Jepang paling gelisah dengan keluarnya AS dari Kemitraan Trans-Pasifik (Trans-Pacific Partnership). Setelah Donald Trump terpilih sebagai Presiden AS, Perdana Menteri Shinzo Abe langsung mengunjungi Trump. Salah satu misinya adalah agar AS jangan meninggalkan TPP, sebuah kelompok dagang di Asia Pasifik.
Permohonan PM Abe sia-sia karena Trump langsung menyatakan AS keluar dari TPP, yang beranggotakan Australia, Brunei Darussalam, Kanada, Cile, Jepang, Malaysia, Meksiko, Selandia Baru, Peru, Singapura, dan Vietnam. AS mundur pada 23 Januari dengan alasan TPP adalah “disaster”, menurut Trump.
Jepang paling lesu setelah itu. PM Abe langsung mengatakan, ketiadaan AS membuat TPP menjadi tidak relevan. Akan tetapi, Australia dan Selandia Baru menjadi penguat bagi Jepang untuk tetap optimistis dan bersedia mempertahankan TPP.“Kita jangan menjadi lengah walau AS tidak ikut. Justru sekarang blok TPP menjadi sangat relevan,” kata Perdana Menteri Selandia Baru, Bill English, seperti dikutip Televisi Selandia Baru (TVNZ), Minggu.
Di bawah Trump, AS memang mengeluarkan kebijakan yang membuat banyak orang mengernyitkan dahi. Optimisme TPP ini mengkristal tak lama setelah itu. Hal tersebut terlihat dari upaya para anggota TPP yang menggelar pertemuan dengan dihadiri para menteri perdagangan mereka di Hanoi, Vietnam, Minggu (21/5).
Kelompok ini bahkan membuat klausul agar AS bisa kembali sewaktu-waktu. Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer menyatakan, AS tidak mungkin kembali ke TPP, tetapi mendukung TPP terus berlangsung. Bukan tidak mungkin, jika jabatan Trump berakhir, AS akan bergabung lagi.
Hal ini menjadi salah satu alasan TPP bertahan. Mendag AS Wilbur Ross malah menyatakan, AS tidak keberatan jika TPP terus bersemangat. Jepang adalah salah satu pihak yang paling kukuh mempertahankan TPP.
Keberadaan blok dagang ini bukan semata-mata melakukan liberalisasi dagang, tetapi mengimbangi kekuatan China dalam segala lini.“Jepang paling kukuh untuk mempertahankan TPP … sebagai salah satu cara untuk mengimbangi China yang semakin dominan,” demikian ditulis harian Jepang The Japan Times, Minggu.
Secara verbal, para pejabat Jepang mencoba menghindari kalimat yang langsung menyebut TPP sebagai kekuatan untuk penyeimbang bagi China. Namun, keberadaan para pejabat Jepang pada pertemuan TPP memperlihatkan hal itu. Dalam pertemuan di Vietnam, hadir Ketua Perunding Dagang Jepang untuk TPP, Keiichi Katakami. Di samping itu, juga hadir Menteri Revitalisasi Perekonomian Jepang Nobuteru. “Kesatuan di antara 11 negara anggota berhasil dipertahankan,” kata Ishihara.
Hal ini memperlihatkan semangat tinggi Jepang. “Mempertahankan TPP meski tanpa AS adalah sebuah kekuatan untuk menandingi China,” kata Alex Capri, seorang professor di National University of Singapura.
Selain itu, penghidupan TPP juga akan meningkatkan aktivitas ekonomi para anggota TPP, kata Kenichi Kawasaki, seorang professor dari National Graduate Institute for Policy Studies, Tokyo.
Menurut professor Dirk Naber dari Universitas Stuttgart, Jerman, dan peneliti di GIGA German Institute of Global and Area Studies, Jepang serta China adalah dua negara kuat di Asia yang saling bersaing merebut pengaruh. Keduanya menancapkan pengaruh untuk mencegah hegemoni pesaing, termasuk dalam hal perdagangan. Sikap Jepang ini bertujuan mencegah satu negara mendominasi sistem regional, dalam hal ini China.