Tembang Pangkur
Foto di halaman depan Kompas, Kamis, 23 Maret 2017, menarik sekali untuk ditanggapi. Gunarti, seorang petani di Pegunungan Kendeng, Jawa Tengah, memberi secarik kertas berisi tembang pangkur kepada Presiden Joko Widodo.
Kehadiran Gunarti tidak bisa dilepaskan dari keinginan masyarakat Kendeng untuk menghentikan pendirian pabrik semen yang kontroversial di kawasan tersebut.
Saya sangat tertarik pada tembang pangkur itu, mengapa dipilih sebagai wahana untuk menyampaikan permintaan. Apa sesungguhnya makna yang mendasarinya?
Tembang pangkur adalah bagian dari urut-urutan tembang macapat yang menurut orang Jawa menggambarkan siklus hidup manusia, mulai dari lahir sampai mati. Adapun tembang pangkur melukiskan bagian siklus hidup pada saat manusia ”membelakangi kenikmatan duniawi dan mempertajam rohani untuk meningkatkan ketakwaan (kebenaran) dan mengurangi kefasikan (kesesatan)”.
Menarik jika siklus hidup versi Jawa itu disandingkan dengan versi berikut. ”Insan umur 51-60 tahun tidak hanya eling, tetapi selalu memohon agar ditunjukkan jalan yang lurus dan agar dijaga selalu berada di jalan lurus itu” (dari buku Fashabrun Jamil oleh KRMT H Murdodiningrat, 2008, halaman 72, dan seterusnya).
Mari kita menunggu, apakah makna tembang pangkur itu mampu mengetuk nurani Presiden dan jajaran pemerintahannya untuk turun tangan menyelesaikan kasus ini dengan memenuhi permintaan para petani Kendeng.
Baroto Ismaun, Bumi Pusaka Cinere, Jalan Pusaka I, Gandul, Cinere, Depok
Garbarata
Pada Jumat, 24 Maret 2017, saya pergi-pulang Palembang-Jakarta menggunakan pesawat Garuda Indonesia. Baik ketika berangkat dengan GA 105 maupun pulang dengan GA 120, Garuda tidak menggunakan garbarata di Terminal III untuk debarkasi atau embarkasi penumpang. Penumpang turun dan naik menggunakan tangga biasa, dilanjutkan dengan bus feeder atau sebaliknya.
Padahal, garbarata tempat pesawat labuh ataupun berangkat tidak sedang digunakan. Praktik serupa lumrah terjadi ketika Garuda masih menggunakan Terminal II F. Namun, waktu itu saya maklum karena garbarata sering dipakai pesawat lain.
Mengapa setelah menggunakan Terminal III, Garuda malah jarang menggunakan garbarata, padahal garbarata tidak terpakai? Apakah Garuda sedang efisiensi biaya dengan menghemat sewa garbarata?
Upaya efisiensi memang layak didorong. Namun, tentunya Garuda tidak boleh menghilangkan hak penumpang untuk mendapatkan kemudahan dan kenyamanan. Apalagi komponen biaya sewa garbarata sebetulnya sudah masuk dalam komponen biaya tiket yang dibayar penumpang.
Bahrul Ilmi Yakup, Jalan Lingkar Istana, Demang Lebar Daun Palembang
Repotnya KTP-el
Setahun lalu, ibu saya hendak memperbaiki kartu keluarga (KK) di Kantor Kecamatan Tarogong Kaler, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Namun, petugas menyuruh ibu saya mendapatkan persetujuan dari kantor desa. Setelah mendapat persetujuan kepala desa, ibu saya datang kembali ke kantor kecamatan.
Namun, pada KK yang baru, nama saya malah semakin salah. Besoknya ibu dan saya datang lagi untuk memperbaiki, nama salah lagi. Ketika ibu datang ketiga kalinya, petugas menunjukkan kesan yang tidak enak.
Petugas bertanya KK untuk keperluan apa, saya jawab untuk membuat KTP-el. Lalu, petugas membawa saya ke ruang rekam data. Setelah itu saya disuruh ke kantor catatan sipil.
Di kantor catatan sipil, petugas memberi tahu saya KTP-el akan selesai dalam tiga minggu. Ketika kemudian KTP-el saya jadi, ternyata nama saya salah.
Seminggu kemudian saya datang lagi ke kantor capil memperbaiki KTP-el saya. Namun, petugas menyuruh saya membawa KK yang sudah diperbaiki dan ijazah sekolah atas nama saya.
Keesokan harinya saya datang lagi. Saya bertemu salah satu petugas dan dia menyatakan bisa membantu asalkan saya membayar sejumlah uang. Karena tidak ada uang, saya pun pulang.
Beberapa bulan kemudian, saya hendak memperbaiki KTP-el saya, ternyata tidak ada blangko. Setiap bulan setelah itu saya selalu datang ke kantor catatan sipil, tetapi selalu tidak ada blangko.
Sudah satu tahun ini saya mondar-mandir, tetapi KTP-el saya tidak beres-beres juga.
Nur Annisa, Perum Pasir Lingga Indah, Desa Jati, Kecamatan Tarogong Kaler, Kabupaten Garut 44151