Keberhasilan merebut kembali Masjid Agung Al-Nuri dan kota tua Mosul membuat Baghdad yakin, Negara Islam di Irak dan Suriah di ambang kekalahan.
Dari mimbar Masjid Agung Al-Nuri, 4 Juni 2014, Abu Bakar al-Baghdadi memproklamasikan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) serta dirinya sebagai khalifah. Direbutnya kembali masjid yang terkenal karena menara miringnya itu, bagi Perdana Menteri Irak Haider al-Abadi, adalah simbol berakhirnya kelompok radikal itu.
Setelah serangan besar-besaran selama delapan bulan, pasukan Pemerintah Irak dibantu pasukan Kurdi Irak berhasil memojokkan milisi NIIS di wilayah kota tua itu. Milisi NIIS, yang menjadikan Mosul basis perlawanan mereka di Irak, terdesak ke sisi barat dan selatan kota.
Pada saat bersamaan, Pasukan Demokratik Suriah (SDF), gabungan oposisi Suriah yang didukung koalisi pimpinan Amerika Serikat, berhasil mengurung milisi NIIS di Raqqa, ibu kota de facto kelompok itu. SDF dan pasukan koalisi telah memutus semua rute masuk-keluar Raqqa, termasuk yang menghubungkan Raqqa dan Mosul.
Melemahnya kekuatan NIIS di Irak dan Suriah membuat dunia sedikit bernapas lega. Namun, masalahnya jauh dari selesai. NIIS memiliki banyak simpatisan yang menyatakan setia. Perintah kepada mereka untuk mengobarkan perlawanan di tempat masing-masing memperluas kekerasan dan teror ke berbagai penjuru dunia. Ideologi yang dianut menciptakan teror yang melintasi batas negara.
Di Marawi, Filipina selatan, milisi kelompok Maute didukung kombatan asing, termasuk dari Indonesia, dengan cepat menduduki kota itu dan menyandera warga sipil. Enam pekan berlalu, pasukan Filipina belum sepenuhnya berhasil merebut kembali kota itu. Di Indonesia, ada indikasi peningkatan frekuensi serangan teror para lone wolf yang mengincar polisi dan petugas keamanan.
Bagi Irak, tantangan berikutnya setelah mengalahkan NIIS adalah tuntutan kemerdekaan warga Kurdi Irak yang akan menggelar referendum pada 25 September. Hampir dapat dipastikan, suara mayoritas akan mendukung pembentukan negara Kurdi yang terpisah dari Irak. Namun, dampaknya pada Irak dan kawasan sulit dibayangkan.
Iran, Suriah, dan Turki pasti tidak menginginkan referendum berhasil karena bisa menginspirasi warga Kurdi di ketiga negara itu untuk memisahkan diri. Amerika Serikat dan Barat secara resmi juga mendukung persatuan Irak dan pemerintahan Abadi yang lebih inklusif, terutama karena Irak akan menghadapi pemilu pada 2018.
Krisis juga belum berakhir di Suriah meskipun NIIS telah diisolasi karena konflik antara pasukan pemerintah dan oposisi sejak 2011 terus terjadi. Melemahnya kekuatan NIIS di Irak dan Suriah cukup melegakan, tetapi setumpuk masalah dan konflik lain menanti diselesaikan.