Keindahan di Sekitar Cesar Luis Menotti
Menotti berpulang, meninggalkan ide keindahan sepak bola. Menjunjung keindahan bermain daripada terbutakan hasil akhir.
Dunia sepak bola berduka atas kepergian Cesar Luis Menotti. Pelatih legendaris yang membawa Argentina memenangi trofi Piala Dunia pertamanya pada 1978 adalah benteng terakhir keindahan sepak bola. Ia bergeming dengan ide romantis dalam permainan sepak bola di saat timnas Argentina mulai melekat dengan citra permainan keras dan kasar.
Menotti yang dijuluki ”El Flaco” (Si Kurus) berpulang pada usia 85 tahun. Ia merupakan pelatih timnas Argentina pada rentang 1974-1982. Kabar mengenai kepergian Menotti disampaikan Federasi Sepak Bola Argentina (AFA). Tidak dijelaskan secara detail mengenai penyebab kematiannya. Namun, media lokal Argentina pada Maret lalu melaporkan bahwa Menotti dirawat di satu klinik akibat menderita anemia parah.
Baca juga: Timnas Argentina Geliatkan Ekonomi Indonesia
”Asosiasi Sepak Bola Argentina dengan sangat menyesal melaporkan kematian Cesar Luis Menotti, mantan pelatih juara dunia Argentina,” kata AFA dalam pernyataan resminya, Senin (6/5/2204) pagi WIB.
Selama hidup, saya selalu berusaha menjunjung tinggi pakem keindahan yang secara potensial melekat di sepak bola, dengan mengerahkan kemampuan terbaik kapan pun dan di mana pun.
Publik sepak bola dunia kehilangan sosoknya. Duka lebih mendalam dirasakan masyarakat Argentina sebagaimana beberapa tahun lalu kehilangan Diego Maradona. Menotti dan Maradona ibarat dua sisi koin yang tidak bisa dipisahkan. Dia dikenal sebagai pelatih yang menyadari bakat besar Maradona dan memberikannya kesempatan debut di timnas Argentina pada 27 Februari 1977. Maradona masih berusia 16 tahun 3 bulan saat itu.
Namun, hubungan antara keduanya sempat merenggang setelah Menotti tidak memasukkan Maradona dalam skuad juara Piala Dunia 1978. Padahal, Maradona saat itu digadang-gadang akan menjadi pemain besar. Banyak pihak mempertanyakan keputusannya tersebut.
Baca juga: Panggung Pencarian Messi Berikutnya
Pada satu kesempatan, Menotti mengungkapkan keputusannya untuk tidak membawa Maradona ke Piala Dunia karena mengkhawatirkan diri Maradona. ”Saya melakukan apa yang saya rasa harus dilakukan. Saya menyayanginya lebih dari orang lain. Saya jatuh cinta dengan Diego. Dia masih sangat muda dan mungil,” kata Menotti.
Mereka memang belum sempat bekerja sama memenangi Piala Dunia 1978. Namun, tinta emas tetap ditorehkan Menotti dan Maradona yang membawa Argentina menjuarai Piala Dunia U-20 1979.
Sebagai pelatih, Menotti memiliki banyak ide dalam kepalanya. Semua ide itu punya benang merah yang sama, yaitu keindahan. Menotti amat keras dalam berprinsip bahwa keindahan dalam sepak bola tidak boleh hilang atau terbutakan dengan hasil akhir.
Selain piawai sebagai juru taktik tim, Menotti juga adalah penulis yang cukup produktif. Pemikiran-pemikirannya tersebar dalam artikel-artikel di media, salah satunya Kompas. Tulisan-tulisan Menotti terserak di Kompas sejak 1988 hingga 2012. Keteguhannya mengenai keindahan sepak bola tecermin dalam tulisannya di Kompas edisi 9 Agustus 1988 berjudul ”Sikap Dasar Masyarakat Sepak Bola”.
Baca juga: Pukulan ”Maracanazo” Brasil dari Argentina
Dalam tulisannya itu, Menotti menyoroti mulai merebaknya industri sepak bola yang menggerus keindahan permainan. Menotti mengecam panji-panji komersialisasi yang menggiring sepak bola keluar dari kemurniannya.
”Penyimpangan-penyimpangan ini sudah terbukti mewabah di mana-mana. Yang saya maksud adalah suatu bentuk subversif, di mana pergumulan fisik antarpemain yang tentunya wajar dipersaksikan di lapangan berubah menjadi usaha mencelakakan sesama pemain. Bermain kasar bagaikan suatu cita-cita yang bertujuan menghabisi karier pemain lawan,” tulis Menotti.
Kecaman Menotti itu salah satunya mengarah kepada timnas Argentina yang mulai dikenal dengan citra permainan keras dan menjurus kasar demi meraih kemenangan. Paradoks bakat-bakat besar Argentina dengan ciri khas permainan yang menghalalkan segala cara ini turut diulas Jonathan Wilson dalam bukunya Angels with Dirty Faces.
