Keberhasilan peluncuran rudal Pukguksong II memberi ancaman baru pada kawasan karena Korea Utara siap memproduksinya secara massal.
Sebelumnya, sikap dunia pada program nuklir dan rudal Korut terbelah. Di satu sisi ada keraguan Pyongyang-yang berada di bawah sanksi internasional-mampu mewujudkan itu. Di sisi lain, jika Korut berhasil, ancaman yang dihadapi oleh kawasan juga tidak main-main.
Ternyata, setelah sekian kali uji coba, Korut mengklaim uji terakhir Pukguksong II, Minggu, berjalan sukses. Mereka telah memverifikasi keandalan, keakuratan, dan sistem pemandu rudal. Pemimpin Korut Kim Jong Un pun memerintahkan agar rudal itu diproduksi secara massal.
Pada uji coba itu, Pukguksong menempuh jarak 500 kilometer dengan sudut luncur besar, nyaris tegak lurus, untuk menghindari rudal jatuh di wilayah negara lain. Dengan sudut yang tepat, rudal jarak menengah yang mampu membawa hulu ledak nuklir itu bisa menempuh jarak 1.200 km-3.000 km, yang berarti dapat dengan mudah menjangkau Jepang dan semua pangkalan militer Amerika Serikat di negara itu hingga ke Okinawa di selatan.
Sukses Pukguksong II dan rencana produksi massal menjadi ancaman nyata pada negara di kawasan. Jepang, misalnya, memang telah memiliki sistem pertahanan antirudal PAC-3. Namun, keraguan muncul apakah sistem pertahanan itu dapat berfungsi efektif jika Korut meluncurkan sejumlah rudal secara bersamaan, seperti uji peluncuran empat rudal pada awal Maret lalu.
Korea Selatan dengan bantuan AS telah mengerahkan sistem pertahanan antirudal THAAD, yang belakangan malah mendatangkan masalah dengan China yang merasa terancam. AS sendiri telah meninggalkan strategi bersabar yang diterapkan Presiden Barack Obama dan memilih strategi lebih menekan Korut untuk memaksakan negosiasi, termasuk dengan memperketat sanksi ekonomi dan mengerahkan gugus perang kapal induk USS Carl Vinson ke perairan Semenanjung Korea.
Korut bergeming dan melanjutkan program pengembangan nuklir dan rudal mereka. Saat Kim Jong Il memimpin Korut, komunitas internasional masih meyakini sikap keras Pyongyang hanya dalih untuk menaikkan posisi tawar agar mendapat imbalan bantuan ekonomi yang memadai. Namun, pada era Kim Jong Un semakin jelas, Korut tak akan menyerah dan membatalkan program nuklir dan rudal hanya untuk imbalan bantuan ekonomi.
Korut serius mengembangkan nuklir dan rudal sebagai strategi jangka panjang untuk bertahan, dengan tujuan akhir menjadi negara nuklir yang setara dengan negara pemilik senjata nuklir lain di dunia. Namun, dunia tak bisa menerima negara seperti Korut-yang memiliki sejarah pelanggaran kemanusiaan-memiliki senjata pemusnah massal seperti rudal berhulu ledak nuklir.