Dominasi Sabalenka di Melbourne Park
Aryna Sabalenka menguasai Australia Terbuka. Dia menjuarai tunggal putri dalam dua tahun terakhir.
MELBOURNE, SABTU — Aryna Sabalenka mengikuti jejak seniornya, Victoria Azarenka, dalam mempertahankan gelar juara tunggal putri Australia Terbuka. Kecepatan dan kekuatannya tak mengendur dalam tujuh pertandingan hingga dia tak kehilangan satu set pun untuk mendapatkan trofi Daphne Akhurst Memorial.
Sabalenka mendapat trofi itu dari legenda tenis asal Australia, Evonne Goolagong Cawley, setelah mengalahkan petenis China, Zheng Qin Wen, dengan skor 6-3, 6-2, dalam laga final di Rod Laver Arena, Melbourne Park, Sabtu (27/1/2024). Dia menjuarai turnamen ini dengan hasil selalu menang dalam dua set pada tujuh pertandingan selama dua pekan.
Baca juga: Sorotan Ada pada Zheng Qin Wen
Durasi final selama 1 jam 16 menit, bahkan, lebih singkat dibandingkan ketika Sabalenka melawan Cori ”Coco” Gauff pada semifinal, dua hari sebelumnya. Kemenangan 7-6 (7/2), 6-4 didapat setelah bertanding selama 1 jam 42 menit dan itu menjadi pertandingan terlama Sabalenka di Melbourne Park pada 2024.
”Momen saya selama dua pekan di sini sangat luar biasa. Tak terbayang sebelumnya bahwa saya bisa mengangkat trofi ini dua kali,” kata Sabalenka.
Dengan kemenangan tersebut, Sabalenka menyamai prestasi Azarenka, sesama petenis Belarus, sebagai tunggal putri terakhir yang bisa mempertahankan gelar juara Australia Terbuka. Azarenka menjuarai Australia Terbuka pada 2012 dan 2013.
”Bravo Sabalenka. Luar biasa! Selamat. Kamu berhak mendapatkannya,” ujar Azarenka melalui akun media sosialnya.
Ucapan selamat datang dari sesama petenis, seperti Ons Jabeur dan Paula Badosa, serta dari mantan petenis, di antaranya Ana Ivanovic dan Conchita Martinez. Legenda, Rod Laver, juga turut memujinya. ”Begitu merasakan sukses di Grand Slam, sulit untuk menghentikannya. Selamat untuk gelar kedua Australia Terbuka bagi Sabalenka,” kata Laver.
Baca juga: Atas Nama Ukraina dan China
Kemenangan pada final 2013 didapat Azarenka, yang masih aktif bersaing di arena tenis profesional, dari Li Na sebagai sumber inspirasi Zheng. Li Na, sebagai juara Perancis Terbuka 2011 dan Australia Terbuka 2014, adalah petenis Asia pertama yang menjuarai turnamen Grand Slam.
Li Na pun memberi dukungan dan pesan untuk Zheng sebelum final berlangsung. ”Saya bangga karena ada petenis lain dari China yang bermain di final Grand Slam. Permainanmu bagus, kamu hanya harus menikmati momen final,” kata Li Na.
Lolosnya Zheng ke final Australia Terbuka menjadi kejutan di tengah persaingan tunggal putri yang begitu terbuka. Dia membawa modal sebagai petenis dengan as dan persentase poin dari servis pertama yang paling tinggi sejak babak pertama hingga semifinal.
Akan tetapi, bekal itu tak cukup untuk mengalahkan Sabalenka yang punya pukulan kuat dan konsisten. Zheng memang berhasil membuat enam as di final, tetapi dia juga kehilangan poin karena membuat enam double fault. Adapun Sabalenka tak pernah sekali pun membuat double fault.
Momen saya selama dua pekan di sini sangat luar biasa. Tak terbayang sebelumnya bahwa saya bisa mengangkat trofi ini dua kali.
Zheng juga kesulitan dalam mengembalikan servis Sabalenka yang berkecepatan maksimal 189 kilometer per jam hingga dia tak bisa mengembangkan permainan. Pertandingan pun berjalan dengan lebih banyak reli yang kurang dari empat pukulan. Raut wajah yang lesu saat menerima trofi menjadi tanda kekecewaan petensi berusia 21 tahun itu atas performanya.
”Saya menyesal bermain seperti tadi pada final pertama di Grand Slam. Saya seharusnya bisa bermain lebih baik, tetapi tidak bisa melakukannya. Namun, ini menjadi pengalaman,” tutur Zheng yang akan menjadi petenis ranking ketujuh dunia, naik dari posisi ke-12, setelah menjadi finalis Australia Terbuka.
Juara baru tunggal putra
Grand Slam Australia Terbuka akan mempunyai juara baru di sektor tunggal putra, antara Daniil Medvedev dan Jannik Sinner, yang akan bertemu di Rod Laver Arena, Minggu. Medvedev adalah juara AS Terbuka 2021, sedangkan Sinner memghadapi final pertamanya di arena Grand Slam.
