”Siege Mentality” ala Shin Tae-yong
Indonesia menjalani laga perebutan tiket Olimpiade lawan Irak. Shin Tae-yong membangun "siege mentality" tim Indonesia.
Setelah laga perdana Indonesia lawan Qatar pada Piala Asia U-23, pendukung Indonesia ramai-ramai menghujat wasit yang memimpin pertandingan. Keputusan-keputusan wasit Wasit Nasrullo Kabirov asal Tajikistan itu dianggap membela tuan rumah dan sebaliknya merugikan Indonesia.
Kabirov memberikan hadiah penalti kepada Qatar yang dinilai tidak layak diberikan setelah tinjauan video asisten wasit (VAR). Kemudian, ia juga memberikan kartu kuning kedua kepada Ivar Jenner karena kontak pelanggaran yang sangat minim.
Pelatih Shin Tae-yong langsung menyampaikan protes keras, dikuti surat protes dari PSSI kepada AFC. ”Keputusan-keputusan wasit bukan seperti di sebuah pertandingan (sepak bola). Ini seperti pertunjukan komedi. Saya tidak bisa berkata-kata,” kata Shin dalam konferensi pers seusai laga, Senin (15/4/2024) (Kompas.id, 16/4/2024).
Bukan hanya protes atas kepemimpinan wasit, Shin juga menceritakan, ada ”upaya” untuk menyulitkan tim ”Garuda Muda” sebelum pertandingan melawan Qatar. Upaya untuk ”mencurangi” Indonesia itu sudah dilakukan sejak dalam perjalanan bus tim dari hotel ke stadion.
Baca juga: Antusiasme Suporter Indonesia Tetap Besar, Jatah Tiket Kontra Irak Menurun
”Kemarin (Minggu), ketika melakukan sesi pengenalan lapangan, kami hanya menempuh perjalanan dari hotel ke stadion tujuh menit, tetapi hari ini (Senin) 25 menit. Bus pergi ke tempat lain hingga akhirnya kami tiba di stadion dalam waktu 25 menit,” ungkap Shin.
Sejumlah pemain Indonesia melalui unggahan di media sosial juga menyindir keputusan kontroversial wasit. Protes keras Shin diikuti oleh protes keras warganet Indonesia melalui unggahan-unggahan di media sosial.
Shin pun sukses mengangkat kembali mental tim setelah kekalahan menyakitkan 0-2 dari tuan rumah Qatar. Juga kebersamaan, baik di tim Indonesia dan pendukungnya. Warganet, misalnya, tidak membicarakan apa saja kesalahan-kesalahan pemain Indonesia saat kalah, tetapi menimpakan penyebab kekalahan pada putusan wasit. Ada upaya pihak-pihak tertentu yang ingin Indonesia gagal. Munculah mentalitas ”kita melawan mereka”. Shin berhasil membangun siege mentality.
Pada pertandingan-pertandingan berikutnya, Indonesia pun bangkit dengan tiga kemenangan beruntun melawan tim-tim papan atas Asia. Australia yang memiliki peringkat 24 FIFA, dibekuk 1-0. Berikutnya giliran Jordania, yang tim seniornya finalis Piala Asia 2023, dilibas 4-1.
Baca juga: Matikan Ali Jassim, Kans Menang Indonesia atas Irak Membesar
Korea Selatan, negara yang telah malang melintang dalam kancah sepak bola dunia, menjadi korban berikutnya pada laga perempat final. Setelah selama 120 menit pertandingan berakhir imbang 2-2, Indonesia secara dramatis menang adu penalti 11-10. Euforia pendukung pun tercipta sepanjang perjalanan Indonesia, yang mencapai puncak saat laga semifinal.
Pada pertandingan semifinal, Indonesia harus mengakui keunggulan Uzbekistan dengan skor 0-2. Indonesia pun gagal melaju ke final sehingga harus memenangi laga perebutan tempat ketiga untuk mendapatkan tiket langsung ke Olimpiade Paris 2024. ”Garuda Muda” bakal menghadapi Irak, Kamis (2/5/2024) pukul 22.30 WIB.
