Berita tentang kesepakatan tiga negara—Amerika Serikat, China, dan Jepang—untuk melucuti kekuatan nuklir Korea Utara memberikan harapan baik.
Kita katakan memberikan harapan baik karena, kalau kesepakatan itu benar-benar bisa terwujud, dan akhirnya menghasilkan buah, akan memberikan sumbangan besar bagi perdamaian di kawasan Asia Tenggara dan Timur. Selama ini, Korea Utara (Korut) menjadi salah satu sumber ketegangan di Semenanjung Korea karena tindakan-tindakan dan polah tingkah laku yang cenderung menuruti kemauannya sendiri dengan berulang kali melakukan uji coba nuklir.
Kesediaan China, bersama AS dan Jepang, untuk melucuti kekuatan nuklir Korut adalah pertanda positif. China adalah mitra utama—bahkan sekutu utama Korut—dalam politik ataupun ekonomi dan perdagangan. China adalah sumber utama energi dan makanan bagi Korut.
Secara historis, China menentang dijatuhkannya sanksi keras terhadap Korut. Alasannya jelas dan nyata: apabila sanksi keras benar-benar dijatuhkan terhadap Korut, rezim Korut akan runtuh dan akan muncul gelombang pengungsian warga Korut ke China. Tentu hal ini sangat berat bagi Beijing yang mendukung Korut dalam Perang Korea (1950-1953). Meski demikian, China mendukung Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1718, yang diterbitkan setelah Korut melakukan uji coba nuklir pada 2006.
Akan tetapi, uji coba nuklir yang berulang kali dilakukan oleh Pyongyang membuat Beijing kerepotan atau dalam posisi yang pelik. Apalagi, China menjadi salah satu negara yang terlibat dalam Perundingan Enam Pihak (China, AS, Korea Selatan, Korea Utara, Jepang, dan Rusia), sebuah kerangka kerja multilateral dengan tujuan denuklirisasi Korut. Beijing juga pernah menyerukan agar Pyongyang tidak melakukan tindakan yang semakin memperburuk situasi di Semenanjung Korea.
Apakah kesepakatan tiga negara akan benar-benar terwujud dalam tindakan? Itu tetap pertanyaan utamanya. Mengingat, antara lain, hubungan AS dan China sebenarnya tidak ”baik-baik amat” saat ini. Tindakan AS menjual senjata kepada Taiwan senilai 1,4 miliar dollar AS dan tuduhannya bahwa China melakukan pelanggaran HAM, belum lama ini, membuat Beijing gerah. Apalagi, AS juga mengirimkan kapal perusaknya ke wilayah sengketa yang diklaim Beijing di Laut China Selatan.
Memang, ada sejumlah persoalan—terutama antara AS dan China, sementara bagi Jepang relatif lebih sedikit—untuk mewujudkan kesepakatan itu menjadi tindakan nyata dan mampu mendesak bahkan menekan Korut untuk menghentikan program nuklirnya. Namun, apa pun, inilah langkah positif untuk mewujudkan perdamaian di Asia Timur meski dengan setumpuk catatan.