logo Kompas.id
OpiniKPK Bukan Cari Dukungan
Iklan

KPK Bukan Cari Dukungan

Oleh
· 2 menit baca

Foto besar Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan bertemu Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono, Kamis (14/9), menarik perhatian. Foto di halaman 2 Kompas itu dilengkapi berita berjudul "KPK Bantu Integritas Parpol", seakan menjadi pembenar berita utama Kompas, 13 September 2017, di halaman 1 dengan judul "KPK-Novanto Adu Siasat". KPK tengah menyidik dugaan korupsi proyek KTP elektronik yang menyeret Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka. Novanto mangkir dari pemeriksaan oleh KPK. Saat yang sama, Senin lalu, Komisi III DPR menggelar rapat kerja dengan KPK yang suasananya mirip rapat Panitia Khusus Hak Angket DPR terhadap KPK. Sekilas pertemuan dengan pimpinan Partai Demokrat itu menyiratkan KPK mencari dukungan politik. Dukungan dari masyarakat dan pernyataan dari Presiden Joko Widodo, yang menolak pelemahan KPK, tidaklah cukup. Partai Demokrat adalah salah satu partai yang menolak penggunaan hak angket DPR untuk KPK. Ternyata, pimpinan KPK tidak hanya bertemu dengan pimpinan Partai Demokrat. Pada waktu yang sama, KPK bertemu dengan pimpinan Partai Nasdem. Sebelumnya, KPK juga bertemu dengan pimpinan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), dan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura). KPK akan bertemu dengan partai lain yang memiliki kursi di parlemen. Langkah pimpinan KPK itu sejalan dengan Pasal 1 Ayat 3 Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyebutkan, pemberantasan korupsi adalah rangkaian tindakan untuk mencegah dan memberantas korupsi melalui koordinasi, supervisi, pemantauan, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dengan peran serta masyarakat. Pasal 6 UU KPK menyatakan pula, tugas memonitor oleh KPK itu dilakukan pada penyelenggaraan pemerintahan negara. Pasal 14 UU No 30/2002, KPK berwenang melakukan pengkajian terhadap sistem pengelolaan administrasi di semua lembaga negara dan pemerintah serta memberikan saran kepada pimpinan lembaga negara dan pemerintah untuk melakukan perubahan jika berdasarkan pengkajian, sistem pengelolaan administrasi itu berpotensi korupsi. Parpol bukan lembaga negara atau pemerintah. Namun, partai adalah penghasil pejabat negara. Temuan KPK, 32 persen yang terjerat korupsi adalah aktor politik. Mereka adalah 78 kepala daerah dan 134 anggota DPR atau DPRD.Kader parpol pada gilirannya bisa memimpin lembaga negara dan pemerintah. KPK pun memiliki tanggung jawab menyiapkan mereka lebih berintegritas. Jangan ada lagi kader partai tertangkap KPK, terbelit korupsi.

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000