Piala FA Tanpa Laga Ulangan, ”Robohnya Sepak Bola Kami”
Klub divisi terbawah piramida sepak bola Inggris bersuara parau atas keputusan peniadaan laga ulangan Piala FA.
Piala FA, kompetisi sepak bola domestik terbesar dan tertua di dunia, sedang berada di persimpangan jalan. Itu terjadi setelah Federasi Sepak Bola Inggris (FA) memutuskan menghapus aturan laga ulangan mulai musim depan.
Reaksi negatif datang dari klub terbawah dalam piramida kompetisi Inggris. Aroma keruntuhan tercium. Meski terkesan remeh, format laga ulangan ternyata membawa manfaat yang sangat besar bagi mereka.
Setiap musimnya, setidaknya ada 729 klub yang terlibat dalam persaingan di Piala FA. Klub-klub tersebut berasal dari 10 divisi berdasarkan piramida kompetisi sepak bola Inggris. Piala FA yang dibentuk lebih dari 150 tahun lalu dikenal memiliki magis, sering kali tercipta momentum klub-klub dari divisi terbawah mengalahkan klub-klub yang secara peringkat berada jauh di atas.
Salah satu sumber terciptanya magis Piala FA adalah kebijakan laga ulangan apabila pertandingan berakhir imbang di waktu normal. Piala FA memang tidak didesain dengan format kandang-tandang. Pertandingan sedianya berlangsung satu kali di markas tim yang bertindak sebagai tuan rumah berdasarkan undian.
Baca juga: Pembuktian Cole Palmer untuk Pep Guardiola
Format kandang-tandang akan tercipta di saat tim tamu mampu menahan imbang tuan rumah. Untuk menentukan pemenang, tim tamu kemudian ganti bertindak sebagai tuan rumah di laga kedua. Ini yang dimaksud sebagai laga ulangan (replay) yang telah menjadi ikon Piala FA selama bertahun-tahun.
Laga ulangan kerap menimbulkan momen-momen sakral nan langka. Sebagai contoh, musim ini West Ham harus tersingkir setelah kalah dalam laga ulangan menghadapi Bristol City yang berkompetisi di Divisi Championship.
Meski begitu, laga ulangan tidak diterapkan sejak putaran pertama hingga final. Musim ini, kebijakan laga ulangan hanya diterapkan sampai putaran keempat. Mulai putaran kelima dan seterusnya, jika kedudukan imbang hingga waktu normal usai, maka laga akan dilanjutkan ke babak perpanjangan waktu dan adu penalti.
K ami mengutuk keras penghapusan laga ulangan babak pertama Piala FA dan seterusnya.
Keputusan FA menghapus kebijakan laga ulangan mulai musim 2024-2025, setidaknya selama enam musim ke depan, menuai kritik keras dari pengurus klub-klub divisi terbawah Inggris. Mayoritas dari mereka menilai FA lebih condong melindungi kepentingan klub-klub Liga Utama Inggris. Tudingan itu muncul karena FA hanya melibatkan 20 klub, yang seluruhnya peserta Liga Utama Inggris, dalam membahas keputusan ini.
Baca juga:Trofi Paling Prestisius untuk Chelsea
”Kami mengutuk keras penghapusan laga ulangan babak pertama Piala FA dan seterusnya. Meskipun konsultasi retrospektif tidak lebih dari sebuah penghinaan, kami yakin hal ini perlu, dan kompensasi nyata harus diberikan kepada klub yang tidak dipertimbangkan selama proses ini. Kami akan bekerja sama dengan EFL (badan liga sepak bola Inggris yang menaungi Divisi Championship ke bawah) dan klub anggota lainnya dan melakukan semua yang kami bisa untuk menentang keputusan ini,” tulis Bradford City yang berkompetisi di Liga Satu (League One), divisi kasta ketiga sepak bola Inggris, dalam pernyataan resmi di laman klub.
