logo Kompas.id
OpiniBelajar dari Pemikiran Sumitro
Iklan

Belajar dari Pemikiran Sumitro

Oleh
Ismid Hadad
· 6 menit baca

Awal pekan ini, tepatnya Senin (18/9), Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia menyelenggarakan forum diskusi publik untuk memperingati 100 tahun Prof Sumitro Djojohadikusumo. Dibahas buku berjudul Nasionalisme, Sosialisme, dan Pragmatisme: Pemikiran Ekonomi-Politik Sumitro Djojohadikusumo yang ditulis Prof M Dawam Rahardjo. Bedah buku dipandu Prof Prijono Tjiptoherijanto dengan pembahas Prof Dorodjatun Kuntjoro-Jakti dan Dr Faisal Basri. Lahir pada 29 Mei 1917, Sumitro Djojohadikusumo adalah ekonom Indonesia pertama dan termuda (26) yang menyandang gelar doktor ekonomi dari universitas ternama di Eropa. Ia menjadi negarawan sejak usia muda (33) karena keberhasilannya sebagai menteri bidang ekonomi-keuangan dalam 5 kabinet dan 2 zaman yang berbeda.Pria kelahiran Kebumen, Banyumas, ini juga sangat produktif melahirkan gagasan dan tulisan berupa artikel dan buku-buku tentang teori dan kebijakan ekonomi, keuangan, dan pembangunan yang mewarnai perekonomian dan pembangunan Indonesia selama 7 dekade.Pelopor industrialisasi Sumitro merupakan pelopor program industrialisasi dan juga perintis konsep perencanaan pembangunan pemerintah. Konsep dan kebijakan tentang "ekonomi kerakyatan" sudah dirintis sejak 6 dasawarsa lampau. Bahkan, pemikiran dan buku teorinya tentang "ekonomi pembangunan" telah mendahului pakar ekonomi internasional. Ketika Inggris memutuskan keluar dari pasar dan Uni Eropa (Brexit) serta Presiden Trump mau keluar dari pakta kemitraan Trans-Pacific Partnership (TPP) untuk memproteksi ekonomi AS, muncul kembali gejala kebijakan proteksionisme dan nasionalisme di negara-negara maju.Bagaimana Indonesia menghadapi situasi ini? Apakah semangat nasionalisme dan rasionalitas demokrasi ikut membentuk sistem, kebijakan ekonomi, dan pembangunan kita? Catatan sejarah menunjukkan adanya peran Sumitro Djojohadikusumo dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.Perubahan konstelasi perekonomian dunia dewasa ini mau tak mau akan memaksa Indonesia membuat kajian ulang atas kebijakan ekonomi, strategi perdagangan dan investasi, serta rencana pembangunan jangka menengah ataupun panjang.   Dalam hal ini, kita bisa belajar dari Sumitro, yang pemikirannya sangat komprehensif menjawab tantangan. Dimulai dengan penelitian kredit rakyat yang menghasilkan disertasi doktornya di Universitas Rotterdam berjudul Het Volkscredietwezen in de Depressie (1943), diterbitkan dalam bahasa Indonesia dengan judul Perkreditan Rakyat di Masa Depresi oleh LP3ES tahun 1989. Ia kemudian mengembangkan pengetahuan tentang perbankan, perdagangan internasional, dan membantu ayahnya, Margono Djojohadikusumo, mengembangkan Bank Negara Indonesia (BNI 1946) yang semula didirikan untuk jadi bank sentral. Sumitro menjadi menteri perindustrian dan perdagangan pada Kabinet M Natsir. Lahirlah "Rencana Urgensi Industrialisasi" sebagai solusi terhadap "lingkaran setan masalah kemiskinan" di Indonesia. Berbeda dengan konsep ekonom Swedia, Ragnar Nukse, untuk mengatasi kemiskinan dan menggerakkan industri perlu investasi melalui mobilisasi modal asing, Sumitro lebih mengedepankan upaya pembentukan modal dalam negeri melalui perdagangan internasional. Untuk pembentukan modal (capital formation) pembangunan industri dalam negeri, Menteri Perdagangan Sumitro memberi hak monopoli impor bahan baku batik kepada Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI) sehingga koperasi batik mendapat modal dari keuntungan distribusi bahan baku batik (kain mori: cambridge) yang diimpor dari Belanda dan Jepang. Rencana Urgensi Perindustrian (1951-1952) itu dikenal sebagai "Kebijaksanaan Benteng".    