Lagi-lagi, Shin harus membangkitkan semangat timnya. Dalam jumpa pers sebelum laga, Shin menyampaikan ”protesnya” kepada AFC. ”Kedua tim akan melakukan yang terbaik, jadi saya harap AFC bisa membantu laga berjalan dengan penuh respek. Pemain respek ke wasit, wasit pun menghormati pemain, pelatih, dan staf pelatih,” kata Shin dalam konferensi pers, Rabu (1/5/2024).
Apakah ucapan-ucapan itu akan kembali manjur, seperti seusai laga lawan Qatar, masih perlu dibuktikan. Hanya mengangkat semangat tim setelah kekalahan menyakitkan di semifinal menjadi prioritas utama Shin. Melakukan perang urat saraf, termasuk kepada ofisial pertandingan juga dilakukan sehingga keputusan-keputusan wasit tidak akan merugikan tim.
Dalam artikel di laman These Football Times, mentalitas ”kita melawan mereka” ini sangat berguna dalam sepak bola karena persepsi bahwa saat semua pihak memusuhi, dapat menumbuhkan rasa kolektivitas bersama yang lebih kuat di antara para pemain, dan komitmen yang lebih besar untuk mencapai tujuan kolektif itu.
Baca juga: Puji Semangat Tim U-23, Presiden Optimistis ”Garuda Muda” Melaju ke Olimpiade Paris
Banyak pelatih legendaris dunia menerapkan gaya manajemen siege mentality ini. Dua yang paling terkenal adalah Alex Ferguson dan Jose Mourinho. Bersama Manchester United, Ferguson membangun gelembung sendiri, menerapkan mental ”kita melawan mereka” atau ”semua orang memusuhi kita”.
Contoh gaya Ferguson itu terjadi pada Mei, musim 1999, seperti dikutip dari The Athletic. Waktu itu, setelah bek Denis Irwin mendapat kartu merah melawan Liverpool, Ferguson berkata, ”Kita tidak akan membiarkan mereka (ofisial) mencegah kita memenangi liga ini”. Ferguson waktu itu juga mengklaim bahwa semua pihak ingin MU gagal. Beberapa hari kemudian, mereka akhirnya memenangi Liga Inggris. Ferguson membawa MU menjadi tim paling sukses di Inggris.
Cara yang mirip dilakukan oleh Mourinho. Sepanjang karier kepelatihannya, saat ada sesuatu yang menjadi ”musuh”, itu membuat Mourinho bisa mengeluarkan kemampuan terbaiknya. Meskipun, tidak semua selalu berakhir dengan trofi.
Selama menjadi Manajer Chelsea, ia mengembangkan citra sebagai manajer antikemapanan. Ia pun membawa klub asal London itu mencapai masa keemasannya.
Upayanya membangun siege mentality itu kembali ia terapkan ketika menukangi Tottenham Hotspur. Salah satu contohnya adalah ketika Spurs mendapat hukuman penalti dari wasit sewaktu melawan Newcastle, September 2020. Seusai laga, Mourinho menyindir bahwa wasit memiliki standar ganda, seakan-akan ada aturan berbeda untuk Spurs dengan tim lain dalam hal hukuman penalti. Menurut Mourinho, dalam situasi pelanggaran yang sama, Spurs akan lebih mudah mendapat hukuman penalti dibandingkan dengan tim lain.
Dalam sebuah artikel di Fourfourtwo, psikolog Bournemouth, Dan Abrahams, mengatakan, siege mentality dalam sepak bola itu adalah upaya untuk mengubah sesuatu yang negatif menjadi positif. ”Ini adalah poin kunci menciptakan siege mentality. Anda harus mencari hal yang negatif di luar klub. Apakah ada yang mencaci Anda, apakah tim Anda diperlakukan tidak fair? Gunakan hal-hal negatif itu untuk menyemangati tim. Bilang ke tim, 'semua membenci kita, semua orang ingin kita kalah.’” kata Abrahams.
Apakah upaya Shin akan kembali menerbangkan Garuda Muda?