Pengalaman Exeter City
Suara parau juga diucapkan Kepala Eksekutif EFL Trevor Birch, yang menyebut keputusan FA itu membuat kecewa dan frustrasi. Menurut Birch, penghapusan laga ulangan berpotensi mengganggu aliran pendapatan klub-klub divisi bawah Inggris. Dampak ekonomi yang mereka rasakan dengan berhasil menahan imbang klub besar di markasnya lalu ganti menjadi tuan rumah sangatlah besar.
Pengalaman itu pernah dirasakan Exeter City pada musim 2004-2005. Exeter saat itu terjerat utang sebesar 4,5 juta pound sterling dan mereka mendapat kesempatan untuk mengubah nasib dengan bertandang menghadapi Manchester United pada putaran ketiga Piala FA. MU kala itu masih diperkuat Cristiano Ronaldo yang sedang naik daun.
Baca juga: Jalan Restorasi Kejayaan Manchester United
Exeter yang bermain di divisi kelima Inggris di luar dugaan sukses menahan imbang MU, 0-0. Pada laga ulangan di markas Exeter, Stadion St James Park, MU memang berhasil unggul 2-0. Namun, dampak ekonomi yang dirasakan Exeter teramat besar sehingga rasa sakit akibat tersingkir tidak lagi terasa menyiksa.
Selepas menghadapi MU, Exeter mendapatkan dana sebesar 800.000 pound sterling. Dana segar hasil penjualan tiket dan juga hak siar itu menjadi katalis bagi Exeter untuk membayar utang-utangnya. Tiga tahun berselang, Exeter berhasil kembali berkompetisi di EFL.
”Itu (keputusan untuk meniadakan laga ulangan) merupakan kerugian bagi klub-klub yang akan melewatkannya musim depan. Ini sangat berarti bagi kami karena menjadi aliran pendapatan yang tidak pernah dirasakan sebelumnya. Hal yang sama pentingnya, para penggemar tidak akan memiliki kesempatan untuk menyaksikan tindakan pembunuhan besar-besaran yang menjadikan Piala FA seperti dulu,” kata Presiden Klub Exeter Julian Tagg, dikutip dari The Athletic.
Melalui pernyataan tersebut, Tagg sama saja mengibaratkan peniadaan laga ulangan Piala FA sebagai keruntuhan sepak bola Inggris. Selama ini disparitas antara klub-klub divisi terbawah dengan Liga Inggris terlampau lebar. Hanya di Piala FA mereka mendapatkan kesempatan untuk mengubah nasib. Wajar apabila klub-klub tersebut merasa dipunggungi dengan kebijakan yang proses perumusannya tidak melibatkan mereka.
Baca juga: Cinta Berbalas dari Bernardo Silva
Sementara itu, FA mengatakan, keputusan meniadakan laga ulangan diambil dengan mempertimbangkan kondisi pemain di tengah jadwal pertandingan yang semakin padat. Musim depan, UEFA memperkenalkan format baru Liga Champions Eropa yang terdiri dari 36 klub dari 32 klub pada musim-musim sebelumnya.
Selain itu, kompetisi antarklub Eropa juga kian banyak dengan diluncurkannya Liga Konferensi Eropa, sejak 2021. Itu berarti akan semakin banyak tim di Liga Utama Inggris yang berkesempatan bertarung di level Eropa. Itu belum termasuk langkah FIFA yang mengubah format Piala Dunia Antarklub dengan lebih banyak kontestan musim depan.
Melihat situasi tersebut, Kepala Eksekutif FA Mark Bullingham bersikukuh langkah meniadakan laga ulangan Piala FA dibuat demi kepentingan bersama dan untuk kebaikan yang lebih besar. ”Perjanjian baru antara FA dan Liga Utama Inggris ini memperkuat Piala FA dan memberikan turnamen yang sangat istimewa ini akhir pekan eksklusif di tengah kalender yang semakin sibuk,” ucapnya.
Bagaimanapun keputusan telah diambil dan nasi sudah menjadi bubur. Klub-klub divisi terbawah Inggris sekarang hanya bisa mengelus dada dan menerima kenyataan ini sembari mengutuk dalam-dalam, ”Inilah momen robohnya sepak bola kami.”