Senjata nuklir adalah salah satu senjata pemusnah massal yang kembali banyak disorot. Senjata kimia dan biologi, senjata pemusnah massal sudah dilarang.
Setelah muncul tekanan dari International Campaign to Abolish Nuclear Weapons (ICAN), 122 negara di dunia mendukung kesepakatan PBB untuk melarang dan menghapus seluruh senjata nuklir. Namun, tidak ada satu pun dari sembilan negara, yakni AS, Rusia, China, Perancis, Inggris, India, Pakistan, Israel, dan Korea Utara, yang memiliki senjata nuklir mendukung kesepakatan tersebut. Total hulu ledak nuklir yang dimiliki, menurut ICAN/Federasi Ilmuwan Amerika tahun 2017, ada 14.900.
Di puncak Perang Dingin, nasib dunia dibayangi oleh 50.000 hulu ledak nuklir. Mengingat kedahsyatan daya hancurnya, jumlah di atas bisa menghancurkan dunia berkali-kali. Maklum saja, satu bom atom sederhana—dengan daya ledak jauh lebih kecil dibandingkan bom termonuklir yang ada sekarang ini—yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki bisa menimbulkan kehancuran mahadahsyat dan membuat Jepang bertekuk lutut.
Tiadanya konflik antara kuasa besar sejak berakhirnya Perang Dunia II oleh sejumlah pengamat dikaitkan dengan adanya senjata nuklir. Semua pihak paham, jika sampai terjadi perang di antara mereka dan senjata nuklir digunakan, tamatlah riwayat mereka. Ini karena perang nuklir adalah perang yang tak dapat dimenangkan. Doktrinnya yang terkenal berjuluk MAD (Mutually Assured Destruction), semua pihak pasti sama-sama hancur.
Mengingat daya pembinasaan yang tak terperi, sejumlah traktat ditandatangani bangsa-bangsa di dunia, seperti Traktat Non-Proliferasi atau pelarangan penyebaran senjata nuklir (NPT) yang diparaf tahun 1968. Namun, traktat pelarangan senjata nuklir masih belum mencukupi karena negara seperti Korea Utara masih bisa mengembangkan senjata nuklir, dan sebelumnya India, Pakistan, dan Israel—meski yang terakhir ini tak pernah mengonfirmasi.
Kesan tidak adil juga dialamatkan pada elite nuklir karena mereka gencar melarang negara lain untuk memiliki senjata nuklir, tetapi mereka sendiri tetap ingin memiliki. AS juga dituduh menerapkan standar ganda, karena giliran Iran dan Korut ia tekan habis karena punya program nuklir, sementara Israel ia diamkan.
Dalam perspektif ini, kita dukung ICAN memenangi Hadiah Nobel Perdamaian tahun 2017. ICAN adalah koalisi lebih dari 100 LSM yang berpusat di Geneva, Swiss. Dalam usianya yang baru 10 tahun, ICAN berhasil mengokohkan diri sebagai organisasi yang lantang menyuarakan nurani umat manusia yang tidak suka hidupnya dibayang-bayangi oleh senjata yang amat mengerikan ini.