Melihat timnas Argentina mulai berpendekatan pragmatis begitu menyiksa bagi Menotti yang seorang puritan sepak bola. Baginya, keindahan bermain sepak bola jauh lebih berharga dibandingkan dengan hasil akhir. Menotti berpandangan bahwa hasil akhir (kemenangan dan trofi) hanya akan tercatat dalam buku sejarah, sementara permainan sepak bola yang mengesankan akan tertanam dalam-dalam pada sanubari masyarakat.
Baca juga: Masih Ada Hambatan ”Messiah” Argentina di Maracana
Dalam tulisan yang sama di Kompas, Menotti menjelaskan secara terang benderang bahwa dirinya merupakan pemuja keindahan permainan.
”Selama hidup, saya selalu berusaha menjunjung tinggi pakem keindahan yang secara potensial melekat di sepak bola, dengan mengerahkan kemampuan terbaik kapan pun dan di mana pun. Semua pemikiran saya terjemahkan di lapangan hijau, khususnya saya persembahkan kepada pemain-pemain berbakat yang telah menyumbangkan jasa begitu besar untuk sepak bola. Juga kepada pemain-pemain yang dengan keandalannya terbukti menjadikan tim mereka memiliki ciri khas tertentu,” tuturnya.
Melawan diktator
Momen paling dikenang dalam karier kepelatihan Menotti memang pada saat ia mempersembahkan trofi Piala Dunia pertama bagi Argentina pada 1978. Namun, lebih dari itu, dalam laga final yang sama Menotti turut menyelipkan ”keindahan” perlawanan kepada penguasa diktator Argentina pada partai final menghadapi Belanda.
Argentina diperintah oleh rezim militer Jenderal Jorge Rafael Videla yang mendapatkan kursi kekuasaan seusai melancarkan kudeta pada 1976. Videla merupakan pemimpin bertangan besi yang tidak segan-segan memberangus setiap orang yang berbeda pandangan dengannya. Di bawah kepemimpinannya, jumlah tahan politik di Argentina meningkat dan sekitar 30.000 orang hilang karena menentang Videla.
Baca juga: Juara Piala Dunia, Argentina Hadirkan Kebahagiaan
Tekanan masyarakat dunia pada pemerintahan diktator Videla meluas hingga sempat muncul wacana memboikot Argentina sebagai tuan rumah Piala Dunia 1978. Turnamen pada akhirnya tetap berlangsung dan Videla justru menggunakan kesempatan itu sebagai propaganda pemerintahannya kepada dunia internasional melalui slogan ”Los Argentines somos derechos y humanos (kami orang Argentina jujur dan manusiawi)”.
Menotti dilahirkan pada 5 November 1938 di Rosario, satu kota universitas di Argentina yang kental dengan pemikiran kiri. Sebagai pelatih yang memiliki ide atau prinsip, Menotti menggunakan sepak bola sebagai lapangan perlawanan terhadap rezim Videla.
Pada laga final menghadapi Belanda, perlawanan itu sudah dimulai sebelum sepak mula. Alih-alih memberikan hormat ke arah tribune petinggi pemerintahan, para pemain Argentina justru memberikan penghormatan ke arah tribune penonton. Itu adalah cara Menotti menunjukkan keberpihakannya kepada masyarakat daripada pejabat pemerintahan.
Ide keindahan permainan sepak bola Menotti juga berkaitan dengan prinsipnya melawan pemerintahan diktator di Argentina. Lewat permainan indah, Menotti menolak cara-cara pemimpin fasis dalam mengontrol segala lini sendi kehidupan masyarakat, termasuk sepak bola. Di Italia, pengaruh pemimpin fasis Benito Mussolini membuat timnas Italia dibangun berdasarkan kekuatan fisik dan organisasi dengan memberi sedikit ruang kepada kreativitas, ekspresi, dan bakat.
Baca juga: Argentina Menyambut Pahlawan Piala Dunia
Menotti menciptakan antitesisnya. Ia membangun timnas Argentina dengan memberikan banyak ruang bagi bakat-bakat alami sepak bola. Permainan timnas Argentina di bawah arahan Menotti begitu bergairah, berbasis pada penguasaan bola.
Secara tidak langsung, cara bermain Argentina itu merupakan bentuk protes yang amat telak dari Menotti kepada Videla. Menotti sukses menancapkan gaya sepak bola ekspresif yang mengingatkan publik pada Argentina di masa lalu.
Gaya bermain ekspresif itu merupakan jati diri Argentina sebelum dikuasai junta militer. Lewat sepak bola, Menotti menolak mentah-mentah nilai-nilai otoriter dan konservatif dari Videla dan pemerintahannya.
Rasanya cukup sulit menemui pelatih seperti Menotti pada masa sekarang. Pelatih yang mengedepankan keindahan dan mengusung nilai dalam gaya bermainnya, alih-alih berfokus hanya pada trofi dan kemenangan. Atas dasar inilah dunia sepak bola begitu kehilangan sosok Menotti. Selamat beristirahat dalam damai El Flaco.... (AP)