Liga Europa tak ubahnya misi pembalasan bagi AS Roma. Memori pahit final musim lalu jadi pembakar semangat.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·3 menit baca
ROMA, JUMAT — AS Roma semakin dekat untuk mewujudkan misi pembalasan atas kegagalan di final Liga Europa musim lalu. ”I Giallorossi” berupaya mencapai misi itu setahap demi setahap. Perjuangan mengamankan tiket semifinal berjalan sukses dengan mengalahkan AC Milan, 2-1, pada pertemuan kedua perempat final di Stadion Olimpico, Roma, Italia, Jumat (19/4/2024) dini hari WIB. Bayern Leverkusen menjadi rintangan berat Roma berikutnya di semifinal.
Gianluca Mancini kembali menjadi momok bagi Milan lewat golnya di menit ke-12 memanfaatkan bola muntah sepakan Lorenzo Pellegrini. Pemain berposisi bek tengah itu sebelumnya menjadi penentu kemenangan Roma di pertemuan pertama dengan gol semata wayangnya.
Di laga ini, Mancini kerap mendapat kebebasan dari Pelatih Roma Daniele De Rossi untuk naik membantu serangan. Maka dari itu, meski berposisi sebagai bek, dalam beberapa momen Mancini bisa berposisi sejajar dengan penyerang. Keberadaannya di lini serang membuat penyerang Roma tidak kalah jumlah dengan bek Milan.
Roma kembali memperlebar keunggulan melalui sepakan melengkung Paulo Dybala. Gol ini tidak bisa dilepaskan dari keunggulan fisik Romelu Lukaku yang mampu menjaga bola dari kepungan bek Milan. Bola muntah sapuan bek Milan dikonversi Dybala menjadi gol.
Unggul tiga gol secara agregat, Roma justru kehilangan Zeki Celic yang terkena kartu merah seusai menekel Rafael Leao. Kalah jumlah pemain, De Rossi memutuskan mengganti Dybala dengan bek baru, Diego Llorente, untuk mempertahankan keunggulan.
Meski unggul jumlah pemain, Milan gagal memanfaatkannya untuk berbalik unggul. Tim besutan Pelatih Stefano Pioli itu mendominasi laga dengan 20 tembakan dengan empat di antaranya mengarah tepat sasaran. Namun, hanya sundulan Matteo Gabia di pengujung laga yang dapat dikonversi menjadi gol.
Hingga laga usai, skor 2-1 bertahan untuk Roma. Mereka mengunci tiket semifinal berkat keunggulan agregat 3-1. ”Kami meninggalkan turnamen ini dengan penyesalan. Roma menunjukkan kualitas lebih baik dan determinasi di dua pertemuan. Jadi, mereka lebih pantas untuk lolos,” kata Pioli dikutip dari Football Italia.
Memelihara dendam
Tidak ada tujuan lain yang melatari partisipasi Roma di Liga Europa musim ini kecuali balas dendam. Roma adalah kandidat kuat juara turnamen ini musim lalu saat masih dibesut pelatih kawakan Jose Mourinho. Namun, antiklimaks terjadi di laga final. Roma kalah secara menyakitkan dari si empunya Liga Europa, Sevilla.
Saya sangat bangga menjadi pelatih tim seperti ini. Itu tidak mudah karena Milan adalah tim yang sangat kuat dan memainkan sepak bola yang bagus.
Kontroversi kepemimpinan wasit mewarnai laga final musim lalu. Mourinho merasa Roma layak menang jika wasit bisa bersikap lebih cermat. Pelatih asal Portugal itu memprotes keras keputusan wasit yang tidak memberikan penalti untuk Roma saat tendangan bek Gianluca Mancini mengenai tangan pemain Sevilla, Loic Bade.
Kedua tim bermain imbang 1-1 di waktu normal dan Roma akhirnya kalah 1-4 di babak adu penalti. Angan Roma untuk mengangkat trofi Liga Europa untuk pertama kali pun pupus.
Memori kelam itu masih melekat di benak para pemain Roma. Mereka pun mengusung misi pembalasan sekaligus penebusan atas kegagalan di final musim lalu. Untuk mencapai ambisi itu, mereka harus memulai lagi dari bawah. Di bawah besutan pelatih baru, Daniele De Rossi, Roma melaju mulus hingga mampu mencapai semifinal.
”Saya sangat bangga menjadi pelatih tim seperti ini. Itu tidak mudah karena Milan adalah tim yang sangat kuat dan memainkan sepak bola yang bagus. Kami melihat kemarin bahkan Real Madrid bertahan dan bertahan. Kami juga melakukannya pada saat yang tepat untuk melakukannya dan lolos ke semifinal,” ujar De Rossi.
Di semifinal, Roma akan bertemu Leverkusen yang sudah dinobatkan sebagai juara Liga Jerman. Tim arahan Pelatih Xabi Alonso itu melaju seusai menahan imbang wakil Inggris, West Ham, 1-1, di markasnya. Leverkusen berhak lolos karena unggul agregat gol 3-1.
Laga semifinal antara Roma dan Leverkusen merupakan ulangan dari musim lalu. Kala itu, Roma unggul 1-0 di kandang dan sukses menahan imbang Leverkusen, 0-0, di laga tandang. Situasi serupa ini jelas mengingatkan para pemain Roma akan perjalanan mereka di Liga Europa musim lalu.
Dengan rute yang identik dalam mencapai final, Roma ingin membuktikan bahwa kegagalan mereka di final musim lalu bukanlah disebabkan kurangnya kualitas. Akan tetapi, hal itu lebih pada kesialan belaka.
Hanya, Leverkusen tentu bukan lawan sembarangan yang bisa dengan mudah dilewati. Mereka sejauh ini telah menjalani 44 laga di semua kompetisi tanpa tersentuh kekalahan. Capaian itu bahkan melampaui rekor Juventus yang pada musim 2011-2012 pernah tak terkalahkan dalam 43 laga.