Beberapa hari yang lalu pada sebuah stasiun televisi swasta ditayangkan program rutin mingguan. Malam itu program tersebut mengusung judul ”Novanto Wow”. Saya menonton dan mengikuti dengan cermat acara itu bersama anak saya yang masih SMA.
Salah satu pembicara yang anggota DPR mengeluarkan pernyataan-pernyataan tajam dan ucapan yang membuat kening berkerut. Yang diucapkannya, antara lain, ada salah satu ”pembunuh” yang menjadi penyidik di KPK.
Ketika seorang pembicara lain meminta penjelasan akan maksud kata-kata tersebut, anggota Dewan itu tetap mengulangi kata-katanya tentang pembunuh yang menjadi penyidik KPK.
Saya kaget dan terenyak, bahkan anak saya yang masih SMA dan sedikit paham arah kalimat tersebut menoleh ke arah saya seolah-olah mempertanyakan situasi itu. Terlepas dari yang dibicarakan itu benar atau tidak, saya membayangkan bagaimana ”perasaan” istri dan anak seseorang yang dianggap pembunuh yang menjadi penyidik KPK itu.
Kemudian anggota DPR itu menyampaikan bahwa ada titipan seorang temannya sesama anggota DPR yang menjadi anggota Pansus Angket KPK. Titipan itu berupa kata-kata yang mengatakan bahwa KPK itu mirip dengan PKI yang kerjanya mengadu domba masyarakat. Duh, Gusti, saya mengelus dada.
Lantas anak saya bertanya, apakah anggota DPR bisa bicara bebas sebebas-bebasnya. Saya terdiam sejenak dan menghela napas dalam-dalam serta menjawab anak saya bahwa sebebas-bebasnya anggota DPR berbicara, tetap dia harus punya ”etiket dan mempertimbangkan rasa”. Itu menurut saya.
Saya bukan orang politik yang pandai berargumen, tetapi apakah benar seperti kata anak saya itu bahwa anggota DPR boleh bicara sebebas-bebasnya? Jika memang benar dan dibolehkan seperti itu, saya akan sampaikan apa adanya kepada anak saya bahwa di negara kita yang menjunjung tinggi kearifan berbicara memang aturannya membolehkan hal tersebut.
Mohon ada yang bisa membantu mencerahkan saya.
Sri Handoko, Tugurejo, Tugu, Semarang
Pungutan Pajak di Bandar Udara
Sehubungan dengan maraknya berita di media sosial yang dilengkapi dengan video tentang adanya pungutan pajak atau bea masuk terhadap beberapa barang yang dibeli penumpang dari luar negeri yang dilakukan oleh petugas bea dan cukai di bandar udara, saya ingin mengetahui apakah memang benar ada aktivitas pungutan tersebut di bandar udara?
Jika memang ada, kami selaku anggota masyarakat ingin mengetahui pula bagaimanakah peraturan lengkapnya tentang hal itu?
Mohon agar Direktur Jenderal Bea dan Cukai dapat memberikan jawaban agar tidak menimbulkan kesalahpahaman di lapangan.
KK Rahardjo, Kompleks Permata Buana, Jakarta Barat
Tegangan PLN Turun Naik
Mohon tindak lanjut Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk kasus tegangan listrik yang naik turun drastis di Jalan Kebon Kacang V No 21 RT 006 RW 006 Tanahabang, Jakarta Pusat. Kasus ini sudah lebih dari dua tahun dan berkali-kali kami laporkan melalui telepon 123.
Petugas PLN sudah tiga kali datang memperbaiki, tetapi tetap tidak ada perubahan: tegangan tetap di bawah 170 volt, bahkan sering sampai 140 volt.
Kejadiannya tak kenal waktu: pagi, siang, malam—dan setiap hari. Saya sudah memeriksa dengan menggunakan multimeter antara pukul 18.00 dan pukul 21.00. Tegangan sekitar 175 V.
Kondisi terparah selalu antara pukul 21.00 dan pukul 02.00 keesokan harinya.
Pernah satu kali saya coba ukur tegangan pada periode itu, hanya sekitar 120V. Lampu tidur kecil saja bisa mati. Dalam kondisi begitu, AC kami matikan karena takut akan merusak kompresor. Kami terpaksa menggunakan kipas angin. Namun, dengan kondisi setelan maksimum, kipas tersebut juga tidak dapat berputar kencang.
Penyebabnya saya tidak tahu. Seharusnya PLN yang lebih tahu. Saya malu tinggal di ibu kota negara dengan listrik begini.
Hazim Aljufrie, Tanahabang, Jakarta Pusat