Dana Moneter Internasional atau IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi global meningkat secara umum. Namun, untuk Amerika Serikat dan beberapa negara lain, seperti Inggris, Brasil, dan Afrika Selatan, IMF memproyeksikan penurunan pertumbuhan. Khusus untuk AS, IMF beralasan ada keraguan pada kemampuan Presiden AS Donald Trump untuk menggerakkan perekonomian.
Seperti dituliskan situs berita Business Insider, Selasa (25/7), IMF mendakwa langsung atas lambannya aksi Trump soal perubahan kebijakan. IMF tidak melihat gelagat pertumbuhan lebih cepat dan memprediksi ekonomi AS hanya tumbuh 2,1 persen pada 2017, turun dari perkiraan sebelumnya 2,3 persen. Untuk 2018, ekonomi AS akan tumbuh 2,1 persen, turun dari perkiraan sebelumnya 2,5 persen.
Revisi IMF ini merefleksikan mandeknya agenda ekonomi Trump. Bahkan, pelaku di sektor keuangan sudah menurunkan harapan akan janji penurunan tingkat pajak dan pembangunan infrastruktur. ”Faktor utama di balik revisi, khusus untuk 2018, adalah asumsi bahwa pengeluaran pemerintah tidak ekspansif sehubungan dengan ketidakpastian dalam kebijakan anggaran pemerintah. Harapan pasar soal stimulus fiskal juga surut,” demikian laporan IMF yang resmi diluncurkan pada hari Minggu (23/7).
”Kita belum melihat aksi utama, kecuali penarikan diri AS dari Kemitraan Trans-Pasifik,” kata ekonom IMF, Maurice Obstfeld.
Sebagaimana diketahui, selain konsumsi masyarakat dan investasi, pengeluaran pemerintah juga menjadi salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi.
Ada beberapa hal yang memunculkan keraguan pada kemampuan Trump. Ada kegagalan soal reformasi Obamacares, semacam fasilitas jaminan kesehatan bagi warga AS. Ada gejala Trump dan kubu Republikan yang menguasai Kongres AS sulit untuk bersepakatan dalam banyak isu walau Trump berasal dari Republikan.
Investigasi terhadap Trump terkait koneksi dengan Rusia juga mencuatkan ketidakpastian politik. Hal ini turut menghambat pencapaian dalam perombakan perundang-undangan. Compass Point Research, sebuah perusahaan investasi, bahkan memberi penilaian keras. ”Enam bulan memimpin, Presiden Trump belum memiliki pencapaian penting dalam perundangan-undangan….”
Proteksionisme
Di samping itu, IMF juga melihat gejala proteksionisme menjadi tambahan risiko pertumbuhan ekonomi. Obstfeld menambahkan, sulit mengabaikan retorika proteksionisme Trump. Ini merujuk pada upaya menekan impor dan moto ”America First”.
Muncul rumor AS sedang mendalami pengurangan impor baja dan aluminium. Masih ditunggu apa yang akan terjadi terkait proteksionisme ini. Namun, Uni Eropa telah berjanji akan membalas jika ditekan soal komoditas itu.
Sebuah lembaga di Australia, Productivity Commission, telah mengingatkan bahwa proteksionisme Trump akan memberi efek negatif besar bagi Australia. Trump telah pula memunculkan musuh-musuh ekonomi, termasuk dengan mitra dagang utama seperti Kanada dan Meksiko.
Realisasi atas janji Trump membatalkan perjanjian Kawasan Perdagangan Amerika Utara (NAFTA) menambah faktor pada penurunan pertumbuhan ekonomi AS.
Jerman dan China yang merupakan mesin perekonomian dunia pun sudah menolak tunduk pada setiap tekanan AS. Di dalam negeri Trump mengalami masalah, di luar negeri juga demikian dalam relasi ekonomi luar negeri.
Menarik untuk menantikan bagaimana Trump menjalankan pemerintahannya dalam empat tahun ke depan dari sisi ekonomi. (REUTERS/AP/AFP)