Inter Milan, wakil Italia terakhir di Liga Champions Eropa, tersingkir usai kalah adu penalti dari Atletico Madrid.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
MADRID, KAMIS — Inter Milan menerima kenyataan pahit gagal lolos ke perempat final Liga Champions Eropa seusai ditundukkan Atletico Madrid 2-3 dalam drama adu penalti di Stadion Civitas Metropolitano, Madrid, Kamis (14/3/2024) dini hari WIB. Atletico unggul 2-1 di waktu normal sehingga kedudukan menjadi imbang 2-2 secara agregat gol. Dari laga ini, Inter kembali diingatkan agar memanfaatkan waktu 90 menit untuk segera menghabisi lawan.
Adu tendangan penalti lagi-lagi menjadi momok bagi Inter. Dalam enam musim terakhir, Inter tercatat dua kali menjalani adu tendangan penalti. Keduanya gagal dimenangi Inter. Adu tendangan penalti terakhir adalah ketika kalah 4-5 dari Lazio di babak perempat final Piala Italia musim 2018-2019.
Melihat catatan Inter yang kurang baik dalam adu tendangan penalti, mereka semestinya bisa mengoptimalkan waktu normal untuk memenangi laga. Musim ini Inter lebih digdaya saat berlaga di turnamen berformat liga yang hanya berlangsung 90 menit pada tiap pertandingannya. Kekalahan dari Atletico kian mempertegas Inter selalu lemah bermain di babak tambahan atau adu tendangan penalti.
Kepahitan tersingkir di kompetisi berformat turnamen sebelumnya dirasakan Inter saat takluk 1-2 dari Bologna pada babak 16 besar. Saat itu, Inter juga gagal memanfaatkan waktu normal untuk menyelesaikan pertandingan tanpa perlu terlibat di babak tambahan. Kekalahan dari Atletico pun mengakhiri sapu bersih kemenangan Inter sepanjang 2024.
Kali ini, Inter gagal mempertahankan keunggulan satu gol atas Atletico di pertemuan pertama. Pada pertemuan kedua di markas Atletico, kans Inter melaju ke perempat final semakin besar setelah mampu mencuri gol di babak pertama. Hanya saja, Inter kehilangan kendali permainan dan Atletico memanfaatkan momentum itu untuk menyamakan kedudukan sehingga memaksakan pertandingan berlanjut ke babak perpanjangan waktu dan adu tendangan penalti.
”Para pemain seharusnya tetap tenang. Mereka harus mengetahui bahwa detail bisa membuat perbedaan di level ini. Kami seharusnya bisa menyelesaikan pertandingan, kami punya peluang di babak kedua. Setelah itu, adu penalti bagaikan lotre dan mereka (Atletico) tampil lebih baik,” kata Pelatih Inter Simone Inzaghi setelah pertandingan, dikutip dari Football Italia.
Tampil di markas Atletico yang penuh dengan tekanan dan intimidasi suporter tuan rumah tidak begitu berpengaruh terhadap Inter. Mereka mampu meladeni Atletico yang bermain menekan sejak menit-menit awal. Gempuran-gempuran Atletico mampu dipatahkan barisan belakang Inter yang tampil solid dan nyaris tidak berjarak antarlininya.
Terus menekan, Atletico justru kebobolan lebih dulu oleh gol Federico Dimarco lewat skema serangan balik cepat. Akan tetapi, kegembiraan Inter hanya bertahan dua menit setelah penyerang gaek Atletico, Antoine Griezmann, mencetak gol penyeimbang.
Kami seharusnya bisa menyelesaikan pertandingan, kami punya peluang di babak kedua. Setelah itu, adu penalti bagaikan lotre.
Momentum titik balik Atletico sangat ditentukan kejelian pelatih mereka, Diego Simeone, dalam melakukan pergantian pemain di babak kedua. Ada tiga pergantian pemain krusial yang dilakukan Simeone. Pertama, ia menarik Rodrigo De Paul yang kesulitan mengembangkan permainan. De Paul digantikan Angel Correa yang punya naluri menyerang lebih agresif.
Pada saat yang bersamaan, Simeone mengutus pemain muda Rodrigo Riquelme untuk menggantikan Samuel Lino. Riquelme memberikan dampak kejut yang cukup membuat barisan belakang Inter kacau balau berkat kemampuan menggiring bolanya.
Bermain selama 49 menit, Riquelme membuat tiga upaya tembakan yang mana satunya mengarah tepat ke gawang. Di pengujung babak perpanjangan waktu, pemain berusia 23 tahun itu nyaris memperbesar keunggulan Atletico andai sepakannya tidak melebar tipis di atas mistar. Selain menyerang, Riquelme juga punya kelebihan dalam melepaskan umpan-umpan kunci ke kotak penalti lawan. Tercatat dia melepaskan empat umpan kunci yang menjadi peluang berbahaya.
Pergantian pemain tersukses Simeone ia lakukan 11 menit jelang waktu normal berakhir. Keputusan Simeone memasukkan Memphis Depay untuk menggantikan Alvaro Morata terbukti jitu. Depay menemukan sinarnya di laga ini.
Pemain timnas Belanda tersebut menciptakan enam tembakan dan dua kesempatan emas. Depay juga yang menjadi penyelamat Atletico lewat golnya tiga menit jelang waktu normal berakhir. Gol Depay membuat kedudukan seimbang 2-2 secara agregat sekaligus memperpanjang napas Atletico. Tanpa golnya, Inter sudah melenggang mulus ke perempat final.
Kecemerlangan Depay tidak hanya terjadi di waktu normal, tetapi juga adu tendangan penalti. Ia termasuk salah satu penendang penalti Atletico yang sukses menjalankan tugasnya.
Selain itu, kiper Atletico, Jan Oblak, juga tampil gemilang dengan mementahkan eksekusi penalti Alexis Sanchez, Davy Klaassen, dan Lautaro Martinez. Hanya Hakan Calhanoglu dan Francesco Acerbi yang mampu menaklukkan Oblak.
”Masuknya Memphis (Depay) mengubah permainan dan kemudian kita memiliki salah satu penjaga gawang terbaik di dunia dan dia telah menunjukkannya hari ini,” kata Kapten Atletico, Koke.
Dengan tersingkirnya Inter berarti habis juga kiprah wakil Italia di Liga Champions musim ini. Sebelumnya, Napoli gagal melewati hadangan Barcelona. Lazio yang berpotensi menciptakan kejutan dengan unggul satu gol di pertemuan pertama juga akhirnya gagal mengalahkan Bayern Muenchen di pertemuan kedua.
Setelah tersingkir di Piala Italia dan Liga Champions, satu-satunya kans Inter merebut gelar musim ini datang di Liga Italia. Saat ini mereka unggul 16 poin atas AC Milan di peringkat kedua. (REUTERS)