Angket KPK buat Apa
Saat ini tengah ramai disoroti soal angket DPR terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi. Bahkan, ada sinyal penggunaan hak angket bakal disetujui oleh Sidang Paripurna DPR.
Pertanyaannya, buat apa angket KPK itu? Kalau tujuannya untuk membuat KPK kian lemah, apalagi membuat KPK tamat nasibnya, maka akan semakin besar rakyat Indonesia akan bergerak untuk membela KPK.
Kita rakyat Indonesia merasa sedih karena setelah lebih dari 70 tahun merdeka, korupsi di negara ini masih begitu masif. Korupsi umumnya dilakukan para elite politik, elite birokrasi, dan elite ekonomi. Secara ekonomi, para koruptor ini umumnya orang-orang berkecukupan, tetapi nafsu serakahnya luar biasa. Sampai-sampai, pengadaan kitab suci Al Quran pun dikorupsi.
Kita semua sepakat, korupsi adalah tindak kejahatan yang luar biasa. Bagi rakyat, korupsi sama saja tindak merampas hak ekonomi masyarakat, termasuk hak kaum duafa.
Yang memprihatinkan, di lingkungan DPR angket KPK justru dipelopori dan didukung oleh partai-partai pendukung pemerintah. Padahal, dalam Nawacita, Jokowi sendiri jelas-jelas berkomitmen mendukung KPK dalam rangka memberantas korupsi. Sejauh ini hanya dua partai yang menolak.
Sebagian besar rakyat Indonesia masih percaya bahwa KPK konsisten dan teguh menindak koruptor. Mereka juga tidak buta, lahirnya gagasan angket KPK tak dapat dilepaskan dari kasus korupsi yang akhir-akhir ini ditindak KPK. Oleh karena itu, rakyat pasti sangat kecewa kalau ada parpol yang mendukung angket KPK.
Hal ini seharusnya menjadi pertimbangan para tokoh parpol. Para tokoh partai itu lupa bahwa dua tahun lagi ada pemilu presiden dan pemilu legislatif. Rakyat semakin kritis. Mereka akan ”menghukum” parpol yang anggotanya banyak terlibat kasus korupsi atau mendukung pemberangusan terhadap KPK.
Edi Subroto, Dosen, tinggal di Larangan, Gayam, Sukoharjo, Jawa Tengah
Arus Balik dan Hambatan Truk
Saya tergelitik mendengar imbauan pemerintah melalui dinas perhubungan supaya pemudik kembali ke Jakarta lebih awal sebelum 29 Juni 2017 agar tak terjebak kemacetan parah karena truk akan kembali diperbolehkan jalan pada tanggal tersebut.
Bukankah pada musim mudik selama ini larangan truk lewat berlaku hingga berakhirnya musim mudik? Apa dasar pemerintah tahun ini memperbolehkan truk melintas sebelum musim mudik dan arus balik berakhir tanggal 2 Juli 2017?
Berarti ada tiga hari ketika arus balik potensial beradu dengan lalu lintas truk di jalan, dan ini sudah pasti akan menciptakan kemacetan yang tak bisa dibayangkan. Mohon pemerintah ke depan dapat mempertimbangkan secara lebih bijak rencana mengizinkan truk kembali melintasi jalanan sebelum arus balik berakhir. Apabila terjadi kemacetan parah, yang rugi kita semua.
A Harsa Widyaprabawa, Jalan Kakaktua B, Kelurahan, Jurangmangu Timur, Kecamatan Pondok Aren, Tangerang Selatan
Paket Seberat 13 Kilogram Raib
Pada 6 Mei 2017 malam, kami mengirim paket dari JNE Sorogenen, Yogyakarta, dengan nomor resi JOGAA09989517217 berupa baju seberat 13 kilogram ke alamat rumah kami di Karawaci, Tangerang. Nama pengirim Dewi (kakak saya) dan ditujukan kepada Rochayadi (ayah saya). Sampai 24 Mei, paket belum sampai. Kami menghubungi call center dan dibuatkan laporan dengan nomor CAS-4250818. Kami diinformasikan, paket sudah di Jakarta 8 Mei dan diminta menunggu sekitar satu minggu.
Pada 29 Mei, paket belum sampai juga. Kami mendatangi Kantor JNE Pusat di Tomang dan langsung ditawari untuk mengajukan klaim, tapi kami tolak. Kami bersikeras agar paket tetap dicari. Beberapa jam kemudian, kami ditelepon JNE, diinformasikan paket dikirim via jalan darat dan saat itu paket sudah ditemukan dan posisinya di Karawang. Kami kembali diminta menunggu beberapa hari, paket akan sampai ke tujuan.
Setelah itu beberapa kali kami ditelepon hanya untuk ditanya hal yang sama: apakah paket sudah sampai, apakah kami mau mengajukan klaim, konfirmasi alamat tujuan, nama pengirim, nama penerima, dan sebagainya.
Terakhir, 20 Juni, kami ditelepon lagi dan ”dipaksa” mengajukan klaim karena paket sudah dinyatakan hilang. Lagi-lagi kami menolak dan menuntut kejelasan informasi status paket, tapi kami tak mendapat jawaban. Mereka malah kembali menyarankan kami untuk mengajukan klaim.
Bagaimana bisa setelah kami menunggu hampir dua bulan, JNE menyatakan paket hilang. Bagaimana bisa barang satu karung besar hilang tak terdeteksi dan menyasar jauh ke Karawang, padahal informasi sebelumnya paket sudah sampai Jakarta? Alamat dan kode pos jelas. Bagaimana bisa kami dipaksa mengajukan klaim dan diganti dengan harga maksimal 10 kali lipat ongkos kirim yang berarti maksimal Rp 490.000, sementara harga barang jauh di atas nominal itu?
Dinda, Perumnas 2 Karawaci, Tangerang