Judul ulasan singkat ini bernada bertanya. Memang pertanyaan itu yang harus diajukan berkait dengan nasib para pengungsi yang tersebar di mana-mana.
Ulasan singkat ini terinspirasi oleh tulisan yang dimuat harian Kompas, kemarin. Tulisan pendek berjudul Warga Rohingnya Tanpa Masa Depan menceritakan tentang nasib yang disandang para pengungsi Rohingnya, yang meninggalkan kampung halamannya di Negara Bagian Rakhine, Myanmar, dan sekarang terdampar di wilayah Banglades, dengan kondisi yang sangat memprihatinkan.
Mereka tidak sendirian. Ada banyak orang yang terpaksa meninggalkan kampung halamannya karena berbagai alasan, semisal karena perang seperti yang terjadi di Suriah dan negara-negara di Afrika. Tahun lalu (2016) diperkirakan ada sekitar 65,6 juta orang di seluruh dunia yang dipaksa meninggalkan rumah mereka, kampung halamannya, negaranya karena perang dan persekusi.
Hampir 22,5 juta orang di antaranya berusia di bawah 18 tahun. Sekitar 10 juta orang yang tidak memiliki kewarganegaraan dan akses hak-hak dasar seperti pendidikan, pelayanan kesehatan, pekerjaan, dan kebebasan untuk bergerak, apalagi kebebasan bersuara.
Ada persoalan besar yang hingga kini belum sepenuhnya bisa diselesaikan. Persoalan itu menyangkut istilah ”pengungsi”. Ada berbagai definisi tentang kata ”pengungsi” itu. Definisi politisi, para pekerja sosial kemanusiaan, akademisi, dan bahkan pers berbeda-beda tentang kata itu. Akibatnya adalah cara menghadapi atau cara menangani mereka pun berbeda-beda.
Selain masalah definisi atau pengertian pengungsi, masih ada lagi persoalan lain. Misalnya, siapa yang bisa dimasukkan dalam kualifikasi sebagai pengungsi? Pertanyaan ini, antara lain, berkait dengan masalah pemberian bantuan dan perlindungan.
Sebenarnya, definisi tentang ”pengungsi” sudah dijelaskan dalam Konvensi PBB Berkait dengan Status Pengungsi (1951) dan Protokol Berkait dengan Status Pengungsi (1967)-nya. Pengungsi adalah individu-individu, bukannya kelompok, yang memiliki ”ketakutan nyata akan penyiksaan karena ras, agama, nasionalitas, keanggotaan dari kelompok sosial atau opini politik tertentu”.
Akan tetapi, ketika pengungsi menjadi permasalahan global, maka lantas dalam definisi itu dimasukkan orang-orang yang meninggalkan negaranya ”akibat agresi dari luar, pendudukan, dominasi asing, ataupun kejadian-kejadian yang sangat mengganggu tatanan publik”.
Sekalipun definisi sudah jelas, tetapi tetap saja bahwa masalah pengungsi ini menjadi persoalan besar, termasuk permasalahan besar negara yang kebanjiran pengungsi, terutama menyangkut penopang hidupnya. Akibatnya adalah dalam banyak kasus banyak pengungsi yang terkatung-katung, tidak bermasa depan.