Sejak 2004, tunggal putra Australia Terbuka didominasi ”Big Three”. Dalam 20 penyelenggaraan, hanya ada dua petenis di luar nama Roger Federer, Rafael Nadal, dan Novak Djokovic bisa menjuarai Grand Slam pada awal musim tersebut. Mereka adalah Marat Safin pada 2005 dan Stan Wawarinka, juara 2014.
Baca juga: Rekor Sempurna Djokovic Dihentikan Sinner
Laga antara Medvedev dan Sinner hampir dapat dipastikan menjadi salah satu final paling memukau di panggung Grand Slam jika berdasarkan penampilan kedua petenis yang fantastis sepanjang turnamen.
Baca juga: Sabalenka Ikuti Jejak Serena
Sinner (22 tahun), petenis termuda kedua yang mencapai final Australia Terbuka setelah Djokovic (dalam usia 21 tahun pada 2008) tidak pernah kehilangan set sebelum bertemu Djokovic di semifinal. Sinner, bahkan, membuat Djokovic sebagai peraih 24 gelar Grand Slam seolah petenis pemula, satu hal yang diakui sendiri oleh petenis nomor satu dunia tersebut.
”Dia (Sinner) menggungguli saya di semua aspek. Saya bahkan tidak percaya dengan begitu buruknya penampilan saya,” ujar Djokovic yang harus kehilangan kesempatan untuk meraih Golden Slam musim 2024, setelah gagal pada 2021.
Jika jalan Sinner menuju final terbilang mulus, tidak demikian dengan Medvedev. Petenis Rusia yang selalu tampil sedingin es Siberia ini pontang-panting, bahkan nyaris tersingkir lebih awal saat berjumpa Emil Ruusuvuori di babak kedua. Dia kehilangan dua set awal sebelum akhirnya memenangi tiga set berikutnya dalam format best of five sets.
Baca juga: Persaingan Kontras Tunggal Putra dan Putri di Australia Terbuka
Momen yang sama terjadi ketika melawan Alexander Zverev pada semifinal. Laga itu bahkan mendorong Medvedev sampai batas kemampuannya.
Namun, berkat kegigihan serta tekadnya yang sekeras gunung es untuk menang, ditambah kecerdikan dalam mengubah-ubah strategi permainan, Medvedev akhirnya mengalahkan Zverev yang menang cukup mudah atas unggulan kedua, Carlos Alcaraz, di perempat final. Mantan petenis nomor satu dunia, Jim Courier, pun menyebut Medvedev sebagai ahli taktik.
Laga Medvedev melawan Sinner juga dipastikan mempertemukan dua gaya permainan baseline yang alot dengan reli-reli panjang pada setiap gim. Sedikit perbedaan hanya pada irama dan variasi pukulan yang sama-sama kaya. Sinner akan tampil dengan gaya power baseline, terutama dengan groundstroke semi-flat yang deras. Adapun Medvedev lebih banyak sabar memukul dari garis belakang sambil menunggu waktu yang tepat untuk melancarkan winner.
Keduanya pernah bersaing sembilan kali. Medvedev unggul 6-3, tetapi Sinner memenangi tiga pertemuan terakhir. Sejak dilatih Darren Cahill, yang pernah mendampingi Simona Halep menjuarai Grand Slam dan menjadi petenis nomor satu dunia, Sinner memang mengalami banyak kemajuan.
Baca juga: Laga Panjang, Siapkan Camilan
Dari pengalamannya tampil di Australia Terbuka, Medvedev sebenarnya menilai Melbourne Park bukanlah tempat yang membuatnya nyaman dalam konteks kepercayaan diri. Dia kalah pada final 2021 dan 2022, masing-masing, dari Djokovic dan Nadal. Kekalahan dari Nadal, bahkan, terjadi setelah dia memenangi dua set pertama.
Namun, setelah mengalahkan Zverev di semifinal, yang dinilainya menjadi pertandingan lima set paling sulit, Medvedev menilai bahwa mentalnya lebih kuat dibandingkan dengan sebelum dimulainya Australia Terbuka.
”Ternyata, saya bisa melakukan sesuatu yang saya pikir tak bisa melakukannya, mungkin karena saya belum pernah punya pengalaman seperti itu sebelum final. Jadi, sebelum final kali ini, mental saya lebih baik. Namun, tentu lebih baik jika saya bisa memenangi pertandingan Minggu nanti dalam tiga atau empat set,” ujar Medvedev.
Kepercayaan diri Sinner tumbuh dari performanya yang meningkat, terutama menjelang akhir 2023. Dia dua kali mengalahkan Djokovic dalam jeda sekitar tiga pekan, mencapai laga puncak dalam Turnamen Final ATP World Tour (kalah dari Djokovic), dan mengantarkan Italia menjadi juara Piala Davis.
”Semua momen itu membuat saya percaya diri bahwa saya memiliki peluang bisa mendapat hasil baik di Grand Slam. Namun, saya harus menunjukkannya, tidak hanya bicara. Jika bukan tahun ini, mungkin tahun depan, atau tahun depannya lagi. Saya berusaha sebaik mungkin untuk mewujudkannya,” ujar Sinner, petenis Italia pertama yang mencapai final Australia Terbuka. (AFP/AP/REUTERS)