slam (dengan tiga kali juara), menjuarai Final ATP, dan menjadi petenis nomor satu dunia akhir tahun. Djokovic bahkan belum akan berhenti bersaing dan ingin mencapai hasil yang lebih baik pada 2024.
”Motivasi untuk ajang terbesar tak pernah hilang. Grand Slam, Final ATP, dan ada Olimpiade pada tahun depan,” katanya. (AP/AFP)