logo Kompas.id
OpiniMembumikan Pancasila dan...
Iklan

Membumikan Pancasila dan Demokrasi

Oleh
Benny Susetyo
· 4 menit baca

Fenomena menguatnya politik identitas belakangan ini kembali membangkitkan kesadaran akan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa bagi kelestarian NKRI. Ketika anak-anak bangsa mulai saling mencaci dan menyebar fitnah, dan ketika rasa curiga mulai merebak memicu perpecahan, semangat persatuan penting kembali ditegaskan. Tidak bisa ditawar-tawar lagi, masalah yang melatari fenomena itu harus segera dijawab secara jernih dan bijaksana. Setelah mencermati dan merefleksikan sejumlah soal yang terjadi, sekarang saatnya kembali bangkit bersama mendulang keterlibatan semua pihak merekatkan lagi ikatan-ikatan sosial. Dalam keseharian, upaya ini dapat dilakukan antara lain melalui pembauran hingga di akar rumput, baik pembauran sosial maupun lintas agama. Dengan demikian, diharapkan tak ada lagi peluang menghadap- hadapkan kembali identitas yang superior dengan identitas yang inferior karena semuanya menjadi sama atau setara. Ini momen yang tepat untuk fokus membumikan Pancasila sebagai public virtue, atau kebaikan publik, dan untuk kembali meletakkan Pancasila sebagai praksis politik kenegarawanan. Toleransi dan keteladananDalam praksis kehidupan sehari-hari, semangat pembauran itu bisa dilakukan siapa saja di mana saja, mulai dari lingkungan terdekatnya. Kata kunci yang tepat untuk menghilangkan sejumlah segregasi yang ada, baik di sekolah, tempat kerja, permukiman, maupun yang lainnya, adalah toleransi. Karena itu, upaya memperkukuh toleransi ini kemudian menjadi panggilan bagi tiap warga negara untuk ikut andil terlibat di dalamnya. Dalam konteks ini, keteladanan para tokoh, baik itu tokoh agama, tokoh masyarakat, bangsa maupun negara, menjadi sangat penting. Banyak hal yang bisa dilakukan. Para tokoh agama, misalnya, memberi teladan tentang bagaimana beragama dan bernegara secara utuh, atau dalam kata lain lagi, untuk meneguhkan iman sekaligus menguatkan Pancasila. Keteladanan nyata dari mereka membumikan Pancasila demi menjaga NKRI tercinta akan menjadi penyemangat tersendiri yang menguatkan.Semua orang punya panggilan dan tugas untuk turut membumikan Pancasila demi menjaga NKRI. Membumikan Pancasila berarti mengarusutamakan Pancasila dengan menjalani nilai-nilai dan keutamaan dalam keseharian, serta menjaga persatuan dan merekatkan ikatan tali sosial atau persaudaraan.Urgensi revitalisasi parpolMenguatnya politik identitas, terutama di waktu-waktu jelang gelaran besar pesta demokrasi di Tanah Air, seperti jelang pilkada dan pemilu, penting dibaca sebagai fenomena politik. Ada pertanyaan besar di sini. Dalam keadaban dinamika politik kita, mengapa politik identitas yang memicu lahirnya banyak ketegangan ini bisa merebak di mana-mana? Demi tegaknya demokrasi, sistem politik harus dikembalikan ke jalan yang benar. Fungsi-fungsi dalam sistem politik harus direvitalisasi. Ada tiga fungsi dalam sistem politik yang dimaksud (Almond, 1974): fungsi sosialisasi politik, fungsi perekrutan politik, dan fungsi komunikasi politik. Fungsi sosialisasi politik adalah mengembangkan dan memperkuat sikap politik di kalangan penduduk untuk melaksanakan peran politik, administrasi, dan yudisial. Perekrutan politik adalah fungsi penyeleksian rakyat untuk kegiatan politik dan jabatan pemerintahan melalui penampilan pada media komunikasi, anggota organisasi, dan pencalonan pada jabatan tertentu. Komunikasi politik merupakan fungsi mengalirnya informasi melalui berbagai struktur yang ada dalam sistem politik. Artikulasi dan agregasi kepentingan mestinya berlangsung melalui mekanisme komunikasi politik dalam bangunan sistem politik.Mengapa revitalisasi fungsi ini penting? Karena selama ini publik banyak disuguhi problematika terkait keberadaan dan sepak terjang parpol ketika hegemoni partai cenderung negatif. Problematika itu antara lain terkait kepemimpinan parpol yang gerontokrasi, oligarki, dan personal, ditandai dengan dominasi tokoh senior sebagai ketua umum dan ditandai regenerasi kepemimpinan yang mandek. Partai juga tidak kunjung jadi organisasi yang modern, tetapi berkembang ke semacam kelompok arisan jabatan dari elite politik di lingkaran pemimpin atau ketua umum. Bagaimana bisa diharapkan menjadi teladan bersama, atau pionir dalam membumikan Pancasila, jika parpol sendiri ternyata miskin visi dan misi. Apa yang akan terjadi ketika semua partai mengusung retorika dan slogan yang hampir sama, tidak jelas beda konsep dan solusi perbaikan atas berbagai masalah yang ada? Tidak akan ada banyak yang bisa diperbuat jika ternyata parpol sendiri kehilangan ideologi, ketika profil partai relatif sama, nyaris tak ada kekhasan atau identitas yang membedakan garis perjuangan setiap partai. Untuk kembali bisa tampil sebagai teladan yang dipercaya, penting bagi parpol kembali menempatkan pijakan etika politiknya. Moralitas harus dikembalikan sebagai penerang jalan mereka, apalagi sekarang ini moralitas politik banyak kader partai merosot ke titik paling rendah, yang antara lain ditandai dengan korupsi dan politik uang.Kembali pada urgensi menjawab tantangan NKRI saat ini, kesadaran para tokoh memberikan teladan yang nyata, juga tekad penguatan kembali fungsi- fungsi dalam sistem politik sangatlah diharapkan. Itu semua sangat penting untuk berhasilnya upaya  membumikan Pancasila sebagai public virtue, dan untuk kembali meletakkan Pancasila sebagai praksis politik kenegarawanan. Selain revitalisasi dan pembumian Pancasila, yang juga sangat mendesak dan terus diwujudkan adalah internalisasi nilai-nilai demokrasi dan pentingnya menggalakkan forum pendidikan kewarganegaraan.Benny Susetyo Penasihat UKP-PIP

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000