Kemajuan Kota Jakarta
Sebagai penduduk Jakarta, saya merasakan banyak kemajuan belakangan ini, terutama dalam pengelolaan kota dan prosedur pelayanan publik. Pasukan oranye membuat kebersihan dan tata ruang lingkungan kota terjaga.
Sungai-sungai sekarang sudah cukup bersih, kanan kirinya ditanggul beton setinggi 2 meter, dan trotoar ditata rapi. Saya merasakan nyamuk pun sudah sangat berkurang. Semoga dengan demikian kemunculan penyakit demam berdarah juga berhasil ditekan dan dikendalikan.
Ini semua akan membawa nuansa segar dan berdampak terhadap kebahagiaan dan kesejahteraan. Tidak hanya bagi penduduk Jakarta, tetapi juga menarik para pengunjung, terlebih turis asing, untuk datang berwisata ke Jakarta. Hal ini akan semakin penting dan signifikan menjelang penyelenggaraan Asian Games 2018.
Saya mengusulkan, jika memang tidak dapat dimanfaatkan lagi, tiang-tiang beton berderet—peninggalan proyek monorel yang mangkrak—di sepanjang Jalan Asia Afrika terus melewati Stadion Gelora Bung Karno sampai di belakang Gedung DPR-MPR, serta di Jalan Rasuna Said untuk segera dibersihkan. Hal ini sangat mengganggu keindahan pandangan stadion yang sedang dipugar.
Semoga Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama berkenan untuk meninjau dan segera bertindak. Atas perhatiannya, saya mengucapkan terima kasih.
Kusumo Subagio, Mantan Dosen ITB, Jalan Kemandoran Raya RT 006 RW 016, Grogol Utara, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan
Dianggap Berutang
Saya adalah pemegang kartu kredit Visa dari Bank Bukopin nomor 4211-6701-0139-9xxx.
Pada 16 Oktober 2014, saya dihubungi Ibu Astrid Firera dari Collection Dept Divisi Kartu Kredit Bank Bukopin agar melunasi tagihan Rp 6.521.591.
Dalam surat tagihan terlampir cara bayar. Down payment Rp 300.000 dibayarkan 16/10/14 (bukti bayar ditujukan ke Ibu Indah via faks 021-56940180; HP 081219410939; dan via e-mail astrid.firera@bukopin.co.id) dan cicilan 24 kali Rp 271.070 disetorkan via teller Bank Bukopin. Cicilan terakhir 6 Oktober 2016 (semua bukti bayar terlampir).
Secara tertulis pada 11 Oktober 2016, 5 dan 13 November 2016, saya sampaikan ke Bank Bukopin Collection Dept Divisi Kartu Kredit, Card Center Jakarta, Gedung Bank Bukopin Lantai 4, Jl S Parman Kav 80, kepada Ibu Astrid Firera, Ibu Indah, Ibu Lilis, Ibu Caroline, dan Bapak Hendro Chandra, bahwa saya telah melunasi tagihan dan meminta penerbitan surat pelunasan.
Beberapa kali saya telepon nomor Collection Dept yang tertera di surat tagihan, 021 5604307-12 pesawat 141 dan 1308, tidak pernah tersambung. Pertengahan Oktober 2016 saya mendatangi alamat di atas, tidak satu pun dapat ditemui. Sampai hari ini saya juga belum menerima surat pelunasan dari Bank Bukopin.
Yang mengecewakan, Ibu Sita Wati menyampaikan via telepon pada 18 Januari 2017 bahwa semua pembayaran saya tidak ada pada sistem mereka. Ia mencecar saya agar segera melunasi sisa pembayaran yang menurut dia kurang sekitar Rp 1.000.000.
Saya juga melaporkan masalah ini ke pihak-pihak berwenang.
Arief Fahmi, Jl Cikoko Timur, Pancoran, Jakarta Selatan 12770
Tidak Pakai, Ditagih
Tanggal 23 Februari 2017, saya mendapat surat jatuh tempo pembayaran dari Citibank dan diharuskan membayar tagihan kartu kredit 5520422041430634 sebesar Rp 5.608.155. Padahal, saya tak pernah memohon pembuatan kartu kredit Citibank.
Karena tidak pernah apply, saya tidak pernah menerima fisik kartu kredit tersebut. Saya pun menghubungi pihak Citibank, memprotes tagihan yang tidak pernah saya lakukan.
Memang Citibank beberapa bulan lalu pernah mengirimkan surat berisi PIN kartu kredit, perubahan alamat e-mail, dan nama ibu kandung. Saat itu pun saya sudah protes dengan menelepon layanan pelanggan (CS) Citibank dan menyatakan bahwa saya tidak pernah apply kartu kredit Citibank, tidak pernah menerima fisik kartu, tidak pernah mengubah alamat e-mail dan nama ibu kandung.
CS yang menerima protes saya berjanji menindaklanjuti. Nomor laporan 4140094090581139 dan ia memberitahukan bahwa kartu tersebut telah diblokir.
Pihak investigasi Citibank menelepon saya beberapa minggu kemudian. Beberapa pertanyaan yang diajukan menurut saya sangat pribadi dan bukan porsinya seperti berapa kartu kredit yang dimiliki dan dari bank mana.
Saya keberatan dengan pertanyaan itu dan kembali menegaskan saya tidak pernah mengajukan pembuatan kartu kredit.
Sekarang saya malah menerima tagihan penggunaan kartu kredit yang tidak saya miliki.
Claudia Harjono, Komplek PWI, Jakarta