Meskipun disiplin awal ilmunya adalah ekonomi mikro (ekonomi perusahaan dan perbankan), sebagai ekonom, tulisan-tulisan Sumitro lebih bercorak ekonomi makro. Pemikirannya menjembatani teori ekonomi dengan kebijakan ekonomi untuk pembangunan nasional. Analisisnya untuk memahami persoalan sosial-ekonomi masyarakat menjadi dasar kebijakan ekonomi pembangunan. Buku teksnya Ekonomi Pembangunan:Pengantar Ilmu Ekonomi (1954) dan Ekonomi Umum I: Asas-asas Teori dan Kebijaksanaan (1956) merupakan legasi penting Sumitro dalam pengembangan teori ekonomi pembangunan di Indonesia. Memberi ciri Sebagai dekan dan Guru Besar Ilmu Ekonomi, Sumitro berhasil memberi trademark buat FE-UI sebagai "The Jakarta School of Economics (JSE)". Menurut Dawam, ini menunjukkan kedekatan ideologis Sumitro dengan sosialisme fabian Inggris yang mendirikan Partai Buruh dan universitas The London School of Economics (LSE). Ada dua trademark FE-UI di bawah kepemimpinan Sumitro Djojohadikusumo. Pertama, mengembangkan bidang analisis kebijakan ekonomi makro (macro- economics) dan analisis kebijakan ekonomi negara (public policy). Ini menjadi cabang baru ilmu ekonomi yang kemudian disebut ekonomi pembangunan (development economics). Kedua, fakultas ekonomi UI membina hubungan fungsional dan kelembagaan dengan pemerintah. Hubungan ini dirintis Sumitro ketika ia dua kali menjabat menteri perindustrian dan perdagangan (Kabinet Natsir) dan kemudian menteri keuangan (Kabinet Wilopo), sekaligus Dekan dan Guru Besar FE-UI. Konsep Prof Sumitro menjadikan  fakultas ekonomi sebagai "dapur pemikiran" (think tank) untuk kebijakan ekonomi pemerintah, yakni mengolah dan menyiapkan perumusan kebijakan ekonomi dan pembangunan, dilanjutkan para muridnya.  Ini bahkan menjadi semacam "tradisi" dekan FE-UI setelah Sumitro, seperti Prof Widjojo Nitisastro dan Prof Ali Wardhana. Ketika menjadi pejabat negara, mereka mengandalkan dosen dan mahasiswanya mengkaji program-program pembangunan pemerintah melalui Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) yang merupakan organ FE-UI. Dawam Rahardjo meneliti dan mempelajari tak kurang dari 118 karya tulis primer (buku dan artikel utama) serta 75 karya tulis sekunder yang ditulis Sumitro dalam rentang 44 tahun (1943- 1987). Dawam mencatat ada 7 legasi pikiran penting bagi proses pemikiran kembali (re-thinking) teori ekonomi, sistem perekonomian, dan kebijakan pembangunan Indonesia.Di antaranya (1) perkreditan rakyat sebagai sistem pembiayaan yang kini populer disebut micro-finance sebagai salah satu instrumen penting pemberantasan kemiskinan; (2) mengembangkan cabang ilmu ekonomi pembangunan untuk negara-negara berkembang, khususnya Indonesia, dengan fokus kebijakan memerangi kemiskinan dan keterbelakangan ekonomi-sosial rakyat ; (3) pembangunan industri kecil dan kerajinan rakyat, khususnya di bidang pangan olahan; (4) kebijakan perdagangan luar negeri atas produk-produk dalam negeri sebagai sumber permodalan bagi industrialisasi skala besar; serta (5) merintis dan mengembangkan "sistem ekonomi berencana" dengan melembagakan badan perencanaan untuk merancang dan mengatur arah pembangunan nasional. Misi nasionalisme Sumitro adalah mengubah struktur ekonomi Indonesia, dari corak kolonial ke nasional. Dari struktur ekonomi yang berat sebelah: hanya bertumpu pada sektor agraria menuju struktur yang lebih seimbang dengan sektor industri yang lebih maju.Bagi Sumitro, upaya mencapai taraf hidup masyarakat yang lebih baik dan adil tidak bisa diserahkan begitu saja kepada mekanisme pasar bebas. Ia percaya bahwa cara paling efektif dan cepat mengubah struktur ekonomi republik yang baru merdeka adalah perencanaan  ekonomi nasional yang didasari pada gagasan sosialisme. Selain menghendaki peranan yang aktif dari pemerintah secara terukur lewat perencanaan dan manajemen makroekonomi, Sumitro juga melihat pentingnya peran sektor negara, kebijakan publik, dan bank-bank pemerintah dalam membina kekuatan ekonomi nasional. Ismid HadadPendiri dan Redaktur Senior Jurnal Prisma, Direktur LP3ES (1975-1980), Kini Ketua Pengurus Perhimpunan Indonesia untuk Pembinaan Pengetahuan Ekonomi dan Sosial (Bineksos)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000