Berkendara di Kota Medan ibarat lagu ”Benci tapi Rindu”. Benci melewati lubang-lubang yang dalam dan lebar, tetapi tetap saja berulang kali melewatinya. Sebut saja Jalan Bambu, Bilal, Sutomo Ujung, Aksara, Marelan, dan daerah Kampung Lalang. Semuanya rusak parah.
Akibat paling ekstrem terasa pada musim hujan karena lubang-lubang yang menganga ini tertutup genangan air. Kecelakaan akibat terperosok ke dalam lubang sering terjadi. Begitu banyaknya pengaruh lubang pada jalanan merambat luas hingga ke kesehatan jiwa warga kota. Lubang-lubang itu memicu kemacetan, membuat pelajar dan pekerja datang terlambat. Muncul antrean panjang, penyerobotan, caci maki di jalanan, dan bunyi klakson bersahut-sahutan. Akhirnya semua ini memicu stres tinggi.
Saya pernah membaca di sebuah artikel, Wali Kota Medan Dzulmi Eldin menargetkan tahun 2O17 semua jalanan akan halus dan mulus. Apakah yang dimaksud hanya jalan-jalan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Kota Medan? Bagaimana dengan jalan-jalan provinsi? Tentu bukan urusan kami pembagian tanggung jawabnya. Yang jelas, kami ingin jalan-jalan yang terpelihara baik untuk mempermudah semua keperluan kami.
Kenyataannya, lubang-lubang baru malah timbul akibat penggalian yang terus berlangsung, ditambah dengan truk-truk yang bebas berlalu lalang setiap saat.
Sampai kapan? Mohon perhatian yang berwenang.
M Novianti, Kompleks Citra Garden, Medan Baru, Medan 20157
Aturan Bikin Susah
Sejak 29 Agustus 2016, Wali Kota Tangerang membuat aturan untuk memperlancar arus lalu lintas sekitar stasiun kereta api, tetapi membuat penumpang kereta rel listrik commuter line sengsara.
Dengan kebijakan baru itu, pintu keluar stasiun hanya di gerbang timur yang lebih sempit dan lebih sedikit pintu elektroniknya dibandingkan gerbang barat. Maka, menderitalah para penumpang KRL yang baru turun di Stasiun Tangerang.
Kondisi itu sangat terasa pada jam-jam sibuk sore sampai malam hari saat penumpang yang baru pulang kerja turun di stasiun. Jika dari tiap gerbong turun 50 orang, berarti ada 500 penumpang turun dari 10 gerbong.
Sebelum ada peraturan baru, penumpang yang baru turun keluar dari pintu barat. Itu pun antre panjang dan menunggu lama hingga 15-20 menit. Sekarang di pintu timur butuh waktu lebih dari 30 menit.
Hampir semua penumpang mengeluhkan ini, apalagi mereka juga harus melewati jalan lebih panjang lagi menuju parkir motor yang ada di pintu barat. Entah beberapa kali penumpang bersitegang dengan petugas, yang hanya menjalankan perintah.
Saran saya kepada Wali Kota Tangerang, kalau memang bermaksud membuat lalu lintas lancar di sekitar stasiun, yang harus ditertibkan adalah angkot yang jumlahnya sangat banyak. Kedua, tertibkanlah pedagang kaki lima di sekitar stasiun yang sudah menguasai badan jalan.
Menurut saya, kedua hal itu yang harus dilakukan, bukan dengan mengorbankan penumpang kereta rel listrik.
H Panjaitan, Kompleks Harapan Kita, Tangerang