Hanya sekitar 10 hari setelah serangan di London yang menewaskan empat orang, teror berlanjut ke wilayah ”tetangga”, yaitu Rusia.
Ledakan bom menerjang stasiun bawah tanah di St Petersburg, kota terbesar kedua di Rusia, yang menewaskan 14 orang dan melukai sedikitnya 50 orang. Rangkaian teror ini menjadi peringatan betapa rentannya masyarakat tak berdosa menjadi sasaran terorisme.
Bom tersebut meledak pada siang hari di lintasan antara dua stasiun di pusat kota yang menjadi titik transit metro. Setiap hari, lintasan itu dijejali sekitar satu juta penumpang. Dengan demikian, bisa dibayangkan, ledakan itu merenggut banyak korban dalam waktu singkat dan menyebabkan kepanikan luar biasa.
Sampai saat ini masih belum ada pihak yang mengaku bertanggung jawab terhadap serangan itu. Namun, intelijen Kirgistan menyatakan, warga Rusia keturunan Kirgistan menjadi tersangka. Belum diketahui apakah ia bertindak sendirian atau berkoordinasi dengan pihak lain.
Jika merujuk pada serangkaian aksi teror yang melanda Rusia, beberapa tahun terakhir, juga serangan yang melanda sejumlah negara di Eropa dan Turki, komunitas intelijen sulit mengabaikan keterlibatan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS). Pada Oktober 2015, NIIS bertanggung jawab atas jatuhnya pesawat Rusia yang terbang dari Mesir dan menewaskan seluruh 224 penumpangnya. Sebelumnya, Desember 2013, terjadi serangan bom di Volgograd menjelang Olimpiade Musim Dingin yang menewaskan 30 orang.
Keterlibatan militer Rusia dalam konflik Suriah, di mana pesawat-pesawat tempur Rusia bersama pasukan Presiden Bashar al-Assad terus menggempur wilayah-wilayah yang dikuasai militan NIIS, menjadi akar serangan pembalasan. Pentolan NIIS beberapa kali menyampaikan ancamannya melalui video terhadap pemerintahan Vladimir Putin.
Yang mengkhawatirkan, seketat apa pun pengamanan negara, sejeli apa pun informasi yang dikumpulkan komunitas intelijen, sasaran yang acak dan metode serangan yang semakin sulit diduga membuat aksi teror makin sulit diantisipasi. Itu sebabnya Presiden Perancis Francois Hollande ketika berkunjung ke Indonesia, pekan lalu, menekankan pentingnya kerja sama global dalam menanggulangi terorisme.
Ajakan serupa kini diserukan oleh Rusia kepada dunia. Meski demikian, kerja sama global hanya bisa diwujudkan melalui rasa saling percaya dan penghormatan yang setara. Mungkin ini menjadi pekerjaan rumah bagi Rusia, bagaimana citra dan sepak terjang Rusia yang kerap dilihat sebagai ”ancaman” bagi para tetangganya bisa dilunakkan sehingga kerja sama memerangi terorisme global nyata terwujud.